Di tahun 1981, seorang penyanyi ternama (Ayu Laksmi), sakit selama kurang lebih tiga tahun yang membuat keluarga mereka harus hidup dalam kesusahan. Rumah mereka digadai untuk biaya pengobatan. Suaminya, Siswono (Bront Palarae) beserta keempat anaknya Rini (Tara Basro), Tony (Endy Arfian), Bondi (Nasar Annuz,), dan paling bungsu Ian ( M. Adhiyat ) terpaksa harus mengungsi ke rumah nenek mereka yang letaknya di wilayah pinggiran dekat areal pekuburan. Melalui design make up dan gesture si Ibu, kita bisa melihat ada yang tidak wajar dengan sakit yang dialami wanita ini. Dan benar saja, sejak saat itu kejadian-kejadian aneh terjadi menimpa setiap penghuni rumah. Dan selepas kematian sang Ibu, teror semakin sering terjadi. Berjalannya waktu, misteri dibalik semua ketidakwajaran yang ada, sedikit demi sedikit mulai terungkap.
 Pengabdi Setan adalah remake dari film berjudul sama karya Sisworo Gautama yang pada masanya menjadi film populer di kalangan para pecinta film seram. Pada versi orisinalnya pesan agama sangat kental sedangkan di versi remake garapan sineas kondang tanah air, Joko Anwar, film ini dikemas dengan lebih modern, baik secara teknis maupun cerita. Beberapa perubahan cerita juga dilakukan. Unsur agama masih ada, hanya saja kali ini tidak dominan. Jika membandingkan dengan versi terdahulunya, versi baru ini jauh lebih superior baik secara teknis maupun cerita.
Sejak awal film suasana seram telah dibangun dengan sabar dan sangat baik melalui pengadegananya. Meskipun teknik yang dipakai untuk meneror penonton bukanlah sesuatu yang baru, namun dengan kreatif dan bijak sang sineas mampu mengaplikasikanya secara efektif. Seperti adegan ketika Rini bermimpi, lagu yang diputar dari piringan hitam maupun radio, lukisan, hingga sosok hantunya sendiri berhasil membuat penonton menjerit ketakutan.
Aspek teknis menjadi kekuatan utama film ini, setting, sinematografi, dan musik digunakan sangat baik di film ini, bahkan lebih baik jika dibandingkan dengan film horor produksi lokal lainnya. Setting rumah maupun areal pekuburan terlihat begitu menyeramkan. Pemilihan latar cerita tahun 80-an juga menjadi keputusan yang tepat, bahkan beberapa elemen cerita juga digagas dari keterbatasan teknologi yang ada pada masa itu. Aspek sinematografi juga sangat mapan, tata cahaya serta komposisi gambar sangat baik memvisualisasikan setiap adegan sepanjang filmnya.
Akting seluruh pemain mungkin bisa dibilang biasa saja, Tara Basro, Bront Palarae dan para pemain utama lainnya bermain dengan baik, hanya saja tidak terlalu menonjol, bahkan yang justru mencuri perhatian adalah si cilik, M. Adhiyat sebagai Ian.
Meski kualitas teknisnya sangat baik, terdapat beberapa lubang kecil di plotnya. Beberapa adegan terkesan memaksa, seperti kepergian sang ayah tanpa ada penjelasan yang cukup, yang motifnya tentu sebagai pembatas masalah semata. Hal lain yang juga terasa janggal adalah keberadaan hantu sang “Ibu”. Dari awal, sosok ini sangat dominan muncul meneror setiap anggota keluarga, tapi pada seperempat akhir cerita, sosok hantu ini menghilang entah kemana tanpa ada penjelasan yang berarti. Unsur family value yang coba diangkat pun juga masih terasa tanggung.
Pengabdi Setan bisa dikatakan adalah film horor terbaik yang pernah diproduksi di negeri ini. Kemapanan teknis dan kemasan menjadi kekuatan utama filmnya. Tentunya, hal ini memberi angin segar bagi industri film horor Indonesia. Standar tinggi yang dicapai film ini, semoga kelak bisa diikuti oleh film horor lain yang diproduksi setelahnya.
WATCH TRAILER