Eskplorasi ruang terbatas dalam cerita rupanya masih intensif dilakukan para pembuat film dalam beberapa tahun terakhir. Jericho Ridge adalah film aksi thriller arahan sineas debutan Will Gilbey yang juga sekaligus menulis naskahnya. Film ini dibintangi nama-nama yang masih asing, yakni Nikki Amuka-Bird, Michael Socha, Zack Morris, serta Solly McLeod. Mampukah film B-Movies  ini memberi warna baru bagi genrenya?

Tabby (Bird) adalah seorang deputi sherif di sebuah kota terpencil. Hari itu adalah untuk pertama kalinya ia masuk kantor sejak sekian lama cuti karena kakinya patah akibat kecelakaan. Tabby mendapat shift malam, sementara tiga rekan lainnya, termasuk sherrif, berada jauh di lapangan untuk menangkap terduga pembunuhan. Tabby yang seorang diri di kantor mendapat dua tamu tak diundang yang menginginkan sesuatu di kantornya dan tak segan-segan membunuhnya. Dengan segala upaya, Tabby berusaha mati-matian untuk bertahan hidup sambil menanti bala bantuan yang tak kunjung tiba.

Eksplorasi terhadap ruang terbatas sudah dibuat sedemikian banyaknya, dan Jericho mencoba sesuatu yang unik, baik dari kisah maupun setting-nya. Dengan hanya bermodal kantor sherrif yang kecil serta kamera CCTV, sisi ketegangan mampu diolah demikian tinggi intensitasnya. Yah, bisa dibilang Jericho adalah “Die Hard” dalam skala kecil. Selain itu, kisahnya sendiri terhitung solid dengan motif cerita yang saling bertaut dengan konflik internal dan eksternal para tokohnya. Sosok Tabby yang pula ibu dari Monty (akhirnya juga terjebak di lokasi) menambah kedalaman dimensi cerita. Walau para kastingnya bermain baik, namun tetap saja, penonton awam rasanya butuh wajah yang sudah mereka kenal.

Melalui eksplorasi setting terbatas dan plot yang efektif, Jericho Ridge adalah sajian thriller mengesankan dengan ketegangan maksimum. Durasi filmnya yang hanya 87 menit terasa singkat karena intensitas ketegangan plotnya yang tinggi. Jericho Ridge hanyalah film produksi studio kecil dengan bujet mepet, namun mampu menyajikan naskah solid serta sisi sinematografi yang memukau. Kemampuan sang sineas debutan ini untuk mengolah naskah dan pencapaian teknisnya jelas tak bisa dianggap remeh. Untuk level produksinya, Jericho Rigde adalah terhitung film berkualitas untuk genrenya sekaligus mampu memberikan tontonan yang menghibur.

Baca Juga  Hotel Transylvania 2

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
80 %
Artikel SebelumnyaWebinar FFWI 2023: Signifikansi Peran Musik dalam Film
Artikel BerikutnyaFear the Night
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.