Kisah hubungan si “penculik” dengan korbannya yang saling benci hingga akhirnya saling menyayangi memang sudah bukan hal baru bagi medium film. Bisa jadi ratusan film telah menggunakan formula yang sama. Namun, Pawn dengan caranya mampu membalutnya dengan kisah yang unik. Film drama menyentuh ini diarahkan oleh kang Dae-gyu dengan dibintangi Sung Dong-il, Ha Ji-won, Kim Hee-won, serta akris cilik Park So-yi. Film produksi CJ Entertaintment ini menjadi salah satu film terlaris di Korea di masa pandemi yang hingga kini belum kelar.

Alkisah di awal 1990-an, Doo-seok dan adiknya Jong Bae bekerja sebagai tukang penagih hutang di kota Incheon. Dengan tak tahu malu di depan publik, Doo-seok memaksa seorang ibu bersama putrinya untuk segera membayar hutang mereka. Sang ibu akhirnya meminta waktu sehari. Sebagai jaminan, Doo-seok pun membawa putrinya, Seung-yi secara paksa. Malangnya, sang ibu ternyata berurusan dengan pihak imigran dan dideportasi ke luar negeri. Seung-yi pun terpaksa tinggal bersama Doo-seok dan adiknya. Peristiwa demi peristiwa pun berlalu, hubungan batin antara mereka bertiga pun semakin terjalin erat.

Untuk urusan melodrama macam ini, film Korea Selatan memang jagonya dalam membangun sisi dramatik adegan demi adegan yang mampu menguras habis air mata penonton. Tak perlu disebut karena saking banyaknya, Pawn boleh dibilang adalah satu diantaranya yang terunik. Kisah segmen masa lalunya jelas lebih menyengat penonton ketimbang segmen masa kini yang terasa hanya sebagai pelengkap. Pawn membangun chemistry-nya dengan amat sabar dan mampu memukul penonton di momen yang tepat. Dalam satu momen di klab malam, mustahil mata penonton tak sembab. Setting era 1990-an, masa ketika pager dan telpon rumah adalah alat komunikasi utama menjadi satu elemen penting pembangun intensitas dramatik plotnya. Walau dalam beberapa momen (peralihan cerita babak dua) harus diakui memang terasa kurang menggigit.

Baca Juga  My Neighbor Totoro, Kombinasi Imajinasi dan Falsafah Hidup

Pawn menyajikan drama menyentuh antara seorang dua pria dan gadis cilik melalui kisah yang unik dengan kekuatan chemistry dari 3 pemeran utamanya. Film Korea seolah tak pernah meleset dalam memilih kasting, tak terkecuali pula Pawn. Sung Dong-Il jelas menjadi bintangnya, yang sering bersikap kasar, namun semua orang tahu ia menyayangi si cilik. Akris cilik Park So-yi pun mampu bermain luwes dalam merespon sikap sang paman. Dua tokoh ini memang menjadi kunci yang mampu menyayat hati penonton. Seberapa dalam mereka berdua bisa menyayat hati kalian, silahkan tonton sendiri filmnya.

Stay safe and Healthy!

 

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
75 %
Artikel SebelumnyaOnce Upon a Time in Indonesia
Artikel BerikutnyaHis House
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses