Entah kebetulan atau tidak, setelah menonton I Care a Lot, Body Brokers ternyata juga mengusung isu skandal kesehatan senada yang mampu saling melengkapi. Body Brokers digarap oleh John Swab dengan dibintangi Frank Grillo, Jack Kilmer, Michael Keneth Williams, serta Jessica Rothe. Kedua film ini boleh dibilang adalah film penting yang mampu memaparkan skandal kesehatan di AS yang melibatkan banyak pihak dengan perputaran uang bilyunan dolar AS. Berbeda dengan I Care a Lot, naskah Body Brokers diinspirasi dari kisah nyata.
Dua sepasang muda-mudi, Utah (Kilmer) dan pacarnya, Opal adalah pecandu heroin kelas berat. Mereka rela berbuat apa saja untuk mendapatkan uang hanya untuk seons heroin. Utah yang lelah dengan semua ini, akhirnya tidak menampik tawaran seorang pria asing, Wood (Williams) untuk masuk ke pusat rehabilitasi di sebuah klinik di Los Angeles. Setelah beberapa bulan di sana, Utah akhirnya menyadari bahwa ia telah menjadi “korban” broker yang memanfaatkan jasa asuransi milik para pecandu untuk menghasilkan profit besar-besaran. Utah pun tak lama diajak Wood untuk bergabung masuk ke dalam sistem yang jauh lebih besar yang dipimpin sang bos, Vin (Grillo).
Bersama I Care a Lot, isu yang diangkat film ini memang luar biasa. Jujur saja, isu teramat besar seperti ini layak mendapatkan naskah yang jauh lebih baik dari ini. Berbeda dengan I Care a Lot yang disajikan memang lebih sinematik, Body Brokers lebih fokus ke bagaimana sistem ini bekerja dengan rincian teramat detil hingga ke angka. Narasi dari sosok sang bos, Vin (Grillo) mampu memaparkan semuanya dengan amat gamblang betapa rapuhnya sistem kesehatan di AS. Para pecandu ibarat tambang emas bagi para broker ini. Isunya OKE besar, lalu bagaimana kisahnya? Naskahnya semestinya mampu memberikan pesan moral yang lebih menggigit tanpa harus menyajikan ending yang antiklimaks. Sangat disayangkan.
Body Brokers menyajikan kisah menjanjikan dengan eksekusi lemah yang tidak seimbang dengan isu dan skandal besar yang dibawanya. Body Brokers tidak hanya sekadar film cerita biasa, namun juga sebagai media pemberi informasi yang berharga bagi penonton. Semakin banyak orang yang sadar tentang masalah ini akan jauh lebih baik. Praktek penyimpangan macam ini tentu tidak hanya terjadi di AS, namun di mana-mana. Film ini juga banyak mengingatkan pada film dokumenter bertema sama, Sicko garapan sineas kawakan Michael Moore. Jelas, ada yang salah dengan dunia kita saat ini. Jika pandemi Covid-19 tidak memberi kita pelajaran, entah bagaimana lagi kita harus belajar. Atau kita semua mesti turun ke jalan dengan membawa poster, “Capitalism Sucks”. Jika tidak berubah, ini bakal menjadi kemunduran besar bagi umat manusia. Sepertinya bukan sistem, tapi sifat alami manusia yang rakus.
Stay safe and Healthy!