Film-film adaptasi komik dari portal penerbitan Webtoon mulai turut meramaikan layar lebar sejak rilis si Juki the Movie (2017) dan Terlalu Tampan (2019). Giliran Pasutri Gaje karya Annisa Nisfihani dialihwahanakan dengan arahan Fajar Bustomi dan skenario garapan Alim Sudio. Kali keempat kerja sama mereka semenjak Mariposa (2020) dan dua volume Buya Hamka (2023). Dimainkan dengan ramai, antara lain oleh Reza Rahadian, Bunga Citra Lestari (BCL), Indro Warkop, Ira Wibowo, Arifin Putra, Zsa Zsa Utari, Nadine Alexandra, dan Andre Taulany. Kerap ada tawaran unik dan cenderung dengan kelucuan aneh dari komik-komik Webtoon yang berkesempatan diadaptasi menjadi film. Bagaimana dengan Pasutri Gaje?

Adimas (Rahadian) dan Adelia (BCL) baru saja melangsungkan pernikahan mereka setelah melalui upaya sulit mendapat restu ayah Adelia, Idris (Indro). Mereka merupakan pasangan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di kantor kecamatan dan kelurahan yang mesti banyak menabung demi masa depan. Jadi walau telah punya rumah sendiri, keduanya menunda rencana untuk memiliki anak. Sayangnya, desakan terus datang dari ayah Adelia secara tidak langsung terhadap Adimas, sehingga ia sendiri kelimpungan hendak berpihak pada keinginan siapa.

Kali terakhir adaptasi Webtoon komedi dengan gaya visualisasi yang hampir serupa ialah melalui Terlalu Tampan lima tahun lalu. Meski tidak secara spesifik menggunakan beragam animasi, tetapi konsepnya sama-sama berada dalam koridor komedi ringan yang aneh dan hiperbolis. Terlepas sumber materinya, senada bagaimana Sweet 20 (2017) dan Mahasiswi Baru (2019) pula. Namun, bila dibandingkan besaran totalitasnya dari segi estetik, Pasutri Gaje memaksimalkan setiap potensi yang ada lewat beragam cara. Mulai dari editing dengan beragam “pernak-pernik” animasi dan variasi transisinya, serta artistik (termasuk setiap properti) dengan warna-warnanya. Tak pelak bila sejak awal Pasutri Gaje memang total komedi dengan kesan gaje (enggak jelas)-nya.

Baca Juga  Perjaka Terakhir, Satu Lagi Komedi Konyol

Kendati demikian, skenario Pasutri Gaje sendiri bukanlah jualan baru hari-hari ini. Sudah jamak kisah-kisah tentang kesulitan mendapat restu, tuntutan segera punya momongan, kecemburuan karena menduga ada pihak ketiga, trust issue, sikap-sikap setiap mertua dengan pemikirannya, ataupun rekan satu profesi kemudian berumah tangga. Ada Bu Tejo Sowan Jakarta yang baru rilis bulan lalu, juga Mohon Doa Restu (2023), Ganjil Genap (2023), pun Cek Toko Sebelah 2 (2022), atau Sehidup Semati (2024) dengan nuansa gelapnya. Bahkan yang jauh dari wilayah timur Indonesia seperti Orpa (2023) pun tentang aturan orang tua, pernikahan, dan kebebasan. Intinya, memang tidak seistimewa itu. Kecuali fakta bahwa ceritanya diangkat dari sebuah komik membedakan Pasutri Gaje dengan semua contoh tersebut.

Nama-nama yang kemudian memainkan peran-peran komikal dalam Pasutri Gaje nyatanya juga tak main-main. Masing-masing dengan kecakapan yang mumpuni, walau tak bakal mungkin sepenuhnya persis karakter aslinya dalam komik. Namun, tetap patut diakui bila mereka telah memanifestasikan setiap karakternya dengan baik. Khususnya para tokoh sampingan yang tak boleh dilupakan, macam Pak Camat (Taulany), Pak RT (Tarzan), serta Meka (Putra) dan Sri (Utari).

Walau dengan cerita ringan pasaran, tetapi Pasutri Gaje tampil maksimal lewat totalitas editing dan artistiknya. Dua aspek yang memberi pengaruh paling besar terhadap film ini, di atas olah peran para pemain. Adaptasi komik Webtoon pertama dari sang sineas dan penulis, dengan hasil yang terbilang memuaskan secara estetik. Keduanya pun sama-sama tercatat telah lama malang melintang menggarap sejumlah film komedi romantis. Meski kolaborasi mereka sebelum ini terbilang berat dalam Hamka & Siti Raham Vol. 2 (2023).

PENILAIAN KAMI
Overall
70 %
Artikel SebelumnyaAli Topan
Artikel BerikutnyaMr. & Mrs. Smith
Miftachul Arifin lahir di Kediri pada 9 November 1996. Pernah aktif mengikuti organisasi tingkat institut, yaitu Lembaga Pers Mahasiswa Pressisi (2015-2021) di Institut Seni Indonesia Yogyakarta, juga turut andil menjadi salah satu penulis dan editor dalam media cetak Majalah Art Effect, Buletin Kontemporer, dan Zine K-Louder, serta media daring lpmpressisi.com. Pernah pula menjadi kontributor terpilih kategori cerpen lomba Sayembara Goresan Pena oleh Jendela Sastra Indonesia (2017), Juara Harapan 1 lomba Kepenulisan Cerita Pendek oleh Ikatan Penulis Mahasiswa Al Khoziny (2018), Penulis Terpilih lomba Cipta Puisi 2018 Tingkat Nasional oleh Sualla Media (2018), dan menjadi Juara Utama lomba Short Story And Photography Contest oleh Kamadhis UGM (2018). Memiliki buku novel bergenre fantasi dengan judul Mansheviora: Semesta Alterna􀆟f yang diterbitkan secara selfpublishing. Selain itu, juga menjadi salah seorang penulis top tier dalam situs web populer bertema umum serta teknologi, yakni selasar.com dan lockhartlondon.com, yang telah berjalan selama lebih-kurang satu tahun (2020-2021). Latar belakangnya dari bidang film dan minatnya dalam bidang kepenulisan, menjadi motivasi dan alasannya untuk bergabung dengan Komunitas Film Montase sejak tahun 2019. Semenjak menjadi bagian Komunitas Film Montase, telah aktif menulis hingga puluhan ulasan Film Indonesia dalam situs web montasefilm.com. Prestasi besar terakhirnya adalah menjadi nominator Festival Film Indonesia 2021 untuk kategori Kritikus Film Terbaik melalui artikel "Asih, Cermin Horor Indonesia Kontemporer" bersama rekan penulisnya, Agustinus Dwi Nugroho.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.