MUDAH menjawab pertanyaan pertama, karena film-film sekuel terbukti ditonton orang. Tapi, mengapa banyak orang suka menonton film sekuel adalah pertanyaan lain lagi.
Mengawali musim panas di Amerika Serikat, Hollywood memborbardir layar bioskop dengan tontonan spektakuler alias film-film blockbuster. Film Iron Man 2 jadi pembuka film musim panas dan langsung disambut penonton. Di minggu pertamanya, film itu menghasilkan lebih dari $133 juta.
Iron Man 2 adalah lanjutan alias sekuel film superhero sukses tahun 2008. Dan Iron Man 2 tak sendirian. Melihat daftar film yang rilis selama musim panas, kebanyakan berupa sekuel. Tengok saja daftar ini: Toy Story 3, Sex and the City 2,Twilight: Eclipse, Predators, Cats & Dogs: The Revenge of Kitty Galore, Step Up 3D, hingga Shrek 4.
Selain itu, berbagai berita di situs film dipenuhi kabar soal akan dibuat Mission Impossible 4, X-Men 4, Spider-man 4, Pirates of the Carribean 4, Men in Black 3, lanjutan The Dark Knight, hingga rencana sekuel How to Train Your Dragon.
Dari deretan film yang akan edar dan baru direncanakan yang semuanya sekuel, timbul tanya, siapa yang mau menonton film-film itu? Well, hampir setiap orang. Termasuk kita di sini.
Selama ini, sekuel adalah dagangan Hollywood paling laris. Cek saja daftar film paling bikin untung sepanjang masa. Selain Avatar (hei, yang ini kabarnya juga akan dibuat sekuelnya!) dan Titanic, judul-judul lainnya adalah film sekuel: The Dark Knight (No.3 dengan untung $533 juta); Shrek 2 (No.4, $441 juta); Pirates of the Carribean: Dead Man’s Chest (No.8, $423 juta)—itupun tanpa menyebut film-film Star Wars dan tiga film The Lord of the Rings, dan film-film Harry Potter.
Selain itu, Hollywood selama sekian tahun ini ditegarai semakin kehabisan ide segar. Ketimbang mencipta cerita baru, mereka cari jalan gampang membuat film lanjutan saja (cara lain, bikin film dari novel dan komik sukses, mengangkat film TV, atau me-remake film sukses yang umurnya lebih dari 20 tahun).
Hollywood tentu hanya mementingkan faktor ekonomi makanya membuat film-film sekuel. Sebab, film-film sekuel terbukti mendatangkan banyak penonton. Tapi, dari sini timbul pertanyaan lain, mengapa kita suka menonton cerita-cerita yang sudah kita akrabi? Dengan kata lain, mengapa kita suka melihat makhluk ogre hijau sampai lebih dari 3 kali atau Kapten Jack Sparrow untuk keempat kalinya dan menunggu Tony Stark berlaga lagi jadi Iron Man?
Keponakan saya mungkin punya jawabannya. Lho, kenapa mesti keponakan saya? Begini, saya punya keponakan berumur 4 tahun bernama Dinda. Saat ini, tontonan favoritnya adalah Thomas & Friend—juga serial Upin & Ipin. Saban hari, pada ibunya, Dinda selalu minta diputarkan serial yang sama berulang-ulang. Entah sudah berapa kali ia menonton VCD serial Thomas & Friend-nya.
Perangai Dinda ini tak identik hanya dimilikinya seorang. Seluruh anak di dunia juga punya tabiat yang sama. Saat membaca buku Tipping Point-nya Malcolm Gladwell, saya menemukan teori yang disebut Efek James Earl Jones. Ternyata, dari sebuah penelitian, anak-anak menyukai tayangan Sesame Street yang berulang kali menayangkan saat aktor James Earl Jones mengeja huruf (hal.157).
Tayangan untuk anak-anak Blue’s Clues produksi Nickelodeon lantas meminjam Efek James Earl Jones ini. Alih-alih memutar episode baru setiap hari, Nickelodeon malah memutar epsode Blue’s Clues yang sama selama lima hari berturut-turut, dari Senin-Jumat, sebelum beralih ke episode baru. Perancang Blue’s Clues Daniel Anderson menjelaskan, “Bagi anak-anak kecil, perulangan sesuatu yang berharga. Mereka membutuhkannya. Ketika mereka menyaksikan sesuatu berulang-ulang, mereka tidak hanya semakin memahaminya… bisa meramalkan sesuatu yang akan terjadi, tampaknya mereka merasakan suatu kepastian yang pada gilirannya meningkatkan harga diri,”.
Dari sini kita tahu, sejak kecil kita menyukai apapun yang diulang. Semakin dewasa, bentuknya tentu tak menjadi menonton episode yang sama setiap hari (menurut penelitian, anak usia 5 tahun sudah kehilangan minat dengan episode yang sama di hari terakhir). Tapi, kita tetap lebih senang menonton sesuatu yang sudah kita akrabi. Kita jadi terus menanti akan seperti apa aksi jagoan kita berikutnya.
Hollywood memahami kemauan dasar kita yang tertanam sejak kecil. Makanya mereka terus untung.