Body Brokers (2021)
111 min|Drama, Thriller|19 Feb 2021
6.2Rating: 6.2 / 10 from 3,951 usersMetascore: 64
Brought to Los Angeles for treatment, a recovering junkie soon learns that the rehab center is not about helping people, but a cover for a multi-billion-dollar fraud operation that enlists addicts to recruit other addicts.

Entah kebetulan atau tidak, setelah menonton I Care a Lot, Body Brokers ternyata juga mengusung isu skandal kesehatan senada yang mampu saling melengkapi. Body Brokers digarap oleh John Swab dengan dibintangi Frank Grillo, Jack Kilmer, Michael Keneth Williams, serta Jessica Rothe. Kedua film ini boleh dibilang adalah film penting yang mampu memaparkan skandal kesehatan di AS yang melibatkan banyak pihak dengan perputaran uang bilyunan dolar AS. Berbeda dengan I Care a Lot, naskah Body Brokers diinspirasi dari kisah nyata.

Dua sepasang muda-mudi, Utah (Kilmer) dan pacarnya, Opal adalah pecandu heroin kelas berat. Mereka rela berbuat apa saja untuk mendapatkan uang hanya untuk seons heroin. Utah yang lelah dengan semua ini, akhirnya tidak menampik tawaran seorang pria asing, Wood (Williams) untuk masuk ke pusat rehabilitasi di sebuah klinik di Los Angeles. Setelah beberapa bulan di sana, Utah akhirnya menyadari bahwa ia telah menjadi “korban” broker yang memanfaatkan jasa asuransi milik para pecandu untuk menghasilkan profit besar-besaran. Utah pun tak lama diajak Wood untuk bergabung masuk ke dalam sistem yang jauh lebih besar yang dipimpin sang bos, Vin (Grillo).

Bersama I Care a Lot, isu yang diangkat film ini memang luar biasa. Jujur saja, isu teramat besar seperti ini layak mendapatkan naskah yang jauh lebih baik dari ini. Berbeda dengan I Care a Lot yang disajikan memang lebih sinematik, Body Brokers lebih fokus ke bagaimana sistem ini bekerja dengan rincian teramat detil hingga ke angka. Narasi dari sosok sang bos, Vin (Grillo) mampu memaparkan semuanya dengan amat gamblang betapa rapuhnya sistem kesehatan di AS. Para pecandu ibarat tambang emas bagi para broker ini. Isunya OKE besar, lalu bagaimana kisahnya? Naskahnya semestinya mampu memberikan pesan moral yang lebih menggigit tanpa harus menyajikan ending yang antiklimaks. Sangat disayangkan.

Baca Juga  Inception, Memaknai Mimpi dan Realita

Body Brokers menyajikan kisah menjanjikan dengan eksekusi lemah yang tidak seimbang dengan isu dan skandal besar yang dibawanya. Body Brokers tidak hanya sekadar film cerita biasa, namun juga sebagai media pemberi informasi yang berharga bagi penonton. Semakin banyak orang yang sadar tentang masalah ini akan jauh lebih baik. Praktek penyimpangan macam ini tentu tidak hanya terjadi di AS, namun di mana-mana. Film ini juga banyak mengingatkan pada film dokumenter bertema sama, Sicko garapan sineas kawakan Michael Moore. Jelas, ada yang salah dengan dunia kita saat ini. Jika pandemi Covid-19 tidak memberi kita pelajaran, entah bagaimana lagi kita harus belajar. Atau kita semua mesti turun ke jalan dengan membawa poster, “Capitalism Sucks”. Jika tidak berubah, ini bakal menjadi kemunduran besar bagi umat manusia. Sepertinya bukan sistem, tapi sifat alami manusia yang rakus.

Stay safe and Healthy!

 

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
75 %
Artikel SebelumnyaI Care a Lot
Artikel BerikutnyaThe Vigil
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses