Apa yang terjadi jika sosok Dracula dalam kisah Bram Stoker masih hidup hingga era modern kini? Uniknya pula, pusat cerita adalah sosok sang asistennya, Renfield, bukan sang monster. Renfield adalah film horor komedi yang diadaptasi lepas dari novel aslinya yang diarahkan oleh Chris McKay. Bintang-bintang tenar mengisi para pemainnya, yakni Nicholas Hoult, Nicholas Cage, hingga Awkwafina. Film rilisan Studio Universal berbujet USD 65 juta ini kini telah dirilis platform Prime Video dan Apple TV.

Setelah lolos dari maut oleh para pemburu vampir belasan dekade tahun lalu, Dracula (Cage) membutuhkan waktu lama untuk memulihkan kekuatannya. Bersama asisten loyalnya, Renfield (Hoult) mereka pun berpindah lokasi hingga mendapat sarang baru di basement eks rumah sakit di Kota New Orleans. Sejalan dengan jaman yang semakin modern, kesadaran Renfield pun mulai tumbuh. Ia bahkan mengikuti sesi terapi di gereja untuk bisa lepas dari hubungan toxic dengan majikannya. Dalam satu momen, Renfield menolong seorang polisi muda bernama Rebecca (Awkfafina) yang aksinya menarik perhatian gembong kriminal di kota tersebut. Sementara Dracula yang telah pulih pun kini mengincar Renfield yang telah membelot darinya.

Premis Renfield memang amat menarik. Film ini bahkan menggunakan tribute pengadeganan Dracula (1931) dalam montage-nya untuk memaparkan eksposisi kisahnya. Seolah kisah Renfield adalah lanjutan dari film klasik tersebut. Namun naskah dan tone komedi pula yang mematikan kisahnya. Cage yang sebenarnya tampil memukau sebagai Dracula dan sejatinya menjadi ancaman terbesar menjadi kurang greget dalam kisahnya. Kisahnya terkesan setengah matang dan serba tanggung dalam eksekusinya. Orang-orang masa kini juga tampak familiar dengan sosok Dracula, bagaimana bisa? Melalui film atau novelnya? Ini konyol. Film ini menjadi berkesan tidak serius dan main-main. Tidak serius bermakna tidak ada ancaman. Tidak ada ancaman berarti minim ketegangan. Aksinya yang menjadi sajian utama juga sama tak membekasnya.

Baca Juga  The Cloverfield Paradox

Dengan premis menjanjikan serta bintang-bintangnya, Renfield tak mampu menunjukkan taringnya melalui kisah aksi komedi medioker. Bujet USD 65 juta bukanlah angka yang kecil untuk sebuah film. Melihat pencapaian box-office-nya pun hasil flop sudah di depan mata. Sayang sekali, film ini telah membuang-buang talenta bintang dan premis kisahnya. Bulan Agustus mendatang, konon Universal juga merilis The Last Voyage of the Demeter yang juga diadaptasi dari satu bab dalam novel Dracula. Melihat sajian trailer-nya, sepertinya film ini jauh lebih menjanjikan. Lewatkan film yang satu ini dan kita nantikan saja film tersebut.


1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
50 %
Artikel SebelumnyaThe Glory
Artikel BerikutnyaEvil Dead Rise
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.