ootd

Kita tahu Dimas Anggara telah bermain dalam puluhan film dan beberapa series sejak belasan tahun lalu. Kini ia menjajal pengalaman baru dengan memproduseri sekaligus mengarahkan filmnya sendiri, yakni #OOTD: Outfit of the Designer. Bahkan bukan hanya ia sendiri yang melakukan debut, melainkan para penulis skenarionya pula, antara lain Indra Bayu, Tassia Mariska, dan Delly Muharyoso. Diproduksi oleh NIH Pictures yang juga masih baru. Kecuali Jihane Almira, Derby Romero, dan Asmara Abigail, para pemain sentral lainnya jarang terlihat mengisi peran selama ini, seperti Rangga Nattra, Jolene Marie, dan Givina Lukita. Melihat ada cukup banyak nama baru bermunculan lewat OOTD, bagaimana hasilnya kemudian?

Nare (Almira) merupakan mahasiswi bidang fashion yang sedang menempuh tugas akhir di kampusnya di Birmingham, Inggris. Pertemuannya dengan Bagas (Nattra) pun melahirkan ide-ide untuk memanfaatkan kultur ke-Indonesiaan dalam setiap desain yang ia ajukan. Segalanya berjalan mulus dan indah bersama sang kekasih dan menyenangkan dengan ketiga temannya, Mala (Lukita), Dantie (Marie), dan Luni (Abigail). Sampai sebuah tragedi terjadi gara-gara akal-akalan dua orang yang dikenal Nare. Alhasil, tragedi tersebut merusak seluruh rencana Nare akan masa depannya. Termasuk perkuliahannya.

Film roman di tanah perantauan yang kemudian berubah jadi momen pembelajaran bukanlah kali pertama ini saja. Latar belakang sebagai anak kuliahan juga sudah beberapa lebih dulu ada. Kita bisa melihatnya dalam Rentang Kisah (2020), Bumi Itu Bulat (2019), Ranah 3 Warna (2021), bahkan yang bernuansa keluarga macam Jalan yang Jauh, Jangan Lupa Pulang (2023). Faktor-faktor terkait persahabatan juga sudah terkandung dalam masing-masing film tersebut.

Terciptanya sebuah cerita dalam dunia film juga kerap tak lepas dari faktor latar, pengalaman, wawasan, pertimbangan, atau kreasi dari sang sutradara. Demikian pula yang terjadi dalam OOTD dengan nuansa glamor lewat busana ala kekinian, set, latar sosial dan ekonomi, habit para tokoh, serta unsur pendidikannya. Hanya memang tiga tawaran paling vokal dalam OOTD ialah soal fashion, pemanfaatan budaya dan kekayaan alam, serta perhatian akan lingkungan. Sayang malah agak kabur gara-gara muncul plot hamil tak terencana yang idenya entah datang dari mana.

Baca Juga  After Life

Kendati demikian, visual OOTD terbilang menyenangkan untuk disaksikan karena rangkaian kreasi dari segi editing. Beberapa pilihan komposisi dan cara pengambilan gambarnya juga dengan baik mendukung mood dari sejumlah adegan. Lagipula dua orang di balik dua aspek tersebut ialah Wawan I. Wibowo dan Faozan Rizal. Boleh jadi keputusan tepat bagi Anggara memilih keduanya untuk bekerja sama. Persis kebutuhan estetis yang kerap ada dalam film-film perihal fashion modern kebanyakan. Begitu pula dari segi musiknya.

Almira pun bermain dengan lebih solid dan kuat, dibanding perannya sebagai Alenda tahun lalu dalam Adagium. Di samping akting Abigail dengan ciri khas karakternya yang “nakal” dan nyentrik sejak Yuni (2021). Lain halnya Nattra dan Romero yang sekadar cukup memenuhi standar semata. Kabar baik sang sineas tidak sekalian mengisi salah satu peran.

#OOTD: Outfit of the Designer terbilang lumayan bagi seorang debutan, meski skenarionya lemah. Pilihan ending-nya dengan “melakukan sesuatu” terhadap nyawa salah seorang tokoh penting pun terlalu instan dan main aman. Walau demikian, Anggara cukup paham akan kebutuhan visual film ini. Mengingat, tak semua aktor maupun aktris yang menjajal kesempatan untuk menggarap filmnya sendiri, baik sebagai produser, penulis, maupun sutradara, mampu menghasilkan karya yang bagus. Minimal, paling tidak lumayan menghibur untuk dinikmati. Begitulah OOTD. Klise dan masih butuh cukup banyak perbaikan memang dalam skenario, tetapi dapat dikatakan sudah melakukan yang terbaik melalui olah visualnya.

PENILAIAN KAMI
Overall
65 %
Artikel SebelumnyaPetualangan Anak Penangkap Hantu
Artikel BerikutnyaAnatomy of a Fall
Miftachul Arifin lahir di Kediri pada 9 November 1996. Pernah aktif mengikuti organisasi tingkat institut, yaitu Lembaga Pers Mahasiswa Pressisi (2015-2021) di Institut Seni Indonesia Yogyakarta, juga turut andil menjadi salah satu penulis dan editor dalam media cetak Majalah Art Effect, Buletin Kontemporer, dan Zine K-Louder, serta media daring lpmpressisi.com. Pernah pula menjadi kontributor terpilih kategori cerpen lomba Sayembara Goresan Pena oleh Jendela Sastra Indonesia (2017), Juara Harapan 1 lomba Kepenulisan Cerita Pendek oleh Ikatan Penulis Mahasiswa Al Khoziny (2018), Penulis Terpilih lomba Cipta Puisi 2018 Tingkat Nasional oleh Sualla Media (2018), dan menjadi Juara Utama lomba Short Story And Photography Contest oleh Kamadhis UGM (2018). Memiliki buku novel bergenre fantasi dengan judul Mansheviora: Semesta Alterna􀆟f yang diterbitkan secara selfpublishing. Selain itu, juga menjadi salah seorang penulis top tier dalam situs web populer bertema umum serta teknologi, yakni selasar.com dan lockhartlondon.com, yang telah berjalan selama lebih-kurang satu tahun (2020-2021). Latar belakangnya dari bidang film dan minatnya dalam bidang kepenulisan, menjadi motivasi dan alasannya untuk bergabung dengan Komunitas Film Montase sejak tahun 2019. Semenjak menjadi bagian Komunitas Film Montase, telah aktif menulis hingga puluhan ulasan Film Indonesia dalam situs web montasefilm.com. Prestasi besar terakhirnya adalah menjadi nominator Festival Film Indonesia 2021 untuk kategori Kritikus Film Terbaik melalui artikel "Asih, Cermin Horor Indonesia Kontemporer" bersama rekan penulisnya, Agustinus Dwi Nugroho.

1 TANGGAPAN

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.