Meg 2: The Trench (2023)
116 min|Action, Adventure, Horror|04 Aug 2023
5.0Rating: 5.0 / 10 from 87,208 usersMetascore: N/A
A research team encounters multiple threats while exploring the depths of the ocean, including a malevolent mining operation.

Meg 2: The Trench merupakan sekuel dari film sci-fi bencana hiu sukses The Meg (2018). Sekuelnya masih dibintangi aktor laga, jason Statham, namun kini digarap oleh Ben Wheatley. Selain Statham, film ini juga masih menggunakan kasting lamanya, yakni Cliff Curtis dan Sophia Chai, serta para pemain baru, Page Kennedy, Sienna Guillori, serta bintang laga Tiongkok, Wu Jing. Akankah film ini mampu menyamai sukses komersial film pertamanya?

Jonas (Statham) dan Meiying (Chai), serta sobat lamanya James (Curtis) masih bekerja laboratoriom laut Mana One yang kini di bawah payung perusahaan baru. Sepeninggal ibu Meiying (dulu diperankan Li Bingbing),  mereka kini dibantu oleh paman Meiying, Jiuming (Jing) yang mampu membuat kostum selam canggih yang dapat bertahan di kedalaman ribuan meter. Mereka juga membuat kapal selam berteknologi baru untuk bisa menembus palung terdalam. Dalam satu uji coba perjalanan ke dasar palung, tanpa diduga ada pihak yang berkhianat dengan menyabotase peralatan mereka. Jonas serta lainnya tidak hanya menghadapi kelompok tersebut, namun juga hiu raksasa Megalodon yang kini jumlahnya tidak hanya seekor.

Berbeda dengan seri pertamanya, Meg 2 mengadopsi banyak tipikal tipe plot tak hanya Jaws, namun Alien serta Die Hard. Die Hard? Ya, benar. Kilang lepas pantai Mana One dikuasai para teroris yang ingin memburu Jonas dan rekan-rekannya. Hanya saja, Hiu-hiu dan hewan raksasa dari dasar bawah laut keburu merusak rencana jahat mereka. Sementara plot alien terlihat ketika mereka terjebak di dasar palung sehingga harus berjalan kaki menuju stasiun bawah laut di antara hiu-hiu Megalodon yang bersliweran. Setting-nya sendiri memang mengingatkan pada seri Alien. Kombinasi tiga jenis plot ini terhitung unik, namun sayang naskahnya tak cukup kuat mengakomodir ketiganya secara solid. Alur plotnya justru terlihat memaksa dengan lubang plot yang tak terhitung.

Baca Juga  The Lost City of Z

Aksi-aksinya juga tak mampu memberi sisi ketegangan yang diharapkan. Ancaman hiu Megalodon tak tampak menggigit seperti dalam film pertamanya. Jumlah hiu yang terlalu banyak serta efek visual (CGI) yang lemah menjadi biang keladinya. Selipan humor yang terlalu diumbar pada sebagian adegannya juga makin melemahkan sisi ketegangannya. Ini terjadi pada adegan klimaks yang dibuat mirip dengan seri pertamanya yang kini berlokasi di Fun Island. Hiu-hiu yang memakan banyak pengunjung resor justru terasa sebagai selipan komedi yang menggelikan ketimbang aksi yang serius. Aksi duel Jason Statham vs 3 megalodon yang dinanti kini terasa hanya seperti lelucon konyol murahan. Digantinya sineas senior John Turtletaub  yang terampil mengolah aksi thriller (seri National Treasure dan The Meg) dengan Ben Wheatley bisa jadi adalah faktor utamanya.

Meg 2: The Trench merupakan kemunduran besar dari film pertamanya melalui sajian naskah, aksi, dan CGI  yang medioker. The Meg yang mampu menghibur dan memberi kejutan melalui aksi-aksi gilanya kini tak lagi tampak dalam sekuelnya. Walau bukan terhitung film istimewa, namun The Meg mampu mencatatkan diri sebagai salah satu film hiu terlaris sepanjang masa. Di masa sulit bagi film-film box-office belakangan ini, rasanya Meg 2 bakal terjerembab. Ketika saya menonton di salah satu studio terbesar di Jogja, terhitung penonton hanya belasan orang. Tata suara Dolby Atmos yang mampu memberikan poin plus untuk film ini juga rasanya tidak akan membantu. Jika bintang-bintang lokal (khususnya Wu Jing) mampu mengangkat animo penonton di Tiongkok, bisa jadi film sekuelnya ini bisa selamat dari bencana.

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
40 %
Artikel SebelumnyaSmugglers
Artikel BerikutnyaJurnal Risa
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.