Choose or Die adalah film horor thriller produksi Inggris arahan sineas debutan Toby Meakins. Film ini dibintangi Asa Butterfield, Iola Evans, Eddie Marsan, dan aktor gaek, Robert Englund. Film berdurasi 85 menit ini dirilis platform Netflix tanggal 15 April 2022 kemarin. Film horor tentang gim dan perniknya terhitung jarang, kita lihat apa yang ingin ditawarkan film ini?

Kayla (Evans) adalah seorang mahasiswi yang menyambi kerja sebagai cleaning service untuk menambah biaya studinya. Ia berkawan dengan seorang programer, Isaac (Butterfield), yang juga mengoleksi perangkat IT lawas. Kayla lalu menemukan satu box gim retro yang masih utuh bernama CURS>R dan tertulis hadiah USD 125.000. Isaac pun membiarkan Kayla membawanya. Malamnya, Kayla mencoba menghubungi nomor yang tertera dan entah bagaimana, ia pun masuk dalam permainan choose or die. Gim yang terlihat mudah, rupanya terhubung ke realita di sekitarnya yang sungguhan terjadi. Kayla pun tanpa ia sadari terjebak dalam sebuah permainan hidup mati.

Sejak menonton trailer-nya idenya memang tampak menarik, namun apa yang ada di baliknya, serba tak jelas. Gim ini jauh dari akal sehat dan logika. Siapa yang membuatnya, dan yang terpenting bagaimana bisa membuatnya senyata itu? Bagaimana sebuah program bisa membuat seseorang untuk menuruti kemauan bahkan hingga membuat wujud ruang sedemikian rupa? Apa ini halusinasi, hipnotis, mimpi, sihir, kekuatan pikiran, teknologi alien, atau apa? Dengan sabar dan melelahkan jawaban yang ditunggu tak kunjung hadir. Selama ini tak bisa terjawab, tak ada gunanya membahas aspek lainnya.

Choose or Die, boleh jadi idenya segar untuk genrenya, namun plotnya yang absurd dan konyol, serta pesan yang salah membuatnya tak layak tonton. Sesuatu yang terjelaskan bisa jadi hanya berupa simbol/metafora. Oke, anggap gim ini adalah simbol trauma dan rasa takut Kayla, namun solusi ending-nya sama sekali tak mengarah ke sini. Film ini justru terbilang menyesatkan dengan mengirim pesan yang salah. Bagi yang percaya karma, sesuatu yang baik akan berbuah baik, begitu pula sebaliknya. Tak pernah ada cerita, kita bisa semaunya menyiksa orang jahat. Apa yang ada di pikiran pembuat film/naskah sehingga bisa membuat cerita konyol semacam ini? Edan.

Baca Juga  Midsommar

1
2
PENILAIAN KAMI
Artikel SebelumnyaHappiness
Artikel BerikutnyaX
Hobinya menonton film sejak kecil dan mendalami teori dan sejarah film secara otodidak setelah lulus dari studi arsitektur. Ia mulai menulis artikel dan mengulas film sejak tahun 2006. Karena pengalamannya, penulis ditarik menjadi staf pengajar di Akademi Televisi dan Film swasta di Yogyakarta untuk mengajar Sejarah Film, Pengantar Seni Film, dan Teori Film sejak tahun 2003 hingga tahun 2019. Buku film debutnya adalah Memahami Film (2008) yang memilah seni film sebagai naratif dan sinematik. Buku edisi kedua Memahami Film terbit pada tahun 2018. Buku ini menjadi referensi favorit bagi para akademisi film dan komunikasi di seluruh Indonesia. Ia juga terlibat dalam penulisan Buku Kompilasi Buletin Film Montase Vol. 1-3 serta 30 Film Indonesia Terlaris 2012-2018. Ia juga menulis Buku Film Horor: Dari Caligari ke Hereditary (2023) serta Film Horor Indonesia: Bangkit Dari Kubur (2023). Hingga kini, ia masih menulis ulasan film-film terbaru di montasefilm.com dan terlibat dalam semua produksi film di Komunitas Film Montase. Film- film pendek arahannya banyak mendapat apresiasi tinggi di banyak festival, baik lokal maupun internasional. Baru lalu, tulisannya masuk dalam shortlist (15 besar) Kritik Film Terbaik dalam Festival Film Indonesia 2022. Sejak tahun 2022 hingga kini, ia juga menjadi pengajar praktisi untuk Mata Kuliah Kritik Film dan Teori Film di Institut Seni Indonesia Yogyakarta dalam Program Praktisi Mandiri.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.