Prolog Kilas Balik:

Marriage Story, apa ulasan film ini sudah telat? Ya tentu saja. Film ini adalah satu dari banyak film berkualitas yang tidak sempat saya ulas, sejak akhir tahun lalu hingga awal tahun ini. Ya, mungkin sekarang adalah saat yang tepat untuk melakukan kilas-balik ke beberapa bulan lalu. Beberapa diantaranya adalah film-film masterpiece yang saya pikir tidak bisa dilewatkan penikmat film begitu saja. Bagi yang belum menonton, ini adalah saat yang sempurna di tengah musibah besar dan pengasingan diri yang tengah kita lakukan sekarang. Siapa tahu, film-film ini bisa membuat kita merenung lebih jauh tentang apa yang sebenarnya terjadi dengan umat manusia kini atau mungkin hidup kita sendiri. Selamat membaca.

Marriage Story (2019)
137 min|Drama, Romance|06 Dec 2019
7.9Rating: 7.9 / 10 from 360,605 usersMetascore: 94
A stage director and his actor wife struggle through a grueling divorce that pushes them to their personal and creative extremes. Noah Baumbach's incisive and compassionate look at a marriage breaking up and a family staying toget...

Marriage Story adalah film drama yang digarap oleh sineas kawakan Noel Baumbach sekaligus bertindak menjadi produser dan penulis naskahnya. Film berbujet USD 18 juta ini didistribusikan oleh Netflix pada akhir tahun lalu. Marriage Story dimainkan oleh beberapa bintang papan atas, yakni Scarlet Johansson, Adam Driver, Laura Dren, Alan Alda, hingga Ray Liotta. Seperti telah kita ketahui film ini mendapat pujian tinggi di banyak ajang festival film bergengsi, macam BAFTA, Golden Globe, hingga Academy Awards. So, di mana kekuatan film ini sebenarnya?

Film ini mengisahkan pasangan suami istri di ambang perceraian mereka. Charlie adalah sutradara teater kenamaan yang amat berbakat, lalu Nicole (Johansson) adalah bintang panggungnya yang sekaligus adalah sang istri. Hubungan mereka yang makin renggang, akhirnya memicu Nicole untuk menceraikan suaminya. Kisah filmnya berlanjut menyajikan bagaimana proses perceraian ini menguras waktu, fisik, dan mental keduanya dengan posisi sang putra, Henry, di tengah keduanya.

Baca Juga  French Tech (Festival Sinema Prancis)

Kelebihan film ini dibandingkan film sejenisnya adalah kedekatannya dengan realitas. Konflik yang tak memaksa dan semuanya berjalan natural tanpa sesuatu yang didramatisir berlebihan. Tampak sekali kisah ini begitu personal bagi sang sineas yang juga menulis naskahnya. Gaya penyutradaraannya pun sederhana, seperti kisahnya dengan mata kamera selalu mengikuti sang obyek utamanya. Beberapa shot disajikan sangat brilian menggambarkan kerenggangan dua tokohnya. Kita layaknya menonton film dokumenter tentang biografi kedua tokohnya. Namun, bukan berarti kisahnya superior dibandingkan film sejenis, sebut saja Before Midnight dan Blue Valentine. Saya masih memilih dua film ini.

Bintang dari film ini adalah permainan para bintangnya. Tak banyak komentar untuk Johansson dan Driver yang bermain begitu ekspresif dan emosional sepanjang filmnya. Terbukti peran superhero yang dimainkan sang aktris, nyatanya tak banyak menguras enerjinya. Sementara Driver, kita memang sudah memahami penuh talentanya. Satu adegan ketika keduanya terlibat adu mulut adalah salah satu adegan pertikaian suami istri terbaik yang pernah ada. Adegan krusial ini mampu merangkum semua kisah filmnya dengan amat sempurna. Sungguh-sungguh penuh emosi. Sementara aktris senior, Laura Dern mencuri perhatian sebagai Nora, pengacara Nicole dengan performanya yang penuh percaya diri.

Kekuatan terbesar Marriage Story adalah gaya penyutradaraan sang sineas yang bersahaja dan para kastingnya yang bermain di atas standar. Marriage Story memberikan pemahaman besar bagi kita tentang arti sebuah pernikahan yang berujung perceraian. Menjalin hubungan ke jenjang yang lebih tinggi memang bukan perkara mudah. Semua bisa berujung pada kebaikan, namun juga bencana bagi semua. Kita tak bisa tahu bagaimana kelak hubungan Charlie dan Nicole berujung? Semua dibutuhkan itikad dan komunikasi yang baik serta saling mengisi kekurangan satu sama lain. Semua pasangan muda bisa belajar dari hubungan Charlie dan Nicole.

PENILAIAN KAMI
Overall
80 %
Artikel SebelumnyaMortal Kombat Legends: Scorpion’s Revenge
Artikel BerikutnyaFilm tentang Wabah: The Happening
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses