Menghibur Tanpa Greget








25 Mei 2012


Sutradara: Barry Sonnenfeld
Produser: Walter F. Parks / Laurie MacDonald
Penulis Naskah: Etan Cohen
Pemain: Will Smith / Tommy Lee Jones / Josh Brolin / Emma Thompson
Sinematografi : Bill Pope
Editing: Don Zimmerman
Ilustrasi Musik: Danny Elfman
Studio: Amblin Entertainment / Parkes + MacDonald /  Imagenation Abu Dhabi
Distributor: Columbia Pictures
Durasi: 106 menit
Bujet: $160 juta
Lima belas tahun sejak Men In Black (MIB/1997) dan sepuluh tahun sejak MIB 2 (2002) barulah sekuel keduanya ini diproduksi. Waktu yang cukup lama untuk sebuah seri yang sangat laris. Daya tarik utama seri MIB terletak pada aksi dan efek visual yang memukau disamping duo Jones dan Smith yang tampil sangat baik. Setelah sepuluh tahun berselang rasanya gemerlap dan pesona efek visual tak bisa lagi menjadi andalan yang hadir diantara film-film “efek visual” hebat seperti seri Transformers hingga The Avengers baru lalu.
Kisah MIB 3 boleh dibilang lebih baik dari dua seri sebelumnya. Plot “bermain dengan waktu” selalu menjadi resep manjur sebuah film fiksi ilmiah. Seperti dua seri sebelumnya inti cerita tidak jauh berbeda, duo agen K (Jones) dan J (Smith) harus mencegah umat manusia dari kehancuran. Hanya saja kali ini Agen J harus kembali ke masa lalu dan bertemu dengan partnernya, agen K muda (Brolin) untuk bisa menyelamatkan dunia. Josh Brolin sangat pas bermain sebagai agen K muda dan wajahnya memiliki banyak kemiripan dengan Tommy Lee Jones.
Jones yang sudah uzur dan Smith yang sudah menua tampak sudah tidak seenergik pada seri sebelumnya namun tetap saja chemistry diantara mereka masih tampak kuat. Aksi-aksi fisik seperti dua seri sebelumnya banyak berkurang dan tergantikan dengan dialog-dialog yang sifatnya humor. Kontinuitas cerita juga banyak menimbulkan pertanyaan, seperti sosok agen O (Emma Thompson) yang tidak ada di seri sebelumnya namun seolah memiliki hubungan dekat dengan K. Di luar ini semua penampilan dan sosok Brolin sebagai agen K muda patut mendapat acungan jempol dan bisa jadi merupakan salah satu peran “versi muda” terbaik yang pernah ada.
MIB 3 memang menghibur namun penonton masa kini yang hidup dalam generasi film-film berbujet besar dengan gemerlapnya efek visual, seperti contohnya The Avengers baru lalu sepertinya akan sulit terhibur. Dengan bantuan sineas yang sama, naskah yang cerdik, para pemain yang tampil cemerlang, serta ilustrasi musik MIB yang menghentak MIB 3telah berusaha maksimal namun tetap saja hanyalah nostalgia masa lalu. (C+)

Artikel SebelumnyaBattleship
Artikel BerikutnyaLockout
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.