Kombinasi aksi, thriller, spionase, dan keluarga dalam medium film adalah langka. Lou adalah film aksi thriller rilisan Netflix yang diproduseri sineas kawakan, J.J. Abrams. Lou adalah film arahan Anna Foerster yang dibintangi Allison Janney, Jurnee Diana Smollet, Logan Marshall Green, dan Matt Craven. So, akankah kombinasi langka ini mampu memberikan sesuatu yang baru untuk genrenya?
“I guess we’ve all been through things other people will never understand.”
Lou (Janney) adalah seorang nenek tangguh yang suka berburu dan tinggal di kepulauan terpencil di wilayah AS. Tinggal tak jauh dari Lou adalah ibu dan putri ciliknya, Hannah (Smollet) dan Vee. Badai yang akan menghampiri, ternyata diperburuk pula dengan diculiknya Vee oleh mantan suami Hannah, Philip (Green) yang seorang anggota militer khusus. Lou yang berpengalaman berburu membantu Hannah mencari putrinya di tengah badai. Belakangan, identitas Lou pun terungkap yang ternyata punya relasi dengan suami Hannah.
Sosok perempuan tangguh yang tengah tren, kini adalah seorang sosok nenek. Satu hal yang jarang ada dalam kisah film sejenis. Sosok Lou yang dingin pun, harus beraksi fisik dengan sisi brutal yang tak kalah dengan film-film aksi masa kini. Kejutan besar adalah sang pemain, Allison Janney, yang sering berperan sebagai perempuan yang kalem dan keibuan. Siapa sangka ia bisa bermain dingin, keras, dan mampu beraksi dengan sadis seperti ini.
Aksi thriller dengan protagonis unik, Lou adalah satu kombinasi spionase dengan tema keluarga dengan dukungan penampilan menawan sang bintang. Di luar sang bintang, setting hutan dan suasana badai tentu adalah satu apresiasi tersendiri dalam membangun mood filmnya. Atmosfir ini senada dengan suasana mental keluarga yang tengah dilanda konflik internal antara ibu dan anak, suami istri, ayah dan putrinya. Lou mampu menawarkan satu solusi yang memuaskan, walau untuk genrenya kurang memberi satu pembaruan.