Mr. Harrigan’s Phone adalah film drama misteri arahan sineas kawakan John Lee Hancock. Naskahnya diadaptasi dari novel kompilasi horor If It Bleeds karya Stephen King. Film rilisan Netflix ini dibintangi Jaeden Martell, Donald Sutherland, Joe Tippet, dan Kirby Howell-Baptiste. Bermodal sineas dan sumber adaptasinya rasanya film ini bakal menjanjikan sesuatu yang menarik, benarkah?

Lima tahun sudah, Craig (Martell), bekerja pada kakek tua kaya raya, Harrison untuk membacakan novel, tiga kali dalam seminggu. Di sekolah, Craig adalah seorang bocah pendiam yang kerap di-bully rekan sekolahnya. Suatu ketika, Craig meraih hadiah ratusan dollar dari lotere yang diberikan oleh sang kakek. Craig memberikan hadiah sang kakek sebuah handphone untuk membantunya menyimak bisnis sahamnya secara online. Tak lama, sobat tuanya pun mendadak meninggal dan Craig meletakkan handphone sang kakek di dalam peti jenazah. Anehnya, Craig tak lama dihubungi oleh nomor handphone sang kakek.

Walau berjalan sangat lambat, premisnya yang menarik perlahan mulai terkuak. Apakah arwah sang kakek yang menghubungi Craig dari liang kubur? Apakah handphone sang kakek hanya di-hack? Pertanyaan ini menggelitik rasa penasaran kita. Belum lagi misteri tentang orang-orang di sekitar Craig yang tewas secara aneh. Apakah arwah sang kakek membantunya membalaskan dendam? Alih-alih mengarah ke sisi misteri dan horor dengan ketegangan mencekam, alurnya rupanya hanya berkutat di problem psikologis sang bocah. Pertanyaan-pertanyaan di atas tak mudah dijawab karena ini sepertinya hanya metafora belaka.

Ini yang menjadi problem arah kisahnya, apa sebenarnya yang ingin dituju? Apakah trauma Craig pada ibunya? Relasi batinnya dengan sang kakek? Atau dampak psikologis handphone terhadap pengguna? Atau semua ini hanya ada dalam pikiran Craig? Ataukah memang semua poin yang di atas? Pesan sebuah film tak mungkin serakus itu. Resolusinya pun tak jelas mengarah ke mana, karena tak ada konflik batin yang tegas dalam sang tokoh. Sikap dan aksi Craig juga terlihat selalu canggung, entah ini memang peran atau hanya akting.

Baca Juga  Resident Evil: The Final Chapter

Mr. Harrigan’s Phone memiliki premis menjanjikan tanpa pengembangan yang intens dan mencekam. Terlalu banyak hal yang ingin diusung dengan kisahnya yang serba tanggung. Hasilnya pula, semua serba tanggung. Jika saja, film ini mengarah ke horor, rasanya bisa lebih kuat untuk mengusung tema trauma maupun dampak buruk teknologi. Apapun yang dilakukan Craig, tak ada bedanya jika sang bocah berujung terbujur kaku tak bernyawa di dasar danau. Sayang, film ini telah melewatkan kesempatan bagus melalui talenta sang sineas, pemain, dan premis kisahnya. Seharusnya bisa lebih baik.

 

 

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
50 %
Artikel SebelumnyaJeepers Creepers: Reborn
Artikel BerikutnyaGood Mother (Festival Sinema Prancis)
Hobinya menonton film sejak kecil dan mendalami teori dan sejarah film secara otodidak setelah lulus dari studi arsitektur. Ia mulai menulis artikel dan mengulas film sejak tahun 2006. Karena pengalamannya, penulis ditarik menjadi staf pengajar di Akademi Televisi dan Film swasta di Yogyakarta untuk mengajar Sejarah Film, Pengantar Seni Film, dan Teori Film sejak tahun 2003 hingga tahun 2019. Buku film debutnya adalah Memahami Film (2008) yang memilah seni film sebagai naratif dan sinematik. Buku edisi kedua Memahami Film terbit pada tahun 2018. Buku ini menjadi referensi favorit bagi para akademisi film dan komunikasi di seluruh Indonesia. Ia juga terlibat dalam penulisan Buku Kompilasi Buletin Film Montase Vol. 1-3 serta 30 Film Indonesia Terlaris 2012-2018. Ia juga menulis Buku Film Horor: Dari Caligari ke Hereditary (2023) serta Film Horor Indonesia: Bangkit Dari Kubur (2023). Hingga kini, ia masih menulis ulasan film-film terbaru di montasefilm.com dan terlibat dalam semua produksi film di Komunitas Film Montase. Film- film pendek arahannya banyak mendapat apresiasi tinggi di banyak festival, baik lokal maupun internasional. Baru lalu, tulisannya masuk dalam shortlist (15 besar) Kritik Film Terbaik dalam Festival Film Indonesia 2022. Sejak tahun 2022 hingga kini, ia juga menjadi pengajar praktisi untuk Mata Kuliah Kritik Film dan Teori Film di Institut Seni Indonesia Yogyakarta dalam Program Praktisi Mandiri.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.