akhir kisah cinta si doel

Rumah Produksi Karnos Film dan Falcon Pictures kembali memproduksi seri terakhir film “Si Doel the Movies” dengan judul Akhir Kisah Cinta Si Doel. Seri sebelumnya secara berurutan telah menayangkan Si Doel the Movies (2018) dan Si Doel the Movies 2 (2019). Film yang kembali disutradarai oleh Rano Karno ini menjadi penutup trilogi bagi serinya, sekaligus mengakhiri kisah cinta si Doel. Trilogi film ini sendiri memang dirancang untuk melanjutkan sinetron televisinya yang populer sejak tahun 1994 hingga 2006 dengan judul “Si Doel Anak Sekolahan”. Tak heran waktu premier-nya pun di beberapa bioskop penuh dengan penonton yang tentu penasaran dengan kelanjutan kisah mereka.  Film ini juga masih diperankan para bintangnya, yakni Rano Karno, Cornelia Agatha, Maudy Koesnaedi, Mandra YS, Aminah Tjendrakasih, Suti Karno, dan beberapa karakter baru, seperti Rey Bong dan Ahmad Zulhoir Mardia.

Kisah filmnya masih melanjutkan pergulatan Si Doel menghadapi persoalan cinta segitiga antara Sarah dan Zaenab. Zaenab (Maudy Koesnaedi) dibayangi rasa bersalah kepada Sarah (Cornelia Agatha) karena merasa merebut Bang Doel (Rano Karno). Doel juga harus menghadapi kenyataan untuk menceraikan Sarah, walau anaknya, Dul (Rey Bong) masih berharap mereka bisa bersatu kembali. Keadaan semakin sulit, ketika Zaenab ternyata sedang mengandung anak dari Doel. Doel harus membuat sebuah keputusan. Bagaimana kelanjutan kisahnya?  Pada siapakah Doel akan melabuhkan hatinya?

Tak beda dari kisah sinetronnya, filmnya konsisten mengeksplor keseharian keluarga Doel dengan latar kultur Betawi. Kisahnya yang dekat dengan problematika sosial kala itu, menjadikan sinetron Doel sangat diminati hingga hingga 162 episode. Hampir tak ada sinetron televisi dengan pencapaian dengan kualitas demikian karena kisahnya ringan dan dekat dengan kondisi masyarakat kala itu. Maka tak heran, sejak dimunculkan seri film Si Doel the Movie ini, membuat beberapa percakapan di media sosial yang men-declare sebagai tim Zaenab dan tim Sarah, saking bersimpatinya pada dua karakter tersebut. Hal ini tentu membuat filmnya semakin booming. Apalagi film ini menjadi babak penentu ending kisahnya selama 27 tahun.

Bangunan plot dalam filmnya fokus pada persoalan yang dihadapi Doel sebagai karakter utamanya. Doel yang selalu terlihat tenang dan tak banyak bicara, kali ini harus berhadapan dengan sebuah situasi yang membuatnya begitu bimbang. Karakter Si Doel yang cenderung diam sangat mendukung misteri kisahnya. Inilah kunci plot filmnya. Dibangun sederhana, namun bisa mengena. Sang sineas mampu membangun rasa penasaran secara intens. Kita nyaris tak pernah tahu siapa yang akan dipilih Doel. Film ini tak hanya menuntaskan ending dari kisah cinta Doel semata tapi juga mengolah sebuah proses ketika Doel menentukan pilihannya. Ibarat sebuah struktur cerita dalam film, kisah Doel di seri yang ketiga ini adalah bagian klimaks, sedangkan dua film sebelumnya adalah tahap pengenalan dan perngembangan masalah.

Baca Juga  Star Syndrome

Sang sineas juga lebih menekankan intensitas dialog untuk membangun kedalaman cerita. Chemistry antartokoh pun menjadi terbangun, terutama adegan yang didominasi oleh kedekatan Doel dan anaknya. Momen seperti aktivitas keseharian di rumah Doel dan narik oplet bersama anaknya, menarik untuk diikuti, terlebih perbedaan budaya sang anak yang baru saja mengenal Jakarta. Beberapa kali sang sineas menggunakan teknik montage untuk menunjukkan kedekatan mereka. Selain kisah drama, seperti sebelumnya, sang sineas secara konsisten memasukkan unsur komedi khasnya yang dibangun karakter Mandra dan lainnya seperti Opik Kumis dan Ahmad Zulhoir Mardia (Anak Atun). Dengan logat dan guyonan asli Betawi, mereka selalu saja membawa gelak tawa bagi penonton.

Dari sisi teknis, seperti sebelumnya, Akhir Kisah Cinta Si Doel pengambilan gambarnya cenderung berjarak dekat, seperti close up dan medium close Up. Sang sineas memang ingin konsisten seperti seri TV-nya, walau akhirnya beberapa shot terlihat monoton dan kurang terlihat filmis. Setting filmnya pun, juga tak banyak menggunakan pergantian lokasi. Rumah Doel dan keluarganya masih menjadi pusat cerita yang tentu membawa nostalgia tersendiri bagi para pecinta serinya. Semua setting dibangun persis seperti terdahulu. Bicara akting, Rano Karno dan Maudy Koesnaeidi benar-benar menunjukkan kualitas akting mereka, selain Mandra dengan akting natural-nya.  Dalam trilogi filmnya selain membuat nostalgia tersendiri, secuil kisah klasik dan bernuansa lokal Betawi, dari sudut pandang Si Doel Anak Betawi Asli telah membawa warna baru bagi industri perfilman lokal, ditengah banyaknya film horor dan remaja bernuansa modern.

PENILAIAN KAMI
Overall
80 %
Artikel SebelumnyaDignitate
Artikel BerikutnyaMangkujiwo
Agustinus Dwi Nugroho lahir di Temanggung pada 27 Agustus 1990. Ia menempuh pendidikan Program Studi Film sejak tahun 2008 di sebuah akademi komunikasi di Yogyakarta. Di sinilah, ia mulai mengenal lebih dalam soal film, baik dari sisi kajian maupun produksi. Semasa kuliah aktif dalam produksi film pendek baik dokumenter maupun fiksi. Ia juga lulus dengan predikat cum laude serta menjadi lulusan terbaik. Ia mulai masuk Komunitas Film Montase pada tahun 2008, yang kala itu masih fokus pada bidang apresiasi film melalui Buletin Montase, yang saat ini telah berganti menjadi website montasefilm.com. Sejak saat itu, ia mulai aktif menulis ulasan dan artikel film hingga kini. Setelah lulus, ia melanjutkan program sarjana di Jurusan Ilmu Komunikasi di salah satu perguruan tinggi swasta di Jogja. Penelitian tugas akhirnya mengambil tema tentang Sinema Neorealisme dan membandingkan film produksi lokal yang bertema sejenis. Tahun 2017, Ia menyelesaikan studi magisternya di Program Pascasarjana Jurusan Pengkajian Seni di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta dengan minat utama film. Penelitian tesisnya terkait dengan kajian narasi dan plot sebuah film. Saat ini, ia tercatat sebagai salah satu staf pengajar di Program Studi Film dan Televisi, ISI Yogyakarta mengampu mata kuliah teori, sejarah, serta kajian film. Ia juga aktif memberikan pelatihan, kuliah umum, seminar di beberapa kampus, serta menjadi pemakalah dalam konferensi Internasional. Biodata lengkap bisa dilihat dalam situs montase.org. Prestasi besar terakhirnya adalah menjadi nominator Festival Film Indonesia 2021 untuk kategori Kritikus Film Terbaik melalui artikel "Asih, Cermin Horor Indonesia Kontemporer" bersama rekan penulisnya, Miftachul Arifin.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.