John Wick: Chapter 3 - Parabellum (2019)
130 min|Action, Crime, Thriller|17 May 2019
7.4Rating: 7.4 / 10 from 436,879 usersMetascore: 73
John Wick is on the run after killing a member of the international assassins' guild, and with a $14 million price tag on his head, he is the target of hit men and women everywhere.

John Wick: Chapter 3 – Parabellum merupakan film seri ke tiga dari aksi sang pembunuh bayaran legendaris yang diarahkan oleh Chad Stahelski yang juga menggarap 2 film sebelumnya. Film ini dibintangi para reguler seri sebelumnya, yakni Keanu Reeves, Ian McShane, Lence Reddick, Laurence Fishburne, serta pendatang baru, Mark Dacascos, Halle Berry, Anjelica Huston, Asia Kate Dillon, hingga bintang-bintang laga kita, Yayan Ruhian dan Cecep Arif Rahman. Siapa sangka, seri aksi ini begitu laris dengan bujet yang tergolong rendah untuk standar film box office. Lalu bagaimana kini dengan seri ketiganya?

Film ini berjalan langsung melanjutkan kisah sebelumnya, di mana John Wick dinyatakan sebagai excommunicado karena melanggar aturan yang telah ditetapkan. John diburu dengan imbalan US$ 14 juta bagi siapa saja yang bisa membunuhnya. Sontak, seluruh pembunuh bayaran di kota New York memburunya. Perburuan pun dimulai. John mengandalkan seluruh kemampuan fisiknya serta koneksi yang ia miliki untuk bertahan hidup.

Plotnya memang lebih sederhana dari dua film sebelumnya. Bahkan kalau mau dibilang, kali ini malah nyaris tanpa cerita. Separuh lebih plotnya adalah aksi murni dari sang jagoan, bertarung dan bertahan hidup dari orang-orang yang memburunya. Seperti film kedua, satu hal yang membuat kisah film ketiga ini begitu lemah adalah motivasi aksinya. Di film pertama, kita tahu persis mengapa John melakukan semua aksinya, namun sekarang ia melakukan ini semua untuk dirinya sendiri. Dalam satu momen, John berkata, ia ingin hidup untuk mengenang istrinya. Mengenang istri tercinta dengan membunuh puluhan mungkin ratusan orang? Really? Akibat tak ada motif yang kuat membuat nyaris semua aksinya tanpa greget. Tak terasa ada ketegangan dan ancaman, tak ada resiko dipertaruhkan, tak ada apa pun di sini. Sepanjang film mereka bicara soal aturan, lalu dilanggar, diampuni, lalu dilanggar lagi, diampuni lagi, dan dilanggar lagi. Saya tak melihat ada aturan di sini, kecuali kekacauan. Semua ini dilakukan John hanya untuk hidup, eh salah, kesenangan penonton.

Baca Juga  The Half of It

John Wick: Chapter 3 – Parabellum masih mengandalkan formula aksi yang sama dengan sebelumnya, hanya lebih brutal, lebih panjang, dan melelahkan, nyaris tanpa ketegangan dan motif cerita yang memadai. Tak ada keraguan, Chad Stahelski memang memiliki ketrampilan tinggi dan berkelas dalam mengemas semua adegan laganya. Saya berharap sang sutradara mendapat kesempatan unjuk gigi dengan naskah yang lebih baik. Saya tak bilang tak bisa menikmati aksinya, ada beberapa momen aksi, khususnya pada bagian awal, di mana aksi-aksinya terasa sekali sebagai ancaman nyata, namun dalam perkembangan hanya terasa repetitif, bising, dan melelahkan karena sang jagoan terlalu superior. Aksi dua bintang laga kita, rasanya bakal menarik perhatian penonton kita dengan sisipan komedi dan bahasa Indonesia. Cukup membanggakan juga karena mereka mendapatkan durasi tayang adegan aksi yang cukup lama. Lalu siapa sangka pula, bintang laga gaek, Marc Dacascos masih mampu beraksi lincah dan gesit sebagai antagonis utama. Sebagai penutup jika Anda adalah penikmat film laga, maka 100% film ini adalah milikmu.

WATCH TRAILER

PENILAIAN KAMI
Overall
50 %
Artikel SebelumnyaAvengers: Endgame, a Masterpiece?
Artikel BerikutnyaThe Pool
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.