Marie Kondo, konsultan deklarasi Jepang dan teori minimalisnya mendapatkan ketenaran global melalui berbagai buku-bukunya dan seri yang ditayangkan di Netflix. Ia mendorong pemirsa untuk membuang benda-benda yang tidak perlu di rumah mereka yang tidak “memicu kebahagiaan” ketika dipegang. Begitu kisah Happy Old Year.

Cerita dalam film ini dimulai dari menginginkan hidup minimalis seperti Marie Kondo. Jean, sebagai tokoh utama kembali ke Thailand setelah tahunan hidup di Swedia. Ia memiliki cita-cita merubah keadaan rumahnya yang sangat berantakan dan terlalu banyak barang agar lebih minimalis. Tujuan utamanya kembali tidak lain karena ia ditawari pekerjaan dengan syarat harus memiliki kantor sendiri. Namun ada penolakan dari keluarganya yaitu ibu dan adiknya serta hambatan emosional, hingga dia tidak bisa begitu saja membuang barang. Ia pun akhirnya memutuskan untuk mengembalikan semua barang yang pernah ia pinjam dari orang lain – termasuk mantan pacarnya. Ini menjadi proses menyakitkan yang memunculkan kenangan indah, emosi tak terduga, dan pandangan baru. Sementara itu, dari semua benda yang Jean ingin buang adalah piano yang dulu tidak pernah dimainkan ayahnya. Piano ini adalah inti dari sejarah sentimental keluarganya – satu-satunya benda di rumah yang ibunya dengan kukuh menolak untuk menyingkirkan.

Happy Old Year disutradarai oleh Nawapol Thamrongrattanarit dan sempat masuk seleksi Rotterdam Internasional Film Festival 2020. Sang sineas memilih pemain yang kualitasnya sudah terbukti, salah satunya adalah pemain Bad Genius, yaitu Aokbab. Ia berhasil berakting dengan sangat baik sebagai pemeran utama dan pusat cerita. Lawan mainnya yang juga tidak asing lagi, yaitu Sunny Suwanmethanont yang mengimbangi dengan karakter yang sangat menawan.

Film ini dikisahkan melalui sudut pandang Jean tetapi tidak selalu mudah untuk memahami keputusannya – dan ini mungkin merupakan tantangan yang dilemparkan Nawapol kepada para penontonnya. Kamera mengikuti Jean dengan gaya tenang, terkendali, memperhatikan detail dan dunia batin karakter yang kompleks. Drama sensitif ini diringankan oleh momen parodi diri, kekacauan, dan beberapa pemain pendukung yang menarik perhatian. Film ini dikemas cukup sederhana, hanya ada beberapa setting yang digunakan, utamanya adalah rumah keluarga Jean.

Baca Juga  Munafik 2

Konflik yang dibangun sedemikian halus kemudian temponya mulai naik. Beberapa konflik batin mampu membuat penonton menjadi iba dan simpati. Film ini membuat kita berpikir bahwa segala yang kita miliki, terkait dengan memori tertentu atau orang yang pantas untuk dihargai. Happy Old Year menjadi salah satu film yang sangat wajib ditonton, kalian bisa menikmatinya di Netflix!

PENILAIAN KAMI
Overall
80 %
Artikel SebelumnyaOnly
Artikel BerikutnyaFilm tentang Wabah: The Flu
Tia Sukma Sari lahir di Salatiga 14 November 1994. Sekarang ia masih menempuh pendidikan di Institut Seni Indonesia Yogyakarta, Jurusan Film dan Televisi. Kesukaannya terhadap dunia baca dan menulis membuatnya memilih konsentrasi di penulisan naskah film fiksi. Ia cukup aktif menulis di tumblr-nya, dan sekarang mencoba untuk semakin rajin menulis ulasan film.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.