John Wick: Chapter 4 adalah dimaksudkan sebagai seri penutup dari aksi petualangan sang jagoan tanpa tanding. Hanya gara-gara seekor anjing, semua kehebohan ini bermula. Aksi brutal John Wick yang berawal dari balas dendam, berubah status menjadi aksi bertahan hidup dari kejaran para pembunuh di seluruh penjuru bumi. Seri keempatnya masih dibintangi regulernya, Keanu Reeves, Ian Mc Shane, Laurence Fishburne, Lance Reddick, serta beberapa aktor laga ternama, Donnie Yen, Scott Adkins, Hiroyuki Sanada, Bill Skarsgård, dan Shamier Anderson. Apa ada yang baru di seri keempatnya ini? Satu yang mengejutkan adalah durasi filmnya yang mencapai 169 menit! Hanya berselisih 20 menit saja dari Avatar 2 yang rilis baru lalu.

Aksi John Wick (Reeves) sebelumnya, rupanya berdampak bagi pihak-pihak yang membantunya. The High Table kini memiliki pimpinan baru bernama Marquis Vincent de Gramon (Skarsgård) yang bengis, berniat memburu John hingga akarnya. Winston (McShane) dicopot dari manajer Continental, dan kini Koji (Sanada), manajer Osaka (Jepang) juga menjadi incaran karena melindungi John. Sobat dekat Wick, Caine (Yen) pun dipaksa untuk memburunya, serta pula pria misterius bernama Nobody (Anderson). Winston akhirnya memiliki solusi bagi John yang mengharuskan ia berduel dengan sang pimpinan, Marquis. Namun jalan menuju ke sana sangat tidak mudah. Di antara John dan sang pimpinan, terdapat ratusan pembunuh yang siap membunuhnya.

Seperti sebelumnya, aksi gun-fu bersama aksi-aksi edan lainnya disajikan dalam segala bentuk. John Wick bak superhero tanpa lelah yang beraksi non-stop selama nyaris 3 jam di mana ¾ durasinya adalah aksi. Sisanya adalah perbincangan soal aturan, hukum, atau kode etik organisasi yang kontras dengan aksi-aksinya yang tidak memiliki aturan, yakni membunuh atau dibunuh. Kali ini, kita masuk ke dalam level tertinggi organisasi para pembunuh, The High Table, yang anehnya bisa dipimpin oleh orang sebodoh itu. Seperti sebelumnya, kisahnya mudah untuk diantisipasi, tak banyak kejutan berarti hingga klimaks.

Baca Juga  Peter Rabbit

Beberapa aksinya memang sedikit berbeda dengan sebelumnya, saya mencatat dua momen yang digarap dengan sangat elegan. Satu adalah ketika John beraksi menghabisi lawan-lawannya bak video game. Adegan ini disajikan unik melalui sudut pengambilan overhead shot dan kamera bergerak tak terputus melintasi satu ruangan ke ruangan lainnya mengikuti sosok John. Satu lagi adalah segmen pertarungan di tangga menuju ke lokasi klimaks di puncak. Dengan setting tangga yang demikian tinggi, aksi-aksinya disajikan dengan sangat mengesankan. Satu adegan yang memperlihatkan John jatuh berguling puluhan meter menuruni tangga, apakah itu real dilakukan (stuntman) sungguhan? Para penonton sampai menjerit-jerit sewaktu adegan ini.

Jika belum lelah dengan aksi tipikalnya, John Wick: Chapter 4 memberikan semua apa yang kamu cari dengan durasi selama nyaris 3 jam, plus resolusi klimaks yang mengakhiri seri panjangnya. Benarkah? Kabarnya seri spin-off-nya akan diproduksi, Ballerina, satu sosok pembunuh yang pernah muncul di seri sebelum ini. Kini John Wick telah resmi menjadi universe setelah seri televisinya, Continental juga tengah diproduksi yang mengambil setting waktu di era 1970-an. John Wick kini telah menjadi sosok ikonik sinema yang berdampak hingga komik dan video game. Mungkin ini saatnya sang bintang rehat dari peran-peran tipikalnya yang melelahkan atau ini hanya baru permulaan?

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
70 %
Artikel SebelumnyaLosmen Melati
Artikel BerikutnyaJin Qorin
Hobinya menonton film sejak kecil dan mendalami teori dan sejarah film secara otodidak setelah lulus dari studi arsitektur. Ia mulai menulis artikel dan mengulas film sejak tahun 2006. Karena pengalamannya, penulis ditarik menjadi staf pengajar di Akademi Televisi dan Film swasta di Yogyakarta untuk mengajar Sejarah Film, Pengantar Seni Film, dan Teori Film sejak tahun 2003 hingga tahun 2019. Buku film debutnya adalah Memahami Film (2008) yang memilah seni film sebagai naratif dan sinematik. Buku edisi kedua Memahami Film terbit pada tahun 2018. Buku ini menjadi referensi favorit bagi para akademisi film dan komunikasi di seluruh Indonesia. Ia juga terlibat dalam penulisan Buku Kompilasi Buletin Film Montase Vol. 1-3 serta 30 Film Indonesia Terlaris 2012-2018. Ia juga menulis Buku Film Horor: Dari Caligari ke Hereditary (2023) serta Film Horor Indonesia: Bangkit Dari Kubur (2023). Hingga kini, ia masih menulis ulasan film-film terbaru di montasefilm.com dan terlibat dalam semua produksi film di Komunitas Film Montase. Film- film pendek arahannya banyak mendapat apresiasi tinggi di banyak festival, baik lokal maupun internasional. Baru lalu, tulisannya masuk dalam shortlist (15 besar) Kritik Film Terbaik dalam Festival Film Indonesia 2022. Sejak tahun 2022 hingga kini, ia juga menjadi pengajar praktisi untuk Mata Kuliah Kritik Film dan Teori Film di Institut Seni Indonesia Yogyakarta dalam Program Praktisi Mandiri.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.