Fear Street Part Three 1666 (FS 1666) adalah seri final dari trilogi horor Fear Street yang dirilis Netflix sejak tiga minggu lalu. Sama seperti dua pendahulunya sebelumnya, seri ketiga ini diadaptasi dari novel berjudul sama karya R. L. Stine dan disutradarai oleh Leigh Janiak. Film ketiga berdurasi dua jam ini dibintangi nyaris seluruh kasting seri pertama dan keduanya, antara lain Kiana Madeira, Benjamin Flores Jr., Ashley Zukerman, serta Gillian Jacobs. Lantas, apakah seri final ini mampu menuntaskan trilogi ini dengan memuaskan?
Plot besar FS 1666 dibagi menjadi dua segmen, yakni masa lalu (1966) dan sekarang (1994). Melanjutkan kisah seri keduanya, Deena (Madeira) kembali ke masa lalu, yakni tahun 1666, awal di mana malapetaka di Shadyside bermula. Setelah Deena mengetahui dalang di balik semuanya, bersama Josh, Ziggy (tua), dan Martin (tahanan sherrif), mereka berusaha untuk mematahkan kutukan di kota ini sekaligus menyelamatkan sang kekasih, Sam. Jelas tidak mudah karena lagi-lagi mereka harus menghadapi para tukang jagal dari masa lalu yang tidak bisa dibinasakan begitu saja.
Sebelum masuk ke dalam ulasan seri ketiga ini. Saya mencatat hal yang unik dalam ketiga seri ini. Plot film FS 1666 layaknya dua film yang terpisah waktu amat jauh, lebih dari 300 tahun. Satu segmen plot adalah asal usul kutukan Shadyside dan satunya ending dari kutukan tersebut. Segmen pertama, lini masanya berada jauh sebelum seri ke satu dan ke dua, sementara segmen kedua adalah sesaat setelah peristiwa seri pertama. Sementara seri kedua, lini masanya juga terjadi sebelum seri pertama. Jadi, FS 1666 adalah prekuel dan sekaligus sekuel. Jadi jika diurutkan adalah sebagai berikut: 3A (1666), 2 (1978), 1 (1994), lalu 3B (1994). Struktur serinya adalah nonlinier. Satu hal yang langka dalam sebuah trilogi film, terlebih genrenya.
Seri ketiga (segmen 1666) menjawab semua pertanyaan pada seri pertama dan kedua. Segmen pertama ini secara detil mengisahkan Sarah Frier yang uniknya menggunakan sosok Deena sebagai mediumnya. Tidak hanya Deena, namun juga Sam, Josh, Ziggy (muda), Cindy (muda), dan lainnya, sehingga kita tahu relasi antar tokoh dalam kisah ketiga serinya secara keseluruhan. Ini tentu memudahkan pula untuk mencerna inti plot dan relasi antara konflik seri pertama dan kedua dengan segmen 1666 ini. Konsep pengaturan tokoh dan lini masa dalam ketiganya harus diakui memang brilian. Naskahnya mampu membuat satu cerita yang kompleks menjadi sederhana.
Segmen kedua seri ketiga (1994) jauh berbeda dengan seri pertama filmnya, di mana kala itu Deena dan Josh bertindak sembrono dan spekulatif terhadap hal-hal yang sama sekali tidak mereka pahami. Kini, dengan segala informasi yang utuh, aksi-aksinya menjadi lebih menegangkan dan menghibur untuk ditonton. Motif begitu kuat dan ancaman menjadi begitu terasa karena tokoh-tokohnya tahu benar apa yang kini mereka hadapi. Sosok Martin yang merupakan pemain baru, menjadi selipan humor di antara aksi brutalnya. Ini berbeda jauh dengan seri pertama yang hanya mengumbar aksi kucing-kucingan dan aksi brutal semata.
Seperti seri pertama dan kedua, setting kembali menjadi satu poin besar dalam kisahnya. Seri ketiga yang membangun satu pemukiman masa silam terlihat meyakinkan. Musik dan lagu, yang tidak banyak saya bahas di ulasan sebelumnya, memang membantu suasana intens pada banyak adegan pada ketiga serinya. Lagu-lagu pop dan rock populer pada masing-masing eranya juga pas mendampingi beberapa kali segmen montage-nya yang menawan. Para kastingnya juga bermain baik, hanya saja di seri ketiga ini, aksen dialog masa silamnya (1666) masih terasa kurang greget, walau tampak mereka sudah berusaha.
Fear Street Part Three 1666 adalah sebuah resolusi yang memuaskan dengan kombinasi cerita unik serta segmen klimaks yang intens. Satu paket trilogi horor ini dengan segala tribute-nya adalah sebuah pencapaian langka dalam genrenya. Sangat disayangkan, ketiga film ini tidak bisa kita saksikan di bioskop. Film ini pasti bakal membuat sensasi penonton yang luar biasa, terlebih di sini. Bicara tema, kita semua sudah tahu ke mana arah seri ini sejak awal. Bagi yang pro dan kontra, saya tidak mau mengambil posisi selain hanya menghargai aspek cerita dan filmis yang disuguhkan trilogi horor ini. Cara bertutur dan kisahnya yang berseri bisa jadi bakal tren di masa datang. Konon trilogi ini kini tengah trending, sayang, tidak ada angka box-office yang bisa mengukur kesuksesan film ini.
baca ulasan: Fear Street Part One 1994 Fear Street Part Two 1978