Prince of Persia: The Sands of Time (2010)
116 min|Action, Adventure, Fantasy|28 May 2010
6.5Rating: 6.5 / 10 from 309,099 usersMetascore: 50
A young fugitive prince and princess must stop a villain who unknowingly threatens to destroy the world with a special dagger that enables the magic sand inside to reverse time.

Prince of Persia: The Sands of Time merupakan film adaptasi yang diadaptasi dari game populer berjudul sama. Film ini digarap oleh Mike Newell yang sebelumnya pernah menggarap salah satu seri sukses, yakni Harry Potter and The Goblets of Fire (2005). Produser ternama Jerry Bruckheimer mencoba berjudi dengan seri petualangan baru setelah sukses seri Pirates of the Carribean. Film ini dibintangi oleh Jake Gyllenhaal, Genma Arterton, Ben Kingsley, serta Alfred Molina.

Dastan (Gyllenhaal) adalah seorang pangeran negeri Persia yang diadopsi oleh raja Persia setelah ia menunjukkan semangat dan keberaniannya semasa ia kecil. Tanpa sepengahuan sang raja, dua saudara Dastan atas desakan paman mereka, Nizam (Kingsley) berniat menyerang kota suci Alamut yang konon tak terkalahkan. Dastan yang semula ragu akhirnya membantu dua saudaranya dan bahkan membantu meraih kemenangan. Tanpa sengaja Dastan mendapatkan sebuah belati aneh yang ternyata memiliki kekuatan maha besar. Tanpa diduga ternyata belati ini menimbulkan masalah demi masalah bagi Dastan. Ia dituduh membunuh raja Persia dan menjadi buron. Bersama putri kota Alamut, Tamina (Arterton), Dastan berusaha mencegah terjadinya malapetaka yang lebih besar.

Dibandingkan dengan film-film adaptasi game lainnya, Prince of Persia terbilang yang paling serius, sebut saja seperti seri Resident Evil, Alien vs Predator, Silent Hill, hingga Max Payne. Film ini diproduksi dengan bujet lebih $150 juta dengan menggunakan efek visual, setting dan kostum wah, seperti lazimnya film-film besar musim panas lainnya. Kolaborasi produser kawakan, Jerry Bruckheimer serta sineas sekelas Mike Newell tentunya kita boleh berharap sesuatu yang berbeda dalam film ini.

Satu masalah besar dalam cerita filmnya adalah masalah “waktu”. Satu kelemahan jika cerita bermain-main dengan unsur waktu adalah plot yang mudah ditebak. Sudah terlalu banyak film yang bermain dengan plot sejenis dan film ini sama sekali tidak menawarkan sesuatu yang berbeda. Karakter-karakter penting mendadak “dihilangkan” dengan cara sepele. Peristiwa demi peristiwa mengalir dengan cepat tanpa istirahat dan kadang tanpa penjelasan yang memadai. Semuanya mengarah ke sebuah penyelesaian cerita yang “sepele”, dan nyatanya benar. Dari sisi cerita juga ada yang aneh dan lucu. Nizam berniat menggunakan belati “waktu” untuk menguasai dunia. Sementara Dastan dan Tamina berusaha mencegah Nizam karena belati “waktu” tersebut akan memicu kiamat. Bagaimana pun hasilnya Nizam tua yang malang tak akan bisa menguasai dunia. Sudah sejak awal penonton yang cermat telah mengetahui hasil akhirnya.

Baca Juga  The Conjuring 2

Di luar masalah cerita, Prince of Persia adalah film yang menghibur. Sekuen-sekuen aksinya tersaji dengan seru dan menarik, sedikit berbeda dengan film-film fantasi petualangan lainnya. Seperti dalam game-nya, Dastan seringkali menyajikan aksi-aski akrobatik (mirip Parkour) yang atraktif dan mengesankan serta lincah; berlompatan dari gedung ke gedung, berayun diantara tiang, dan lainnya. Satu perkelahian apik tercatat ketika Dastan bertarung melawan satu pendekar Hasassin yang menggunakan cambuk. Sebuah aksi pertarungan yang disajikan dengan begitu dinamis, atraktif, dan orisinil. Sementara sekuen-sekuen aksi besar yang menggunakan rekayasa digital seperti pada sekuen klimaks justru tercatat biasa-biasa saja. Film ini sepertinya justru jauh lebih menarik jika lebih diperbanyak perkelahian satu lawan satu ketimbang sekuen-sekuen aksi besar yang menggunakan efek visual. Satu nilai lebih lainnya adalah sisipan unsur komedinya yang cukup segar. Satu karakter yang menarik perhatian adalah Shiek Amar yang diperankan Alfred Molina si pemilik balapan unta. Sementara Gyllenhaal dan Arterton bermain kompak dan memiliki chemistry yang cukup untuk mendukung cerita filmnya.

Prince of Persia secara umum adalah film yang sangat menghibur penonton kebanyakan. Masih meragukan apakah fans game-nya juga akan menyukai filmnya. Dari sisi sang produser, film ini jelas jauh dibandingkan pencapaian seri Pirates of the Carribean. Dari sisi sang sineas, film ini jelas sangat jauh jika dibandingkan pencapaian Harry Potter and The Goblet of Fire. Kemungkinan sekuel? Jawabnya ya walau rasanya tidak mungkin film ini sukses komersil seperti seri Pirates. Rupanya kita masih menanti film adaptasi game lainnya yang bermutu tinggi.

PENILAIAN KAMI
Overall
60 %
Artikel SebelumnyaRobin Hood
Artikel BerikutnyaThe A-Team
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses