Satu lagi drama roman komedi dan keluarga produksi Klik Film pada awal tahun ini, Cek Ombak (Melulu). Film ini diarahkan oleh sutradara debutan, Suroso M.Y.S., dengan skenario yang dikerjakan oleh penulis baru, Puguh P.S. Admadja. Cerita Cek Ombak (Melulu) diadaptasi dari novel berjudul sama karya Rina F. Ryanie, serta diproduksi KlikFilm Productions dan Merpati Films. Para pemerannya ialah Hanggini, Shareefa Daanish, Bryan Domani, dan Hans de Kraker. Seakan tak ada kapok-kapoknya memproduksi film dengan “kualitas”-nya sendiri, lalu seperti apa Cek Ombak (Melulu) ini?

Aplikasi semacam cari jodoh atau dating online kerap menjadi pilihan paling cepat bagi siapa saja yang berniat mencari pasangan. Tak terkecuali bagi Kika (Hanggini), anak perempuan satu-satunya Rosa (Shareefa), yang telah lama hidup sebagai ibu tunggal. Rosa mendidik Kika dengan banyak sekali larangan, termasuk dalam menjalin hubungan dengan lawan jenis. Rosa bahkan cenderung membatasi putrinya itu agar selalu menjauhi laki-laki. Walhasil, Kika mengandalkan aplikasi dating online untuk memulai hubungannya sendiri dengan Igo (Bryan). Masalah lantas mulai bergulir, ketika Kika dan Igo membuat janji temu. Pertemuan yang melibatkan Rosa, serta ayah tunggal Igo, Juno (Hans).

Kalau bukan karena faktor editing, film ini hanyalah drama roman komedi biasa dengan konflik keluarga. Cek Ombak (Melulu) menjadi “sedikit” lebih menarik, karena beberapa adegannya diselipi animasi. Animasi untuk menunjukkan ekspresi dan reaksi tersembunyi sang tokoh utama terhadap perilaku tokoh lain, maupun terhadap sebuah peristiwa. Meski ini hanya muncul di segmen-segmen awal. Paling tidak konsep tersebut bisa dianggap sisi yang menarik coba ditawarkan oleh sineas film ini.

Musik Cek Ombak (Melulu) pun pasti tidak asing bagi penonton Indonesia yang telah khatam dengan sinetron di pertelevisian selama ini. Nyaris seluruh adegan dan peristiwanya dibarengi dengan musik. Tidak peduli meski dalam adegan komedi, sedih, maupun marah. Memang, musik-musik tersebut dimaksudkan untuk mendukung mood adegan yang ditampilkan. Namun haruskah menghadirkannya hampir setiap saat? Tampaknya sineas Cek Ombak (Melulu) terlalu terseok-seok hingga cara apapun dilakukan demi mengangkat citra menarik dari film ini.

Bila dilihat dari segi ide dan bagaimana ide tersebut diolah dan dikelola, Cek Ombak (Melulu) masih jauh di bawah urgensi untuk diceritakan. Mulai dari konflik internal dalam sebuah keluarga single parent, pengekangan kebebasan anak dalam menjalin asmara dengan lawan jenis, stigma, hingga soal perselingkuhan. Bisa saja kita buat daftar panjang film-film Indonesia tentang drama roman keluarga atau komedi yang berputar-putar pada permasalahan semacam itu. Belum lagi, Cek Ombak (Melulu) memperlihatkan lagi dilema hubungan asmara antarsaudara tiri. Inti yang persis seperti dalam Cinta Pertama, Kedua, & Ketiga.

Akting sendiri tidaklah seberapa menarik minat yang tinggi dari mata penonton. Hanya Hanggini dan Shareefa saja yang mampu menunjukkan olah peran mereka dengan baik. Sedangkan Bryan pada akhirnya lebih sering tampil tanpa penjiwaan karakter yang kuat. Jika saja bukan bermodalkan mukanya, barangkali sudah sejak lama dia hilang dari layar film. Lagipula total kemunculannya dalam film-film Indonesia pun masih belum seberapa banyak (yang bagus). Begitu pula durasinya dalam setiap film tersebut. Bagaimana lagi, kualitas aktingnya terlalu biasa. Apalagi Hans, yang disibukkan sendiri dengan kemampuan berbahasanya, hingga dia lupa pada aspek penjiwaan karakter dalam sebuah seni peran.

Baca Juga  Petualangan Sherina 2

Cek Ombak (Melulu) juga sekaligus menambah daftar panjang film-film Indonesia adaptasi buku yang aji mumpung. Sudah ada banyak film-film semacam ini yang dibuat dengan “semata-mata” memanfaatkan kepopuleran dari bukunya dan pembaca yang dibawanya. Sekadar melihat peluang pasar dari sana, dan jadilah sebuah film. Tidak ada tanggung jawab lain untuk menghadirkan film-film yang lebih bagus lagi tampaknya bagi Klik Film.

Cek Ombak (Melulu), sebagaimana kebanyakan hasil produksi Klik Film yang muncul sebagai drama alakadarnya. Baiknya film ini hanyalah sebatas penambahan animasi di segmen-segmen awal untuk menguatkan ekspresi dan reaksi tersembunyi tokoh utamanya. Selebihnya film ini sekadar drama roman komedi dengan konflik-konflik khas keluarga single parent. Inti permasalahannya pasti tidak akan jauh-jauh dari komunikasi dan cara bersikap ke sesama anggota keluarga. Jenuh rasanya, bila sajian film-film drama roman keluarga di Indonesia tak punya tawaran yang benar-benar kuat. Terlebih untuk pokok-pokok ide yang telah terlalu umum semacam dalam Cek Ombak (Melulu) ini.

PENILAIAN KAMI
Overall
35 %
Artikel SebelumnyaGold
Artikel Berikutnya30 FILM INDONESIA TERLARIS SEPANJANG MASA
Miftachul Arifin lahir di Kediri pada 9 November 1996. Pernah aktif mengikuti organisasi tingkat institut, yaitu Lembaga Pers Mahasiswa Pressisi (2015-2021) di Institut Seni Indonesia Yogyakarta, juga turut andil menjadi salah satu penulis dan editor dalam media cetak Majalah Art Effect, Buletin Kontemporer, dan Zine K-Louder, serta media daring lpmpressisi.com. Pernah pula menjadi kontributor terpilih kategori cerpen lomba Sayembara Goresan Pena oleh Jendela Sastra Indonesia (2017), Juara Harapan 1 lomba Kepenulisan Cerita Pendek oleh Ikatan Penulis Mahasiswa Al Khoziny (2018), Penulis Terpilih lomba Cipta Puisi 2018 Tingkat Nasional oleh Sualla Media (2018), dan menjadi Juara Utama lomba Short Story And Photography Contest oleh Kamadhis UGM (2018). Memiliki buku novel bergenre fantasi dengan judul Mansheviora: Semesta Alterna􀆟f yang diterbitkan secara selfpublishing. Selain itu, juga menjadi salah seorang penulis top tier dalam situs web populer bertema umum serta teknologi, yakni selasar.com dan lockhartlondon.com, yang telah berjalan selama lebih-kurang satu tahun (2020-2021). Latar belakangnya dari bidang film dan minatnya dalam bidang kepenulisan, menjadi motivasi dan alasannya untuk bergabung dengan Komunitas Film Montase sejak tahun 2019. Semenjak menjadi bagian Komunitas Film Montase, telah aktif menulis hingga puluhan ulasan Film Indonesia dalam situs web montasefilm.com. Prestasi besar terakhirnya adalah menjadi nominator Festival Film Indonesia 2021 untuk kategori Kritikus Film Terbaik melalui artikel "Asih, Cermin Horor Indonesia Kontemporer" bersama rekan penulisnya, Agustinus Dwi Nugroho.

1 TANGGAPAN

  1. Hei penulis terhormat..
    Orang yang anda remehkan itu, yg anda kata2in “jika bukan bermodalkan muka sudah hilang dari dunia film sejak lama, kualitas aktingnya terlalu biasa,… “, Lihatlah skrng Alhamdulillah makin banyak filmnya. Anda bisa berpikir seperti itu mungkin karena anda belum menonton film Hari ini kenapa Naira, Sin.., Lagipula saat difilm ini Bryan memang masih tergolong baru di dunia perFilman jd msh wajar lah aktingnya belum begitu kelihatan, dan karakter difilm ini emng gt diceritakan igo orng yg cool pendiem.
    Anda terlalu sombong dalam memberikan review

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.