Siapa sangka, ternyata seri ketiga franchise Has Fallen masih saja diproduksi dengan masih memasang sang jagoan sekaligus aktor laga, Gerard Butler. Filmnya kali ini diarahkan oleh Ric Roman Waugh yang juga diproduseri oleh salah satunya Butler sendiri. Film ini juga masih memasang aktor regulernya pada dua seri sebelumnya, yakni Morgan Freeman, yang kini telah menjadi presiden. Film aksi murni ini memang masih didominasi sekuen aksi dengan plot “Die Hard” seperti dua seri sebelumnya. Faktanya, dua seri sebelumnya memang bukan menjadi favorit para kritikus, bagaimana dengan seri ketiganya ini?
Beberapa tahun sejak peristiwa seri sebelumnya, Mike Banning masih menjadi pemimpin pasukan khusus pengawal presiden yang kali ini adalah Allan Trumbull yang dulu menjadi wakil presiden. Ketika sang presiden tengah berlibur di akhir pekan, mendadak mereka diserang oleh pihak tak dikenal yang mengakibatkan seluruh pasukan pengawal presiden tewas, kecuali Mike dan sang presiden. Beberapa bukti yang didapat FBI justru memberatkan Mike sebagai dalang dari pembantaian ini. Dalam satu upaya penahanan, Mike berhasil lolos dan kini, ia berusaha mencari otak dari malapetaka yang menimpanya.
Tidak seperti sebelumnya yang memang nyaris didominasi aksi. Seri ketiganya ini dibilang lebih lunak dan bahkan cenderung membosankan dalam prosesnya. Plot Angel banyak memiliki kemiripan dengan film Sentinel yang dibintangi Michael Douglas, yang jelas-jelas jauh lebih baik. Plot Angel sangat mudah sekali diantipasi arah kisahnya. Penikmat film sejati, rasanya bisa memprediksi hasil akhirnya sejak belasan menit awal. Tak ada kejutan sama sekali. Tempo plot ”drama” di awal pun, sangat lambat dan melelahkan. Aksi pada babak pertama dan kedua juga terasa kurang menggigit. Film ini baru terasa hidup sejak babak ketiga (seperempat durasi akhir) karena sajian aksinya yang terhitung lumayan. Mengherankan, mengapa tidak membuat kisahnya lebih sederhana seperti seri sebelumnya?
Walau aksi di babak klimaks yang terbilang lumayan, Angel Has Fallen adalah seri ketiga yang kurang menggigit dan terlalu konvensional untuk genrenya, sejalan usia sang aktor yang telah menua. Untuk bujet filmnya yang sebesar US$ 80 juta (lebih besar dari sebelumnya), hasilnya sungguh mengecewakan. Apa yang diharapkan penonton terhadap film ini hanyalah aksi. Terbukti, sewaktu menonton film ini, banyak penonton yang berbicara dengan rekan di sebelahnya. Ini sungguh sangat jarang terjadi ketika saya menonton. Sangat menganggu. Persis seperti film ini yang amat menganggu saya. Mike Banning is done. Untuk bisa mengikuti sukses seperti sebelumnya, rasanya mustahil.