Walt Disney Animation Studios yang sebelumnya sukses besar dengan Tangled, Frozen, dan Zootopia kali ini kembali menampilkan sosok putri yang unik dengan latar budaya Polinesia melalui Moana. Moana digarap oleh Ron Clements dan John Musker dibintangi oleh aktor papan atas Dwayne Johnson. Mampukah akhirnya Walt Disney Animation Studios melalui film ini menyaingi superioritas film-film produksi Studio Pixar? Sungguh saya berharap jawaban: Ya.
Seribu tahun silam di perairan Polinesia, jantung Dewi pemberi kehidupan, Te Fiti, dicuri oleh Maui, manusia setengah dewa. Aksi ini menimbulkan kutukan yang menyebarkan kegelapan ke seluruh alam. Jauh masa setelahnya, putri Moana hidup bahagia di sebuah pulau bersama ayah, ibu dan seluruh warga sukunya. Moana merasa ada sesuatu yang hilang dalam hidupnya hingga akhirnya kegelapan pun datang ke pulaunya. Ia bertekad untuk mencari Maui dan membantunya untuk mengembalikan jantung Te Fiti ke asalnya.
Sejak awal pembuka filmnya nuansa lokal sudah terasa kental dengan suguhan visual yang luar biasa indah. Suguhan satu nomor lagu di awal membuka mood filmnya dengan sangat baik. Nuansa mistik pun menambah sentuhan lokal semakin kuat ketika Moana cilik yang dipandu oleh “ombak (baca: semesta)” berjalan ke tengah pantai untuk menemukan batu hijau, jantung Te Fiti. Adegan ini sungguh mampu membuat bergidik. Kisah pun terus berjalan dan Moana tumbuh menjadi gadis yang lincah dan cerdas namun tetap ada sesuatu yang hilang dalam dirinya. Selebihnya tak sulit memprediksi apa yang terjadi selanjutnya, seolah kita bakal menghadapi sebuah petualangan amat seru bersama sang putri.
Apa yang terjadi selanjutnya justru sungguh diluar dugaan. Setelah pertempuran amat seru a la Mad Max: Fury Road dengan para bajak laut, entah mengapa sisi dramatik cerita justru malah menurun. Rasa bosan lambat laun mulai melanda. Nuansa mistik yang diawal terasa begitu kuat justru dirusak sendiri oleh adegan-adegannya yang terlalu berlebihan. Satu adegan ketika Moana yang dilempar berkali-kali ke luar kapal oleh Maui, berkali-kali pula kembali diangkat naik ke kapal oleh “ombak” terasa amat konyol. Pertemuan dengan karakter baru juga tidak menambah cerita menjadi menarik. Klimaks pun terasa kurang menggigit walau tertolong dengan adegan penutup yang manis.
Moana memiliki pencapaian visual serta musik tema lokal yang mengagumkan namun sayangnya tidak mampu menjaga tangga dramatik cerita serta elemen mistis yang dibangun sejak awal. Penggunaan elemen lokal dalam beberapa aspeknya, khususnya lagu dan musik, adalah kekuatan terbesar film ini. Jika dibandingkan dengan kisah putri tangguh sejenis macam The Little Mermaid, Mulan, serta Tangled, Moana memang masih satu level dibawah. Secara kualitas film-film produksi Pixar memang masih unggul namun kemungkinan tidak secara komersil. Dengan pesonanya Moana harus diakui pasti bakal menghibur penonton keluarga khususnya anak-anak.
WATCH TRAILER