Life of Pi (2012)
127 min|Adventure, Drama, Fantasy|21 Nov 2012
7.9Rating: 7.9 / 10 from 679,650 usersMetascore: 79
A young man who survives a disaster at sea is hurtled into an epic journey of adventure and discovery. While cast away, he forms an unexpected connection with another survivor: a fearsome Bengal tiger.

Tak banyak film yang mampu mencapai keseimbangan antara kekuatan bahasa sinematik dengan kedalaman tema. Life of Pi adalah salah satu pencapaian langka yang boleh dibilang sempurna. Life of Pi mengisahkan perjalanan hidup seorang laki-laki muda bernama Piscine Molitor Patel atau “Pi” (Suraj) yang sejak kecil memiliki rasa keingintahuan dan penasaran terhadap sosok Tuhan. Ayah Pi adalah pemilik sebuah kebun binatang kecil di India. Suatu ketika ayah Pi menutup kebun binatang dan berlayar ke Kanada dengan membawa serta seluruh binatang milik mereka untuk dijual. Topan badai menenggelamkan kapal bersama seluruh isinya hanya menyisakan Pi yang selamat dengan sekocinya. Belakangan Pi menyadari jika seekor Harimau Bengal bernama Richard Parker, juga berada dalam sekoci. Pi tidak hanya harus bertahan hidup melawan lautan yang kejam namun juga dari sang harimau.

Gelagat kekuatan gambar serta efek 3D sudah mulai tampak sejak opening title sequence yang memperlihatkan satu demi satu binatang-binatang di kebun binatang milik ayah Pi melalui komposisi yang mengesankan. Mengakhiri sequence justru karakter utama, Richard Parker hanya ditampilkan melalui pantulan bayangan di air. Kekuatan efek 3D tampak terasa sekali sejak Pi terdampar di lautan, catat saja scene munculnya sang harimau yang dijamin bakal membuat Anda menjerit dan meloncat dari tempat duduk! Kisahnya yang menghanyutkan sekaligus menegangkan membuat efek 3D benar-benar membaur dan larut dalam filmnya. Efek 3D bersama tone gambar filmnya yang penuh warna mampu membuat penonton terkesima hingga kita terbuai dalam imaginasi bak alam mimpi. Dan nyatanya memang ini yang diharapkan dari filmnya.

Baca Juga  Pain Hustlers

Nuansa religius sudah terasa sejak awal kisah filmnya. Pi kecil mencoba menganut berbagai macam aliran kepercayaan, Hindu, Katolik, serta Islam, dan anehnya ia menemui kedamaian pada masing-masing kepercayaan tersebut. Sementara ayahnya mengajarkannya untuk menggunakan akal dan logika. Temanya: Esensi semua agama adalah sama? Tidak. Film ini sama sekali tidak berbicara masalah ini. Life of Pi tidak mencoba mengungkap atau membenarkan sebuah aliran kepercayaan atau bahkan membincangkan konsep Tuhan namun bagaimana persepsi serta penafsiran manusia terhadap kisah atau mitos kepercayaan tersebut. Sebuah tradisi yang dikisahkan secara turun-temurun yang belum jelas bukti otentiknya bisa menjadi realita atau bisa pula khayalan. Nuansa ambigu pada ending filmnya menjawab sikap serta pandangan manusia terhadap konsep Tuhan. Which one do you believe? Semua tergantung sikap dan penafsiran Anda. Ada yang percaya dan ada yang tidak.

Life of Pi dengan gayanya yang elegan mencoba memaknai hakikat agama dan Tuhan melalui kisah yang sangat menyentuh dan segar. Kekuatan “bercerita” (story telling) menjadi tema sekaligus kekuatan unsur cerita dan sinematik filmnya. Rasanya ini adalah sebuah pencapaian baru dalam dunia film. Nominasi Oscar untuk best picture sepertinya sudah ditangan dan untuk meraih Oscar pun sama sekali bukan mimpi.

WATCH TRAILER

PENILAIAN KAMI
Overall
100 %
Artikel SebelumnyaCita-Citaku Setinggi Tanah, Kesederhanaan yang Menginspirasi
Artikel BerikutnyaPerahu Kertas 2, Hanya sekedar “Berlabuh”
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses