Jarang melihat ide unik di antara film-film Indonesia, yang dikemas Andibachtiar Yusuf melalui film arahannya, Baby Blues bersama Imam Darto sebagai penulisnya. Lewat cerita dari Balraj Singh, film drama komedi ini diproduksi oleh MVP Pictures, perusahaan yang kerap kali masih menelurkan film-film medioker ke bawah. Para pemeran Baby Blues antara lain Vino G. Bastian, Aurélie Moeremans, Ratna Riantiarno, Mathias Muchus, Abdurrahman Arif, Rigen Rakelna, Aida Nurmala. Mampukah duet Andi dan Darto memberi satu keberhasilan tambahan terhadap film produksi MVP?
Sepasang pengantin baru, Dika (Vino) dan Dinda (Aurélie) baru saja memiliki bayi pertama mereka, Dara. Namun, kesiapan mereka untuk menjadi ayah dan ibu tidak berjalan seiring kebahagiaan tersebut. Mereka yang dikatakan sebagai pasangan serasi saat baru menikah, terlibat cekcok setiap kali berada di rumah setelah kelahiran Dara. Dika, lebih sering memprioritaskan waktunya dengan Fikry (Arif) dan Omen (Rigen). Sedangkan Dinda dengan emosinya yang kerap tidak stabil sebagai ibu baru. Ditambah lagi kehadiran ibu Dika (Ratna) yang terlampau sering ikut campur persoalan rumah tangga anaknya. Dika dan Dinda termakan kemarahan masing-masing, dan peristiwa tak terduga tiba-tiba terjadi pada suatu hari.
Sejak popularitasnya melejit berkat Love for Sale, sudah kali kedua ini Andi mengarahkan film-film dengan ide yang beringas. Pengolahan yang lumayan pula dari Darto yang menggawangi skenario Baby Blues. Meski agak tertatih-tatih untuk menggarap ceritanya. Ide Baby Blues memang unik, tetapi pengembangan ceritanya tidak menyamai itu. Sejumlah problematika yang menimbulkan konflik antara Dika dan Dinda terlalu kebetulan. Alhasil, kemungkinan alur untuk tertebak jadi tak terhindarkan. Kendati demikian, elemen pesan tersirat (subteks) yang jarang diperhatikan oleh para sineas dimasukkan dengan baik dalam Baby Blues. Setelah Pretty Boys dan Selesai, tampaknya Darto memiliki gaya khasnya sendiri yang tak dapat diremehkan dalam menulis skenario.
Baby Blues juga disajikan dengan sinematik yang mapan. Terutama pada unsur editing dan framing-nya yang kerap kali menempatkan kedua tokoh utama di dua sisi yang berlawanan. Terhitung sekitar tiga kali ini dilakukan secara eksplisit. Beberapa sisanya tersaji secara implisit melalui penataan setting interior tempat tinggal Dika dan Dinda. Kita dapat dengan mudah menyaksikan sekat-sekat di antara keduanya meski telah menikah dan punya bayi. Hal yang sama pula terhadap pemisah tempat tinggal keduanya dengan orang tua Dika. Sekat yang disajikan secara tanggung, karena orang tua Dika masih bebas “turut campur” melalui celahnya. Walau bila dicermati dengan baik, Andi sendiri masih terbawa-bawa dengan gaya pencahayaan dari Love for Sale.
Vino pun tampaknya telah begitu leluasa bermain dalam genre komedi. Takkan disangka bahwa orang yang sama, pernah berperan pula sebagai Chrisye. Lagipula rekam jejaknya memang lebih banyak menjadi aktor komedi. Terutama beberapa tahun belakangan. Olah perannya sebagai Dika dengan dua rekan satu gengnya, Fikry (Arif) dan Omen (Rigen) juga mengalir lancar. Apalagi segmen-segmen komedi yang dilakoni Vino dengan lawan mainnya, Aurélie. Meski tak jarang karakterisasi yang mereka tunjukkan terkesan aneh. Keputusan-keputusan yang mereka ambil, tindakan-tindakan mereka kadang tampak membingungkan dan cenderung tak konsisten. Darto sendiri tampaknya kesulitan untuk membuang kebiasaannya menempatkan lebih banyak kesalahan kepada pihak perempuan, alih-alih setidaknya seimbang dengan pihak laki-laki.
Baby Blues tampaknya akan menjadi salah satu kandidat yang terbaik dari genrenya pada tahun ini. Jika hingga akhir tahun nanti tidak ada banyak pesaing drama komedi yang bermunculan. Jarang pula melihat MVP punya film-film layak tonton. Paling tidak Baby Blues bisa menyelamatkan kepercayaan penonton terhadapnya. Keputusan yang bijak juga untuk tidak berlebihan dalam membatasi kreativitas dari duet Andi dan Darto untuk mengolah film ini. Meski pada saat yang sama, mereka juga mencampurkan elemen dari film-film garapan sebelumnya ke dalam Baby Blues. Beginilah jadinya bila ide yang unik dan menarik, bisa digarap dengan cukup baik oleh para sineasnya serta tidak dikekang oleh produser.