madame web

Spider-Man Universe versi Sony (SSU) rupanya belum menyerah setelah gagal secara kritik dalam film-film sebelumnya, yakni Venom, Venom: Let There Be Carnage, dan Morbius. Bahkan Morbius gagal total di pasaran global. Madame Web adalah satu dari tiga film SSU yang rilis tahun ini, sementara Kraven the Hunter ditunda rilisnya hingga bulan Agustus dan Venom 3 rilis pada bulan November. Madame Web diarahkan oleh sineas perempuan asal Inggris  S. J. Clarkson. Film ini dibintangi sederetan bintang muda, yakni Dakota Johnson, Sydney Sweeney, Celeste O’Connor, Isabela Merced, Tahar Rahim, Mike Epps, Emma Roberts, dan Adam Scott. Apakah film ini bakal memiliki kualitas tren buruk seperti film-film kerabatnya?

Cassandra “Cassie” Webb adalah seorang petugas paramedik yang cekatan dan tangguh. Suatu ketika, ia mengalami kecelakaan hingga sempat mati suri. Sejak itu, Cassie sering mengalami de javu yang ia pikir hanya halusinasi, namun rupanya itu adalah kilasan masa depan. Suatu saat, melalui kemampuan barunya, Cassie melihat tiga gadis muda, Julia (Sweeney), Mattie (O,Connor), dan Anya (Merced) dibunuh secara brutal oleh sesosok misterius berkostum laba-laba. Cassie pun, mau tak mau harus menyelamatkan mereka. Di saat bersamaan, Cassie mencoba mencari jawaban melalui masa lalu ibunya yang terkait dengan semua apa yang terjadi saat ini.

Madame Web mengawali plotnya dengan sesuatu yang berbeda dengan kebanyakan genrenya. Separuh durasi menyajikan plot yang demikian intens (nyaris tanpa henti) dan penuh misteri secara baik. Rasa penasaran yang membuat plotnya amat menarik untuk diikuti. Kemampuan Cassie yang bernuansa “time loop” membawa segalanya menjadi lebih menarik lagi. Antisipasi Cassie untuk menghadapi apa yang terjadi menjadi sesuatu yang membuat arah plotnya sulit ditebak. Tidak hingga paruh kedua (segmen Peru) semuanya menjadi berantakan.

Baca Juga  In the Heart of the Sea

Sejak momen Peru, plotnya bergerak demikian cepat tanpa banyak penjelasan berarti. Sebenarnya, apa dan bagaimana laba-laba super tersebut menularkan power-nya? Melalui medium film, selama ini kita telah akrab dengan sosok Spider-Man, lalu kini ada sosok lain yang mampu beraksi sama membuat menjadi terasa aneh. Jika sumbernya sama, lalu mengapa, Cassie hanya mewarisi kekuatan pikiran, sementara sang antagonis memiliki kekuatan fisik demikian kuat. Lalu, tiga gadis muda tersebut punya relasi apa dengan kekuatan ini melalui visi Cassie? Masih banyak hal belum terjelaskan. Ini belum terhitung relasi dengan semesta sinematiknya (SSU).

Madame Web memiliki potensi kisah segar untuk genrenya, namun terjerat oleh naskah yang kacau balau di separuh akhir durasi. Rasanya cukup bicara tentang film ini. Satu hal yang menarik adalah pengembangan cerita lanjutan bagi semesta sinematiknya. Madame Web justru membuat SSU makin rumit dengan timeline-nya. Para penulis naskahnya masih belum menemukan arah yang tegas dan jelas untuk kontinuitas para tokohnya. Venom, Morbius, Kraven dan kini empat superhero baru mau dikemanakan? Ini belum lagi konsep multiverse yang membawa sosok-sosok super dari semesta sinematik sebelah (MCU), hingga bahkan kelak mungkin Spider-Man sendiri. Sony memang pemilik legal Spider-Man bersama semua villain super-nya, namun hingga kini terbukti mereka belum bisa mengolahnya melalui naskah yang solid. Mari kita tunggu Kraven the Hunter dan Venom 3.

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
50 %
Artikel SebelumnyaMr. & Mrs. Smith
Artikel BerikutnyaIndonesia dari Timur
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.