Film yang diadaptasi dari novel Perahu kertas karangan Dewi Lestari ini konon akan diangkat kisahnya menjadi dua film. Film ini bercerita tentang dua orang remaja, Keenan (Adipati Dolken) dan Kugy (Maudy Ayunda). Awal kisah mereka bermulai dari pertemuan di stasiun kereta. Kugy adalah lulusan SMA yang baru saja kuliah di Bandung. Ia hobi menulis dongeng sehingga ia masuk ke jurusan sastra. Keenan baru pulang dari Belanda dan kuliah di jurusan ekonomi karena tuntutan ayahnya dan ia juga memilki hobi melukis. Awal bertemu mereka terlihat sangat akrab. Keenan tertarik dengan bakat Kugy begitu pula sebaliknya. Hubungan persahabatan merenggang ketika Wanda (Kimberly Ryder) berusaha mendekati Keenan, apalagi setelah ia memasang semua lukisan Keenan di galeri lukisan milik ayahnya. Belakangan Keenan pun juga tahu bahwa Kugy ternyata sudah memiliki pacar sejak SMA.
Cerita film berjalan dengan tempo cepat. Perubahan cerita dan munculnya konflik yang semakin meningkat menjadi menarik untuk diikuti jalan ceritanya. Kedua tokoh utama yang sama-sama punya bakat dan dekat dengan dunia seni menjadi bumbu penyedap film ini. Satu adegan yang sangat menarik ketika Keenan membaca dongeng milik Kugy dan mencoba memvisualisasikan tokoh-tokohnya dalam bentuk lukisan karikatur. Di sini chemistry mereka berdua terbangun cukup baik. Mereka asyik dengan dunia mereka sendiri namun menghargai kelebihan satu sama lain. Apalagi setelah masuknya Keenan sebagai agen Neptunus ke dunia dongeng (dunia Neptunus), yang diciptakan oleh Kugy. Kedekatan hubungan mereka dibangun intens sejak awal cerita. Namun sayangnya sisi seni dongeng dan lukis kurang digali lebih jauh lagi, contohnya saja Kugy ketika adegan di sekolah lit dengan setting yang hampir menyerupai negeri dongeng kurang menyatu pada cerita utamanya. Alangkah lebih kuat apabila sisi dongeng lebih dikuak dan bisa saja dihubungkan dengan “Dunia Neptunus” atau bisa pula skripsi yang dibuat oleh Kugy. Namun disayangkan pula sekali plot “sekolah Alit” yang menarik ini hilang di tiga perempat film.
Setelah mereka berpisah dan lulus kuliah, cerita berjalan dengan simultan menggambarkan kehidupan mereka berdua secara terpisah. Penyelesaian film ini dibuat mengambang dan tanpa penyelesaian yang jelas (bisa jadi baru terjawab di film keduanya). Kugy akhirnya berpacaran dengan bosnya di kantor dan Keenan juga menjalin cinta dengan seorang gadis Bali. Apakah Kugy dan Kenann mencintai dan bahagia dengan pasangannya masing-masing juga masih tak jelas. Tak ada chemistry sedekat Kugy dan Kennan ketika di awal cerita. Akhir cerita Keennan dan Kugy bertemu lagi. Apakah “radar Neptunus” (simbol ikatan batin dalam dunia dongeng mereka) yang mempertemukan mereka? Atau hanyalah kebetulan semata? Semuanya masih belum terjawab.
Seperti film-film Hanung sebelumnya, film ini secara teknis sudah baik. Salah satu yang menonjol adalah aspek musik yang mengiringi setiap adegannya sangat pas mendukung romantisme hubungan Kugy dan Keenan. Beberapa setting cukup menarik adalah ketika di sekolah alit yang kental sekali dengan suasana anak-anak dan negeri dongeng. Kali ini Hanung memproduksi film drama remaja yang ringan dan menghibur namun alangkah indahnya kalau ada pesan moral tentang kehidupan yang akan memperdalam cerita filmnya.