Ngelimbang (2015) adalah film debut arahan rekan kami, Rian Apriansyah dengan rumah produksi independennya, Becuasfilm. Walau sang sineas memproduksi filmnya secara mandiri di kampung halamannya di Desa Beruas, Pangkal Pinang, Pulau Bangka, namun, baik ide maupun konsepnya masih dalam bimbingan rekan-rekan Montase Productions . Potensi ide dan cerita di wilayah Bangka memang amat luar biasa. Didukung panorama alam yang indah yang tak mungkin kita bisa lihat di Pulau Jawa.
Ide film Ngelimbang diinspirasi dari kisah nyata sang sineas sendiri, yang sewaktu kecil harus ngelimbang (menyaring timah) untuk mendapatkan uang jajan tambahan. Dalam kisah filmnya memang sedikit kami bengkokkan tujuannya untuk membeli handphone. Faktanya, ngelimbang hasilnya lumayan besar, jika beruntung, seharian bisa mendapatkan hingga ratusan ribu rupiah. Aksi ngelimbang yang diperlihatkan dalam film, sebenarnya adalah aksi ilegal, dan itu pun hanya mengambil sisa timah dari hasil galian para pekerja tambang yang lebih besar. Aksi ini memang sudah menjadi kelaziman di sana, siapa pun bisa melakukannya, kapan pun kita mau.
Proses pencarian pemain dan lokasi tidak sesulit yang kita bayangkan. Sang pemain, Andre, masih rekan satu kampung sang sutradara dan lokasi produksinya pun tak jauh dari kampung tempat tinggalnya. Rekan kami, hanya tinggal mencari lokasi-lokasi yang bagus terlihat di kamera. Produksi filmnya pun juga nyaris tak memakan biasa, hanya dilakukan 2 orang, sang pemain dan rekan kami sendiri, berbekal kamera CANON 600D lensa KIT dan tripod. Sang pemain cilik pun tak perlu berakting lebih karena ia pun sudah terbiasa ngelimbang. Tak ada masalah dalam produksi, kecuali shot akhir yang menggambarkan sang bocah cilik tertimbun tanah. Kamera pun harus tertimbun tanah yang ditutup dengan kombinasi kotak kayu dan kaca. Dengan cerdik, rekan kami menggunakan teknik editing Kuleshov Effect, layaknya film-film gerakan Soviet Montage. Hasil shot akhir ini, sungguh sangat meyakinkan dan mengerikan.
Film ini sejak awal sudah kami prediksi bakal berjaya di festival karena kekuatan dan keunikan temanya. Sayang, rekan kami tidak menggunakan kamera serta alat rekam suara yang lebih baik. Namun, tanpa ini pun hasilnya sudah sangat istimewa. Film ini adalah ujicoba pertama kali mendistribusikan film-film pendek kami melalui portal filmfreeway bersama film 05:55 (2014). Hasilnya sungguh di luar ekspektasi. Sejak tahun 2015 hingga kini, tercatat Ngelimbang meraih 17 masuk seleksi (official selection) festival film internasional, 3 kali menjadi semifinalis, dan 1 kali menjadi finalis, dan tercatat 2 kali menjadi film terbaik. Itu belum tercatat belasan raihan prestasi di festival film lokal, di luar portal filmfreeway. Andai saja kami mampu men-submit film ini ke festival film besar yang berbayar, rasanya film ini bakal mampu berbicara lebih.
Ngelimbang adalah satu contoh ideal, bagaimana film pendek diproduksi tanpa harus menggunakan peralatan dan bujet yang besar. Kekuatan tema menjadi kekuatan terbesar filmnya, yang tak disangka memiliki rentang tema yang luas, yakni eksploitasi sumber daya alam dan manusia di negara dunia ketiga oleh negara adidaya, eksploitasi pekerja di bawah umur, sisi psikologis anak, hingga isu sosial dan lingkungan. Tentunya, talenta sutradara bersama tim untuk menghasilkan hasil akhir filmnya juga merupakan satu faktor utama. Satu festival film lingkungan di Italia, 4th Life After Oil International Film Festival 2017, menganugerahi Ngelimbang sebagai film pendek terbaik dengan pujian tinggi terhadap filmnya. “To keep in mind that the hyper-technologic tertiary sector is based on the exploitation of raw materials and of someone that “somewhere, we have got to exploit”.
Terakhir, sang sineas ingin mendedikasikan film ini untuk kampung halamannya sebagai bentuk memori masa kecilnya bersama rekan-rekannya.
Silahkan menonton filmnya!