Blood Red Sky (2021)
121 min|Action, Drama, Horror|23 Jul 2021
6.1Rating: 6.1 / 10 from 57,154 usersMetascore: 43
A woman with a mysterious illness is forced into action when a group of terrorists attempt to hijack a transatlantic overnight flight.

Plot Die Hard telah dieksplorasi sedemikian rupa oleh para pembuat film dari masa ke masa, namun baru kali ini film patungan produksi Inggris dan Jerman dijamin memberikan sesuatu yang sama sekali berbeda. Bagaimana jika protagonisnya adalah seorang vampir? Ini tentu amat menarik. Blood Red Sky adalah film thriller horor arahan Peter Thorwarth yang baru saja dirilis Netflix minggu ini. Film ini dibintangi beberapa aktor-aktris internasional, Peri Baumeister, Rolland Moller, Kais Setti, Carl McTavish, serta Karl Anton Koch.

Seorang ibu, Nadja (Baumeister) dan putranya, Elias (Koch), naik pesawat Transatlantic 473 dari Jerman menuju New York. Sang ibu menderita sebuah penyakit yang membuatnya harus mengkonsumsi obat setiap waktu. Dalam perjalanan, tanpa diduga, sebuah pembajakan terjadi, dan para teroris tak segan-segan menembak para penumpang, termasuk Nadja. Namun, Nadja ternyata bukan manusia biasa yang seperti mereka pikir. Ia adalah seorang vampir.

Dalam satu-dua dekade terakhir, film ini rasanya adalah kombinasi genre langka yang belum pernah dieksplorasi sebelumnya. Jika saja, saya belum menonton trailer atau melihat posternya, menonton film ini bakal mendapat kejutan luar biasa. Premisnya tentu menjanjikan sebuah aksi yang belum pernah kita lihat sebelumnya. John McClane dengan gigi taring! Dalam beberapa momen, plotnya memang menyajikan sebuah aksi yang menegangkan, hanya saja naskahnya tak mampu menjaga konsistensi suspence-nya yang sebenarnya sudah terbangun baik.

Baca Juga  The BFG

Ada dua faktor yang membuatnya kendor. Kilas-balik yang terlalu lama, sedikit mengurangi tensinya walau ini memang mutlak diperlukan untuk mengisahkan latar cerita. Satu lagi yang mengganjal bagi saya adalah sosok sang putra, Elias. Sosok ini benar-benar menghilangkan tensi ketegangan dengan polahnya yang seringkali tak terduga dan konyol. Jika saja, karakter ini tidak banyak bicara, rasanya akan lebih baik. Bagi saya, agak janggal, bocah secilik ini bisa senekat itu, tanpa menggubris resiko terhadap ibu dan penumpang lainnya. Aksi sang bocah memang memutar jalannya cerita, namun terlihat sedikit memaksa. Eksekusi bisa dilakukan lebih halus, untuk misalnya, memancing Elias lari dari bangkunya. Sang bocah benar-benar merusak acara bahkan hingga klimaks.

John McClane dengan taring! Blood Red Sky menampilkan premis menjanjikan dengan kombinasi genre langka, namun pengembangan plot dan aksinya sedikit kurang menggigit. Di luar gangguan kecil di atas, aksinya sendiri sudah tersaji lumayan. Sang sineas mampu mengolah ruang sempit dalam pesawat menjadi satu rangkaian aksi yang menegangkan. Aksi ini mengingatkan pada satu segmen adegan dalam World War Z. Bedanya, Z mampu menyajikan adegannya lebih trampil sehingga aksinya jauh lebih menggigit. Setidaknya, Blood Red Sky adalah sebuah tontonan yang mampu membangkitkan adrenalin, khususnya bagi fans genrenya.

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
75 %
Artikel SebelumnyaRising Wolf
Artikel BerikutnyaJolt
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.