Film diawali dengan seorang pria bernama John (Rio Dewanto) tiba-tiba terbangun mendapati dirinya di tengah hutan dalam keadaan terkubur. Ia tidak mampu mengingat asal usul dirinya serta bagaimana ia bisa berada di tempat tersebut. Setelah menelusuri hutan, ia menemukan sebuah rumah kabin serta sebuah petunjuk yang mencengangkannya. Ia menyadari harus menyelamatkan diri dan segera mencari anak-anaknya dari seorang misterius yang mencoba meneror keluarga mereka.
Seperti judul filmnya, Modus Anomali, mulai menampakkan aslinya ketika plot mulai berjalan lambat dan membingungkan. Segala macam petunjuk dalam cerita memiliki berbagai macam arti. Banyaknya petunjuk di persimpangan cerita mampu membuat penonton terkecoh sehingga harus bersabar dalam mengikuti alur kisahnya. Di sepertiga awal cerita juga sedikit membosankan karena hanya terfokus pada satu karakter saja. Joko Anwar sebagai sineas dan penulis naskah seperti film-filmnya Kala dan Pintu Terlarang, memang sengaja merancang sebuah cerita thriller yang membingungkan namun unik dan menarik untuk ditonton.
Secara teknis, film ini digarap dengan baik. Nyaris seluruh setting-nya digarap dengan sangat detil untuk ukuran film yang termasuk berbujet minim. Suasana Hutan dan kabin tidak kalah dengan film-film horor barat. Sepanjang film juga menggunakan teknik handheld camera, namun di awal film kamera selalu mengikuti tokoh utama dengan gerak kamera yang cukup kasar sehingga kurang nyaman ditonton. Satu pencapaian yang cukup istimewa adalah aspek efek suara, didukung dengan penggambaran atmosfir yang baik serta beragam detail dari efek suara dan iringan instrumen yang mencekam amat mendukung kisahnya yang membingungkan.
Rio Dewanto juga patut dipuji sebagai tokoh utama yang menjadi kunci dalam cerita filmnya. Dengan akting totalnya, yang sepanjang film selalu tampil gelisah dan ketakutan sangat membantu membangun jalan cerita. Dari sisi bahasa bicara, penggunaan bahasa Inggris memang patut dipertanyakan. Sepertinya ini memang tuntutan seorang Joko Anwar yang menginginkan filmnya disajikan seperti ini yang sudah tampak dari kisah dan pencapaian artistiknya yang memang kebaratan. Penggunaan bahasa Inggris memang agak janggal dan berkesan tidak masuk akal, terutama dari sisi aksen dan intonasi. Apakah memang film ini khusus untuk konsumsi penonton barat? Mengapa tidak sekalian mencari pemain aktor barat? Terlepas segala argumennya, dari satu sisi memang ini menjadi keunikan tersendiri.
Joko Anwar seperti film-filmnya sebelumnya memang memberi warna tersendiri di industri perfilman kita. Kisah filmnya selalu penuh intrik dan misteri plus kejutan-kejutan di klimaks film. Selera penonton awam memang sepertinya bukan sasaran sang sineas. Para sineas kita tidak perlu semata-mata hanya terfokus pada meningkatkan mutu namun keragaman genre juga patut diciptakan untuk menambah warna dan perkembangan Industri film kita ke arah yang lebih baik.
Anton Sugito
WATCH TRAILER