Pocong The Origin merupakan besutan sutradara kondang Monty Tiwa. Sang sutradara telah memproduksi puluhan film, termasuk beberapa film horor, seperti Pocong 3 (2007) dan Keramat (2009), walaupun kita lebih mengenal sang sineas dalam genre komedi dan drama romantis. Sang sineas pernah terlibat dalam produksi film Pocong (Dendam yang Tak Bisa Mati/2006) sebagai penulis naskah yang disutradarai Rudi Soedjarwo. Konon, film tersebut tidak lulus sensor hingga tidak ditayangkan di bioskop. Sepertinya, sang sineas ingin me-“remake” kembali film ini melalui Pocong The Origin.
Film ini bercerita tentang seorang narapidana terpidana pembunuhan bernama Ananta (Surya Saputra) yang dieksekusi mati. Sang sipir penjara pun meminta Sasti (Nadya Arina), putri Ananta, agar membawa jenasah ayahnya ke kampung halamannya bernama Desa Cimacan. Sasti diantar salah satu sipir penjara bernama Yama (Samuel Rizal) menggunakan mobil jenasah. Dalam perjalanan, mereka mendapati hal-hal aneh dan gangguan yang membuat perjalanan mereka tak begitu lancar.
Sang sineas sebelumnya kita kenal sering bereksplorasi dengan berbagai macam genre dalam filmnya. Contohlah beberapa waktu lalu, Reuni Z yang memadukan genre komedi-thriller, serta Barakati yang memadukan genre horor-petualangan. Dalam Pocong The Origin, kini ia memadukan genre horor dengan perjalanan (road movie). Jarang sekali kita melihat kombinasi genre ini dalam sebuah film. Biasanya pula, film horor ber-setting di sebuah lokasi terbatas seperti rumah, sekolah, rumah sakit, dan kali ini di dalam sebuah mobil jenazah. Ini yang menjadi nilai plus filmnya. Satu hal lagi yang membuat berbeda dari film horor lainnya adalah sisi drama yang memiliki porsi lebih. Penonton digiring untuk merasakan hubungan sang Ayah dan sang putri, melalui flashback yang disajikan. Satu hal pula yang membuat kisah horornya menarik adalah background sang Ayah yang konon memiliki ilmu hitam Banaspati yang ditakuti banyak orang.
Perjalanan berkendaraan Sasti dan Yama ke Cimacam menjadi kunci plot filmnya. Mereka berangkat dari penjara pada siang hari dan perjalanan mereka memakan waktu sekitar 7-8 jam. Inti masalahnya ada di sepanjang perjalanan ini. Sayangnya, konflik-konflik yang mereka hadapi terasa tanggung dan mengulang, terlebih bicara trik horornya. Beberapa momen terasa datar dan tak menunjukkan perubahan intensitas ketegangan. Baru pada babak klimaks, unsur ketegangan muncul, walau hanya sesaat. Seperti biasa, kejanggalan-kejanggalan kecil pun muncul. Contohlah ketika mobil yang mereka gunakan akan kehabisan bensin di tengah hutan. Anehnya, di sana mereka menemukan sebuah pom bensin hingga beberapa penonton di bioskop pun nyeletuk, “Kok ada pom bensin, di tengah hutan”.
Tak hanya kisahnya yang unik, sisi teknis filmnya juga memiliki beberapa kelebihan. Setting penjara yang berkesan kuno dan horor cukup membangun mood di awal filmnya. Kabarnya, lokasi mengambil di Benteng Van Der Wijk Gombong, Jawa Tengah. Film ini juga didukung unsur musik dan lagu keroncong “Di Bawah Sinar Bulan Purnama” yang mampu membuat penonton masuk dalam kisahnya. Nadya Karina berhasil membangun karakter Sasti yang cenderung diam dan emosional karena masih teringat memori bersama sang ayah. Sementara Samuel Rizal sebagai Yama tampil menghibur dengan tingkah kocaknya, hanya sayangnya sedikit memaksakan aksen Jawa yang terasa janggal bagi orang yang mengenali aksen ini. Terlepas dari kelemahannya, setidaknya Pocong The Origin membawa warna baru bagi genre horor dalam perfilman kita, serta sisi penekanan sisi drama yang dikemas dengan plot road movie.
WATCH TRAILER