Para penikmat film tentu masih ingat nama Livi Zheng yang tren beberapa tahun lalu. Namanya begitu heboh karena ketika itu sensasi yang digemborkan adalah film arahannya Brush with Danger (2014), “masuk seleksi” Academy Awards. Di salah satu stasiun televisi, sineas kelahiran Jawa Timur ini pun “dihakimi” para pelaku dan pengamat industri film kita. Saya tertawa geli melihatnya, apakah semua orang yang ada di sana sudah melihat filmnya? Mestinya sudah. Siapa pun penikmat film sejati, tahu persis, ada di level mana filmnya. Untuk apa membuang energi untuk ini, biarkan saja karya sang sineas yang berbicara. Bicara pantas atau tidak, sang sineas untuk dibenci dan dipuja, kita tilik saja film terbarunya, Insight. Mudahnya begini, pencapaian film ini kurang lebih sama dengan film sebelumnya.
Insight kembali diarahkan oleh Livi bersama adiknya, Ken Zheng. Sang kakak masih berada di kursi sutradara dan produser, sementara sang adik menjadi penulis naskah dan bermain dalam filmnya. Bedanya, kini film ini dibintangi beberapa nama yang (pernah) familiar di dunia film, antara lain Tony Todd, John Savage, Sean Patrick Flannery, Keith David, dan Medeline Zima. Film aksi ini dirilis oleh beberapa platform beberapa hari yang lalu, salah satunya Prime video.
Saya tak mau berlama-lama menulis ringkasan cerita film ini karena memang tak perlu. Cukup hanya beberapa adegan di awal saja sudah mewakili keseluruhan filmnya. Cuma durasi 10 menit saja, kamu dapat dengan mudah menemukan puluhan lubang plot dalam naskahnya. Bayangkan satu film penuh, berapa banyak lubang plot yang bisa terhitung? Penulis naskah tampak kurang jeli dalam menulis detil naskahnya sehingga banyak hal yang tidak nalar tersaji begitu saja.
Beberapa adegan dan shot yang tak perlu juga sering kali muncul dan ini juga sangat terkait dengan aspek editing. Satu contoh kecil saja, untuk mengolah adegan kilas balik, apa harus mengulang shot atau adegan yang sama berulang kali? Pembuat film tampak sekali seperti masih pada level amatir dalam mengolah banyak adegannya. Para pemain yang sebenarnya punya talenta karena pengalaman mereka menjadi terbuang percuma. Lalu adegan aksinya? Duh, tak perlu komentar deh.
Teknis amatir dan cacat naskah di segala lini, Insight adalah satu contoh film B-Movies buruk dengan memajang nama-nama familiar yang kini telah terlupakan. Satu hal janggal yang sepertinya baru kali ini saya lihat pada film mainstream produksi Hollywood ada pada ending credit-nya. Baru kali ini saya melihat pada credit, nama satu kru penting ditulis hingga beberapa kali. Misal, untuk menulis nama sutradara mengapa tidak ditulis sekaligus jika memang ada dua orang. Yang lucunya lagi, nama editor bahkan harus ditulis 3 kali. Oke, memang tidak ada aturan baku soal penulisan ini, hanya tidak biasa saja. Namun, satu kesalahan memalukan adalah typo atau salah tulis jabatan seorang kru. Satu hal ini saja sudah menunjukkan jika pembuat film terkesan tidak serius. Insight adalah satu contoh film buruk yang ideal yang bisa dijadikan studi kasus betapa buruk naskah, dialog, editing, serta pengadeganan disajikan dalam sebuah medium film.
Stay safe and Healthy.