Murder on the Orient Express (2017)

114 min|Crime, Drama, Mystery|10 Nov 2017
6.5Rating: 6.5 / 10 from 301,805 usersMetascore: 52
When a murder occurs on the train on which he's travelling, celebrated detective Hercule Poirot is recruited to solve the case.

Murder on the Orient Express adalah film misteri – detektif yang diadaptasi dari novel termasyhur karya Agatha Christie. Film ini digarap sekaligus dibintangi oleh Kenneth Brannagh yang seperti kita tahu memiliki latar seni pertunjukan yang kuat. Film ini juga dibintangi sederetan bintang-bintang papan atas, sebut saja Johnny Depp, Michelle Pfeiffer, Daisy Ryder, Penelope Cruz, Judi Dench, Josh Gad, serta Willem Defoe. Novel populer ini sebelumnya juga pernah beberapa kali diadaptasi di beberapa medium termasuk film pada tahun 1974 serta serial TV.

Detektif nyentrik kenamaan, Hercule Poirot, terpaksa harus menunda liburannya di Istambul setelah secara mendadak kepolisian London memanggilnya. Ia beruntung bertemu dengan rekan lamanya, Bouc, yang juga kebetulan kondektur kereta api Orient Express sehingga ia mendapat tiket pulang untuk satu kabin. Belasan penumpang naik bersama Poirot di kereta api mewah ini. Dalam perjalanan, satu penumpang yang mengenali Poirot, Samuel Ratchett, menawarinya pekerjaan untuk melindungi dirinya dari seseorang yang ingin membunuhnya. Poirot pun menolaknya. Malamnya, Ratchett ditikam hingga tewas, dan sang detektif harus mengungkap kasus pembunuhan paling rumit yang pernah ia hadapi, di atas kereta api.

Bagi yang sudah membaca novelnya, tentu kejutan sudah tak ada lagi karena plot filmnya memang loyal ke sumber aslinya. Medium film bukanlah novel yang menyajikan kisahnya dengan amat rinci dan detail. Walau penokohan karakter cerita minim, namun fokus cerita pada penyelidikan setelah aksi pembunuhan membuat cerita masih mengalir dengan baik. Hanya saja, segala kerumitan dalam penyelidikan disajikan relatif cepat sehingga penonton agak sulit mencerna informasi demi informasi yang disajikan dalam tiap adegan. Terlebih bagi penonton awam yang belum membaca novelnya.

Baca Juga  The Unbearable Weight of Massive Talent

Namun, segala kerumitan cerita tertutup oleh pencapaian estetiknya yang memang istimewa. Tata artistik dalam tiap gerbong kereta berpadu dengan pergerakan dan sudut kamera yang mengesankan membuat film ini amat enak untuk ditonton. Satu tracking shot panjang yang mengikuti Poirot masuk ke dalam kereta menyusuri gerbong demi gerbong layaknya menyusuri panggung teater panjang yang kelak menjadi setting cerita. Satu lagi, kombinasi overhead shot, pergerakan kamera, dan long take dalam satu adegan paling krusial sepanjang filmnya disajikan dengan sangat brilian. Pencapaian artistik, sinematografi, serta permainan akting para pemainnya memang terasa sebagai panggung opera berjalan yang mengalir sangat indah.

Bagi fans Agatha Christie, Murder on the Orient Express rasanya tak akan semenarik ketika membaca novelnya, namun pencapaian artistik serta sinematografi yang amat menawan, cukup membawa opera berjalan ini layak untuk dinikmati. Brannagh sebagai sang sineas mampu memanfaatkan secara maksimal sudut dan lorong sempit dalam kereta untuk menuturkan kisahnya. Ia pun tidak mengecewakan bermain sebagai Poirot. Kabarnya jika film ini sukses akan diproduksi sekuelnya seperti disinggung pada adegan akhir yang merujuk karya novel Agatha Christie lainnya. Kita tunggu saja.
WATCH TRAILER

PENILAIAN KAMI
Overall
75 %
Artikel SebelumnyaCoco
Artikel BerikutnyaJustice League dan DCEU, Apa yang Salah?
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.