Kenalkah kamu dengan nama Fiersa Besari? Musisi, pendaki gunung, dan penulis yang bukunya diadaptasi ke dalam film berjudul sama, Garis Waktu. Film drama roman ini diarahkan oleh sutradara muda, Jeihan Angga, ditulis Benni Setiawan, dan disupervisi Hanung Bramantyo. Melalui produksi MD Pictures dan Dapur Film, para pemeran film ini antara lain Reza Rahadian, Michelle Ziudith, Anya Geraldine, Giras Basuwondo, Rulyani Isfihana, Bambang Paningron Astiaji, dan Izabel Yahya. Bagaimana kali ini hasil arahan sang sutradara muda tersebut?
Kisahnya bermula dari pertemuan acak April (Michelle) dan Senandika (Reza) di pinggir jalan, karena peristiwa kebocoran ban mobil. Pertemuan kebetulan yang seakan tak menandakan apapun tersebut kemudian berlanjut ke pertemuan berikutnya, dan berujung kedekatan di antara keduanya. Setelah April menyaksikan dan mendengarkan penampilan musik Sena di kafe, ia pun mempertemukan lelaki itu dengan sahabatnya, Sanya (Anya). Hubungan April dan Reza lantas merenggang karena faktor larangan dari ayah April (Astiaji), dan semakin hancur oleh satu peristiwa yang melibatkan pula Sanya.
Format dan ide film ini sebetulnya telah umum dijumpai dalam cerita-cerita drama roman. Kisah dari bukunya sendiri bukanlah barang baru sebagai bahan pembuatan cerita dalam film roman di Indonesia. Ketika seorang wanita “secara kebetulan” bertemu seorang pria di sebuah tempat yang acak, lalu beberapa hari kemudian bertemu kembali dan terlibat serangkaian aktivitas bersama. Kedekatan terjalin, hubungan kian merekat, bersamaan dengan rintangan dari orang tua yang tidak setuju atau soal perjodohan. Kemudian jalinan asmara keduanya meretak saat muncul pihak-pihak ketiga, hingga kemudian bersatu kembali usai mengalami momen-momen perenungan. Terlepas dari Garis Waktu merupakan film adaptasi, kisah-kisah semacam ini sudah tidak terhitung banyaknya sampai hari ini. Kita bisa tahu itu dari A Perfect Fit, Layla Majnun, Notebook, Wedding Proposal, dan masih banyak lagi lainnya.
Kendati demikian, sineas Garis Waktu tak kehabisan akal untuk mengolah film ini dengan beragam tawaran. Terutama kematangan sinematografer, editor, dan sutradara film ini. Mereka mengerahkan kemampuan masing-masing agar film dengan cerita yang biasa ini menjadi tampak tidak biasa. Gambar-gambarnya hadir dengan cara-cara pengambilan yang mendukung kebutuhan dramatik cerita. Tak sekadar framing adegan belaka, tetapi juga mengandung konsep yang memadai. Editing-nya pun beberapa kali menunjukkan pemotongan yang tak bertele-tele dan tetap berkelas. Setidaknya untuk genre ini. Tak banyak drama roman populer yang masih bisa memperlihatkan gairah dari para pembuatnya lewat aspek-aspek lain, ketika format naskah dan ide ceritanya telah umum.
Akting juga tak perlu diragukan lagi atas peran sang bintang, Reza, sebagai Senandika. Ekspresif, mudah menebalkan emosi dalam adegan-adegan dramatis, dan penghayatan yang baik. Tergantung keseluruhan filmnya, Reza bisa saja tampil baik atau buruk. Michelle pun tampak tak kesulitan menjadi lawan mainnya. Apalagi peran Anya yang dalam satu momen tiba-tiba bertindak sebagai pihak ketiga. Penonton Garis Waktu yang telah mengikuti seri Layangan Putus pasti langsung teringat dengan relasi di antara mereka berdua. Lagipula penulis film ini juga yang mengarahkan seri tersebut. Meski tetap saja, rasanya aneh melihat Reza ada dalam film dengan genre drama roman populer semacam Garis Waktu ini.
Kendati Garis Waktu berangkat dari format dan ide yang telah umum, para pembuatnya semaksimal mungkin mengemasnya dengan daya tawar lain. Memang mudah tertebak, tetapi bukan berarti tidak bisa dinikmati. Sinematiknya masih bagus, dan olah peran dari para pemainnya juga mampu memaksimalkan nilai dramatik cerita. Setelah baru kali ketiga ini mengarahkan film panjang, Jeihan Angga tampaknya sudah mulai bisa menunjukkan kepiawaiannya dalam menyutradarai. Proses yang terbilang lama, mengingat dia sendiri jarang muncul. Berbeda sekali dengan rekan penulisnya dalam film ini, Benni Setiawan, yang telah lama berkecimpung menggarap naskah film-film drama roman. Terlebih, Garis Waktu bukanlah kali pertama bagi keduanya mengerjakan film adaptasi novel. Jeihan dengan Just Mom (Ibu), dan Benni dengan Twivortiare.