Produser:
Chand Parwez Servis, Fiaz Servia
Sutradara:
Herdanius Larobu
Pemain:
Jovial da Lopez, Donna harun, Fendy Chow, Dina Anjani, Natasha Wilona, Bayu Skak
Produksi:
Starvision Plus
Relationshit (2015) merupakan film yang diangkat dari novel karya Alitt Susanto. Film ini mengisahkan Alitt (Jovial da Lopez), seorang penulis novel best seller yang terpuruk saat hubungannya diputus oleh Wina (Dina Anjani). Sahabat baiknya, Supri (Bayu Skak) berusaha untuk terus memberinya semangat hingga akhirnya Alitt bertemu dengan Vivi (Natasha Wilona) yang mencintainya dengan tulus. Namun Alitt belum bisa sepenuhnya move on, sehingga Supri, Wina dan Andrew (Fendy Chow) harus ikut turun tangan.
Ide cerita yang sederhana sebenarnya bisa disajikan dengan baik jika dikemas dengan baik disertai dengan bumbu-bumbu yang pas. Unsur komedi telah disajikan sebanyak mungkin, namun sayangnya guyonan-guyonan yang dihadirkan masih tampak remeh. Unsur komedi yang disajikan tidak intelek dan masih terlalu gamblang, diperparah dengan kualitas akting yang seadanya. Ekspresi dan gerak tubuh para pemain terlihat kaku. Performa Jovial de Lopez dan Bayu Skak yang merupakan Youtubers dan komika yang sedang hits belum bisa dinyatakan unggul. Akting dari pemeran karakter-karakter pembantu malah lebih bisa dinikmati daripada akting karakter utama, selain itu dari segi visual mereka juga tampak lebih menarik.
Film ini memberikan pesan yang baik, karena maknanya dapat bermanfaat bagi penonton khususnya remaja kekinian karena banyak memasukkan unsur kekinian seperti penggunaan social media. Tetapi dialog yang digunakan tidak merepresentasikan pesan dengan baik, dan cara penyampaiannya juga tidak dilakukan dengan baik oleh divisi akting.
Tidak ada yang istimewa dari segi ilustrasi musik, sehingga mood film tidak terbantu. Hanya terdapat penggunaan beberapa lagu populer yang tetap juga tidak memberikan kontribusi yang signifikan. Dari segi kostum dan artistik tampak seadanya, dan memperlihatkan bahwa film ini berbujet rendah. Tone pada gambar disajikan dengan sangat orisinil, padahal sebenarnya akan menjadi lebih baik jika tone diubah menjadi lebih soft sehingga film tampak lebih berkualitas dan mampu menutupi kekurangan-kekurangan dari berbagai aspek lainnya.
Perlu dipertanyakan mengapa film dengan kualitas seperti ini masih menarik perhatian penonton. Mungkin memang penonton masih menyukai tema film komedi yang gamblang sehingga film sekelas ini terus diproduksi secara berkelanjutan. Tidak heran jika kualitas film Indonesia masih berjalan ditempat karena toh pada kenyataannya masyarakat Indonesia memang masih menyukai film sejenis ini meskipun telah tersedia begitu banyak film dengan kualitas yang lebih baik, baik produksi dari dalam maupun luar.