Jumanji: The Next Level (2019)
123 min|Action, Adventure, Comedy|13 Dec 2019
6.7Rating: 6.7 / 10 from 293,565 usersMetascore: 58
In Jumanji: The Next Level, the gang is back but the game has changed. As they return to rescue one of their own, the players will have to brave parts unknown from arid deserts to snowy mountains, to escape the world's most danger...

Jumanji: The Next Level adalah sekuel dari Jumanji: Welcome to the Jungle (2017) yang sukses besar di pasaran dengan nyaris mendekati USD 1 miliar. Tak mau melewatkan momen, film ketiga dari seri Jumanji ini masih digarap sutradara yang sama, Jake Kasdan dengan bintang-bintang reguler sebelumnya, yakni Dwayne Johnson, Karen Gillan, jake Black, Kevin Hart, serta Nick Jonas. Kali ini didukung pula 2 aktor gaek, Danny DeVito dan Danny Glover. Dengan menggunakan formula yang sama, sekuelnya ini, rasa-rasanya bakal kembali sukses di pasaran.

Beberapa tahun setelah peristiwa sebelumnya, Spencer kini mengalami krisis kepercayaan diri ketika tiga rekannya menikmati hidup mereka sementara ia kuliah di New York dengan hidup pas-pasan. Saat liburan dan kembali ke rumahnya, Spencer melakukan hal yang amat konyol dengan kembali masuk ke permainan Jumanji. Tiga rekannya, Martha, Spencer, dan Bethany mencoba masuk untuk menolong Spencer, namun kali ini segalanya tidak sesuai rencana ketika kakek Spencer, Eddie dan rekannya, Milo justru secara tak sengaja masuk ke dunia Jumanji.

Dengan formula kisah yang sama seperti sebelumnya, dijamin film ini bakal menghibur penonton. Konsep avatar (pemain game) yang kini diubah sosok karakter pemainnya menjadikan sekuelnya terasa lebih segar sekalipun masih merasuki sosok-sosok yang sama (Bravestone, Ruby, Prof. Sheldon, dan Finbar). Karakter avatar ini seolah seperti berubah “jiwa”-nya karena dimainkan pemain yang berbeda. Walau bukan pekerjaan sulit bagi para pemainnya (Johnson, Hart, Black, dan Gillan), namun perpindahan gaya bicara dan gesture-nya sungguh sangat menyenangkan untuk dilihat. Sosok “The Rock” kembali seolah bukan sosok Dwayne Johnson yang biasa kita lihat di film-filmnya. Ini satu hal mengapa film ini begitu menghibur dan tidak membosankan, sekalipun hanya adegan dialog antar mereka.

Baca Juga  The Way Back

Bicara aksi, dari trailer-nya sudah terlihat aksi-aksinya yang heboh dan berlebihan. Jujur saja, saya sudah meremehkan banyak adegan aksinya sejak awal. Belum lagi terlalu banyak efek visual dan lainnya. Namun, ternyata saya salah besar. Adegan di padang pasir dengan burung unta dan di jembatan bersama ribuan monyet ternyata bisa sangat menghibur. Memang bukan aksinya semata, namun lagi-lagi adalah polah para karakternya dan sisi humornya yang membuat adegan ini begitu menghibur. Coba saja cermati satu adegan kecil ketika mereka melompat jurang dengan mobil (jamak dalam genre aksi dan Johnson pun rasanya sudah melakukan ini ratusan kali dalam filmnya), konyol memang, namun formula avatar memang ampuh untuk menyegarkan sisi humor dan aksinya. Adegan aksi sederhana ini bisa terasa sangat berbeda. Hal ini terasa sekali sejak awal hingga pertengahan filmnya.

Satu hal kecil yang membuat menonton film ini terasa melelahkan adalah tempo plotnya yang melambat pada pertengahan durasi. Semuanya menjadi terasa serba formal untuk segera menuntaskan cerita yang memang sejak awal bisa kita tebak arahnya. Hal ini semakin terlihat di babak klimaks. Sekalipun aksi begitu hebat tetap saja tak bisa menghilangkan rasa kantuk. Saya tak lagi merasakan adanya misteri, ketegangan, dan ancaman. Nol. Semua pasti akan baik-baik saja. Hanya sedikit kejutan di-ending film, yang tentu untuk merespon sekuelnya jika film ini sukses komersial.

Seperti sebelumnya, Jumanji: The Next Level adalah sekuel yang sangat menghibur melalui kombinasi aksi dan humor, serta polah para karakternya, terkecuali babak klimaksnya yang terasa hanya sebagai formalitas. Andai film ini mampu menjaga intensitas ketegangan sejak awal, tentu hasilnya akan berbeda. Sekuelnya kelak, rasanya merujuk konsep cerita seri pertama Jumanji. Sepertinya bakal menyenangkan. Dengan formulanya, dua seri Jumanji ini setidaknya telah mencoba sesuatu yang berbeda dibandingkan film-film box-office lazimnya.

 

PENILAIAN KAMI
Overall
70 %
Artikel Sebelumnya21 Bridges
Artikel BerikutnyaDarah Daging
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.