Setelah sukses memproduksi film anak-anak Kulari Ke Pantai (2018), Riri Riza bersama rekannya Mira Lesmana, kali ini memproduksi film bertema persahabatan berjudul Bebas. Film ini diadaptasi dari film Korea laris berjudul Sunny (2011) yang disutradari oleh Kang-Hyeong-Cheol. Miles Films berkolaborasi dengan rumah produksi CJ Entertainment, Ideosource Entertaintment, dan Base Enterteinment. Duo Riri dan Mira, kita kenal telah memproduksi Petualangan Sherina (1999), Laskar Pelangi (2008), serta Ada Apa Dengan Cinta 2? (2017). Selain tokoh-tokoh muda utamanya, film ini menampilkan special appearrance, seperti Oka Antara, Darius Sinathrya, Cut Mini, dan Reza Rahardian.
Film ini bercerita tentang tentang sekelompok geng SMA bernama “Bebas”. Mereka adalah Vina (Maizura), Kris (Sheryl Sheinafia), Jessica (Agatha Pricillia), Suci (Luthesa), Gina (Zulfa Maharani), dan Jojo (Baskara Mahendra). Plot filmnya justru diawali dari sudut pandang mereka ketika sudah dewasa. Suatu ketika, Vina (Marsha Timothy) mendapati Kris (Susan Bachtiar) tengah sakit keras. Menurut dokter, hidupnya tak akan bertahan lama lagi. Satu permintaan Kris pada Vina adalah mengumpulkan geng Bebas yang telah lama berpisah. Perjalanan Vina pun dimulai untuk mencari teman-teman SMA-nya dulu.
Plot filmnya bertutur secara unik menggunakan kilas balik (flashback) sepanjang filmnya. Film dibuka dengan opening credit apik yang memperlihatkan suasana keluarga Vina kini, diiringi musik yang pas. Konflik muncul ketika Vina bertemu Kris. Plot mengalir ketika Vina mendatangi sekolahnya dan dimulailah kisah masa lalu di tahun 1995. Plot masa kini fokus pada pencarian sahabat lama mereka. Plot masa lalu memperlihatkan proses aktivitas geng “bebas”semasa SMA melalui sudut pandang tokoh Vina karena ia rupanya anggota termuda. Transisi editing yang halus pun mengantar kita ke dua masa ini dengan baik secara bergantian.
Hal yang menarik terlihat pada proses pencarian sahabat-sahabat mereka. Entah tak tahu di mana keberadaan mereka setelah lama berpisah dengan kehidupannya masing-masing. Dengan bantuan satu rekan SMA mereka, satu persatu, mereka akhirnya ketemu. Namun, proses untuk menemukan Jojo dan Gina, terlihat masih kurang greget. Jika saja ada beberapa adegan yang lebih menjelaskan momen tersebut, rasanya akan lebih menarik. Momen nostalgia dan haru pun bercampur aduk ketika mereka bertemu lagi. Hal ini tentu juga membawa penonton dewasa, bernostalgia dengan masa 1990-an.
Untuk mendukung sisi dramatiknya sang sineas mengeksplor masalah-masalah personal masa kini masing-masing tokoh, terlebih tokoh Vina. Kejutan kecil kadang muncul di antara saling silang masa kini dan masa lalu mereka melalui situasi ekonomi, keluarga, hingga asmara yang berbeda dari mimpi mereka dulu. Satu momen mengharukan ketika Vina melihat rekaman video SMA yang berisi harapan-harapan mereka ketika dewasa.
Plot suka duka masa SMA menjadi background kedekatan mereka semasa itu. Walau beberapa konflik terlihat monoton, seperti perseteruan antar geng dan Vina yang selalu diganggu seorang rekan sekolahnya yang menyukainya. Sang sineas juga menggunakan latar tahun 1995 dengan sesekali menyentil krisis sosial di Kota Jakarta menjelang masa reformasi. Entah apa motifnya, namun terasa tanggung dan tak berpengaruh pada plot utamanya. Momen-momen menghibur memang tersaji dan pesan persahabatan pun tersampaikan, namun banyak dialognya masih bisa dimaksimalkan untuk mendukung kedalaman cerita dan sisi dramatiknya.