Herself adalah film drama keluarga produksi Inggris yang diarahkan oleh Phyllida Llyod yang lama vakum setelah menggarap dua film sukses, Mamma Mia! (2008) dan The Iron Lady (2011). Tidak seperti dua film ini yang sarat dengan bintang besar, kini ia menggandeng beberapa aktor-aktris panggung lokal, antara lain Clare Dunn, Harriet Walter, Conlet Hill, serta Cathy Belton. Jujur saja, film ini jauh lebih baik dari dua film terakhirnya.
Setelah pisah rumah akibat perlakukan brutal sang suami, Sandra mendapatkan hak asuh atas kedua putrinya yang masih kecil dan tinggal sementara di hotel murah dekat bandara. Ia bekerja apa saja agar kedua putrinya bisa hidup lebih baik dengan masih dalam pengawasan ketat aparat hak asuh negara. Suatu ketika, majikan di tempat ia bekerja menawarkan tanahnya untuk dibangun rumah yang bisa ia tempati. Sandra pun melakukan apapun untuk membangun rumah ini dengan segala rintangan di depannya.
Kisah perjuangan hidup sejenis rasanya sudah tak terhitung banyaknya diangkat dalam medium ini. Namun, Herself memiliki kekuatan tersendiri yang tidak dimiliki kebanyakan film lainnya. Naskahnya yang solid ditunjang performa para pemain utamanya, membuat kita begitu mudah larut dalam kisahnya. Penampilan Clare Dunn didukung dua aktris cilik yang luar biasa, Molly McCann dan Ruby Rose O’hara begitu mencuri perhatian. Ketiganya mampu bermain begitu luwes dan natural. Chemistry antara ibu dan kedua putrinya sungguh tak dapat dipercaya, laiknya mereka adalah ibu dan anak sungguhan. Sejak awal hingga akhir, chemistry-nya tanpa cacat sedikit pun. Rasanya saya belum pernah melihat chemistry ibu–anak sekuat ini.
Sentuhan sang sineas sendiri juga tak kalah berperan. Saking larutnya kita dalam kisah filmnya, beberapa pencapaian teknis bagus seolah terlewatkan. Teknik montage seringkali disajikan dengan sangat mengesankan dalam banyak adegan, serta tentu elemen musikalnya. Beberapa tembang pop populer disajikan mengikuti mood adegan (lirik) dengan amat manis hingga bahkan sang pemain sendiri bernyanyi dalam satu adegannya. Satu nomor klasik karya J.S. Bach secara elegan mengiring salah satu adegan krusialnya. Sang sineas memang tahu betul bagaimana menggunakan musik dalam filmnya.
Drama bertema sejenis memang sudah membludak, namun Herself dengan kekuatan kasting dan sentuhan sang sineas membuat film ini menjadi salah satu yang terbaik di genrenya. Temanya memang sudah biasa, namun film ini luar biasa dalam pengemasannya. Pesannya memang abadi dan tak lekang waktu yakni tentang kasih sayang, persahabatan, selalu ikhtiar dan berbuat baik. Apa ini cukup untuk bahagia? Ya, walau kadang hidup tidak seperti yang kita maui. Coba kamu tanya saja Sandra.
Stay safe and Healthy!