Journey to the Center of the Earth (2008)

93 min|Action, Adventure, Family|11 Jul 2008
5.8Rating: 5.8 / 10 from 133,934 usersMetascore: 57
On a quest to find out what happened to his missing brother, a scientist, his nephew and their mountain guide discover a fantastic and dangerous lost world in the center of the earth.

Journey to the Center of the Earth (2008) merupakan film fantasi-petualangan yang diproduksi khusus untuk konsumsi bioskop dengan fasilitas 3-D. Cerita filmnya didasarkan atas novel populer karya Jules Verne yang sebelumnya juga telah beberapa kali diadaptasi baik ke layar lebar maupun televisi. Film arahan Eric Brevig ini dibintangi oleh Brendan Fraser, Josh Hutcherson, serta Anita Briem.

Alkisah seorang ilmuwan Trevor Anderson (Fraser) mendapat petunjuk keberadaan kakaknya yang menghilang ketika menyelidiki sebuah gunung api. Bersama Sean (Hutcherson), putra kakaknya, Trevor memutuskan pergi ke pegunungan di wilayah utara Eropa (Islandia) untuk mencari kakaknya. Disana mereka didampingi oleh gadis pendaki lokal, Hannah untuk mengawali sebuah petualangan tak terlupakan jauh di dasar bumi.

Plotnya yang sederhana dengan tempo cepat berpacu dengan waktu semata-mata hanya untuk mendukung semua aksi dalam filmnya yang menggunakan efek 3-D. Film ini hanyalah merupakan pertunjukan visual belaka yang sama sekali tidak menitikberatkan pada kualitas cerita. Penonton dibawa ke sebuah dunia yang tidak akan pernah dibayangkan sebelumnya. Setting yang begitu menakutkan serta nuansa mencekam senantiasa melingkupi kita serasa mengalami mimpi buruk. Samudera, jurang, gurun pasir yang seolah tanpa ujung, hawa panas yang menyengat, warna “langit” yang aneh, fauna dan flora yang tidak bersahabat, serta suara gemuruh yang senantiasa terdengar, membuat kita serasa di “neraka” dan ingin cepat-cepat meninggalkan tempat tersebut. Wow.. tidak dapat kita bayangkan bagaimana rasanya jika melihat semua ini di bioskop 3-D, pasti sangat menakjubkan.

Baca Juga  Paradise

Untuk tontonan bioskop biasa (non 3-D), film ini tak ubahnya seperti film aksi-petualangan kelas B. Kualitas dan warna gambarnya tampak seperti menggunakan format digital, sepertinya karena penggunaan kamera khusus (3-D). Seluruh adegan aksinya juga kurang menggigit, utamanya jelas karena efek tiga dimensi yang hilang. Aksi “roller coaster ride” dalam tambang, jatuh ke dasar bumi, meloncati batu-batu terapung, kejar-mengejar dengan T-Rex memang cukup menegangkan namun tampak sekali seperti ada sesuatu yang hilang. Sia-sia jika Anda menonton film ini di bioskop biasa. Segala sesuatu yang semestinya menjadi nilai lebih filmnya tidak bakal Anda temui disini. Film ini hanyalah khusus untuk tontonan bioskop 3-D! Satu hal lagi, jika film ini dikatakan film anak-anak rasanya juga kurang tepat, karena banyak bagian dalam film ini sepertinya terlalu menakutkan bagi penonton anak-anak, terutama usia dibawah 10 tahun.

WATCH TRAILER

PENILAIAN KAMI
Overall
60 %
Artikel SebelumnyaMax Payne
Artikel BerikutnyaTropic Thunder
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.