Film thriller Missing adalah sekuel terpisah dari Searching (2018) dengan kontinuitas cerita yang berbeda. Jadi, jika kamu belum menonton Searching, ini bukan menjadi masalah besar. Missing ditulis dan diarahkan oleh Will Merick dan Nick Johnson, dan kali ini sutradara orisinalnya, Aneesh Chaganty hanya bertindak sebagai produser. Missing dibintangi oleh Storm Reid, Joaquim de Almeida, Ken Leung, Amy Landecker, Daniel Henney, dan Nia Long. Searching adalah film thriller efisien memiliki plot efektif dengan hanya pembatasan informasi melalui layar monitor. Akankah Missing mampu memberikan sesuatu yang lebih?

June (Storm) adalah seorang remaja yang kehilangan ayahnya sejak kecil dan selalu risi dengan ibunya, Grace (Long), yang over protektif. Suatu ketika, Grace pergi bersama sang pacar, Kevin (Leung), untuk berlibur ke Kolombia. June pun berpesta ria dengan rekan-rekannya ketika sang ibu pergi. Keanehan terjadi ketika sang ibu, lama tidak mengontaknya. Ketika June menghubungi hotel tempat mereka berlibur, ternyata ibu dan pacarnya tidak pernah kembali ke sana. June segera menghubungi pihak berwenang, namun tidak mendapatkan penjelasan yang memuaskan. June pun memulai investigasi mandiri menggunakan laptopnya dari rumah. Siapa mengira, investigasi kecilnya membawanya ke sebuah kasus pelik yang melibatkan banyak pihak di kedua negara.

Seperti halnya Searching, aksinya masih hanya dibatasi melalui layar laptop milik June. Namun ini tidak lantas membuat kisahnya menjadi terbatas. Melalui layar laptop, kita serasa ikut terlibat langsung dalam investigasi intens yang berpindah ke banyak lokasi di Kolombia dan AS. Dengan tempo cepat berpacu dengan waktu, naskahnya dengan cerdik mampu mengolah petunjuk demi petunjuk untuk memicu rasa penasaran penonton secara nonstop. Nyaris tidak ada satu detik pun yang tersia-sia hingga klimaks. Missing adalah sebuah petualangan investigasi yang teramat menggairahkan.

Baca Juga  Sewu Dino

Pengalaman sinematiknya memang tak jauh beda dengan Searching, hanya saja Missing memiliki skala cerita lebih luas dengan twist yang mengejutkan. Dijamin, kita tidak akan pernah merasa bosan barang sedetik pun hingga akhir. Durasi 111 menit terasa amat singkat. Editing jelas menjadi kekuatan terbesar dan teknik montage sering kali digunakan untuk memadatkan satu momen yang dikemas dengan brilian. Potongan gambar close-up (pada layar laptop) tidak terhindarkan untuk memberikan tekanan visual pada satu momen, walau ini membuat sedikit tidak konsisten. Jika dikulik lebih dalam lagi (spoiler), banyak hal yang terasa rada janggal. Ibarat, jika kamu ingin pergi membeli barang penting di toko sebelah, akankah kamu berkeliling kota terlebih dulu untuk hanya sekadar agar para tetangga tak melihatmu?

Missing adalah thriller yang efektif, intens, menegangkan serta memiliki pesan kuat. Baik Searching dan Missing memiliki keunggulannya masing-masing, baik dari sisi cerita maupun kemasan estetiknya. Namun keduanya memiliki pesan senada tentang hubungan orang tua dengan sang anak. Kemasan dan kompleksitas plotnya mencerminkan pula komunikasi rumit antara kedua pihak yang memiliki beda perspektif. Teknologi yang makin canggih tidak lantas membuat gap semakin jauh. Cinta orang tua dan anaknya tidak mengenal jarak. Searching dan Missing membuktikan ini dengan cara elegan dan berkelas.

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
90 %
Artikel SebelumnyaDear David
Artikel BerikutnyaAlcarràs
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.