Red Sparrow (2018)

140 min|Action, Drama, Thriller|02 Mar 2018
6.6Rating: 6.6 / 10 from 205,476 usersMetascore: 53
Prima ballerina Dominika Egorova turns dangerous Sparrow.

    Setelah Atomic Blonde yang sukses tahun lalu, rupanya sosok agen wanita tangguh masih menjadi tren. Berbeda dengan Blonde yang mengandalkan aksi-aksi dengan gaya unik, Red Sparrow lebih menekankan pada sisi ketegangan dan emosi yang mampu membuat kita penasaran sepanjang filmnya. Sebuah permainan psikologis dan manipulatif tingkat tinggi yang dimainkan amat baik oleh sang bintang, Jennifer Lawrence, yang membuat sulit ditebak arah filmnya. Sang sineas, Francis Lawrence yang juga menggarap tiga film terakhir seri The Hunger Games, rupanya sudah mengincar talenta sang aktris. Kisah filmnya sendiri diadaptasi dari novel berjudul sama karya Jason Matthews. Satu hal lagi, film ini juga jelas bukan untuk tontonan remaja karena sarat adegan seks dan kekerasan yang amat brutal, dan suntingan sensor di sana-sini bisa kita rasakan.

     Secara keseluruhan plot film berjalan dengan tempo yang lambat, namun demikian berjalannya waktu mampu menghanyutkan penontonnya adegan demi adegan. Kisahnya menampilkan sekilas latar belakang sosok Dominika Egorova, sang bintang balet, yang amat sayang dengan ibunya yang tengah sakit keras. Satu musibah terjadi yang membuang jauh-jauh impiannya, dan sang paman yang juga seorang petinggi intelejen Rusia, memberinya solusi hingga ia masuk ke sekolah agen/mata-mata “Sparrow”. Selama pelatihan yang menekankan pada sisi mental dan psikologis, kita tahu kisah filmnya kelak bakal mengarah ke mana. Dan benar, tak lama ia mendapat misi di Hungaria untuk menggali info dari seorang agen CIA tentang keberadaan mata-mata Rusia. Sejak momen inilah perkembangan cerita menjadi sangat menarik.

Baca Juga  The Flash

    Sepanjang film, kita mampu dibuat gusar oleh sikap Dominika yang tak jelas berpihak ke siapa. Seperti sosok Dominika yang begitu manipulatif, kita pun setiap saat selalu dibuat bertanya-tanya. Pada satu momen, seolah ia berpihak ke musuh, namun pada momen berikutnya ia seolah berpihak ke Rusia, ataukah ia hanya bertindak spontan mengikuti ke mana ia dibawa untuk kepentingannya sendiri? Hal ini yang membuat kisah filmnya begitu menarik. Dukungan aspek sinematografi yang menawan dan setting suram sepanjang filmnya semakin menambah kuat tone kisah filmnya yang selalu berada di wilayah abu-abu.

    Berbeda dengan film tipikal genrenya yang mengandalkan aksi, Red Sparrow merupakan drama thriller intens yang konstan menggugah rasa penasaran penonton, sekalipun bukan yang terbaik di genrenya. Walau film ini menggunakan pendekatan berbeda, namun entah mengapa formula baku genrenya tetap tidak bisa hilang begitu saja. Pilihan penutup begitu tipis, yaitu hitam, putih, atau abu-abu. Hanya ini, dan film bergenre ini sudah terlampau banyak. Film-film tipikal genrenya, lazimnya menutup kelemahan ini dengan adegan aksi-aksi yang heboh dan menegangkan, dan sekuat apapun Red Sparrow mencoba, hasil akhirnya masih terasa kurang menendang.

WATCH TRAILER

PENILAIAN KAMI
Overall
60 %
Artikel SebelumnyaLady Bird
Artikel BerikutnyaDeath Wish
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.