Motel Acacia

0
Motel Acacia (2019)
92 min|Horror|11 Mar 2020
3.6Rating: 3.6 / 10 from 322 usersMetascore: N/A
A young man is groomed by his tyrannical father to take over the family business, a sinister motel that specializes in "taking care of" immigrants.

Motel Acacia adalah film horor thriller arahan sineas Malaysia, Bradley Liew. Film ini sempat diputar dalam Jogja-Netpac Asian Film Festival (JAFF) akhir tahun lalu dan banyak mendapat apresiasi di beberapa festival internasional. Uniknya, film ini adalah kerja sama internasional dengan dibintangi aktor-aktris dari banyak negara seperti, Filipina, Indonesia, Australia, Belgia, hingga Thailand. Di antaranya, JC Santos, Nicholas Saputra, Jan Bijvoet, Bront Palarae, serta Agot Isidro. Kisah filmnya memang unik dengan mengkombinasi isu imigran ilegal dengan unsur horor.

Di wilayah suatu negara di utara yang bersalju, terdapat satu tempat transit rahasia bernama Motel Acacia yang diperuntukkan para imigran ilegal sebelum memasuki wilayah negara lain. JC, pemuda asal Filipina di ajak ayahnya yang berkulit putih untuk mengelola tempat ini. Satu persatu, imigran pun berdatangan. Tanpa mereka duga, di tempat tersebut ternyata terdapat sebuah entiti kuno yang ingin membunuh mereka semua dan memanfaatkan para perempuan sebagai inangnya untuk berkembang biak.

Absurd dan tak jelas. Hingga akhir, Motel Acacia sulit untuk ditangkap ke mana arah filmnya. Latar belakang para tokohnya yang lemah, membuat sulit untuk berempati. Boro-boro tokohnya, untuk memahami alur plotnya saja sudah sulit karena potongan adegan sering kali tak kontinuiti. Contoh saja, ada satu momen kilas balik setelah CJ kecelakaan dengan sang ayah, entah disengaja atau tidak, namun ini disajikan tanpa ada kejelasan maksud dan motif. Saya bahkan sempat berpikir, mungkin film ini menggunakan plot nonlinier tapi ternyata tidak. Entah ini karena naskah atau kerja editor dan sineas yang kurang trampil, tak bisa dimengerti. Singkatnya, film ini tak mampu berkisah secara jelas dan terstruktur untuk sekadar memberi info secuil pun kepada penonton.

Baca Juga  Settlers

Satu lagi yang sangat mengganggu adalah pengabaian logikanya, tak hanya cerita, namun juga setting cerita. Untuk film selevel ini tentu fatal sekali. Di awal cerita, sang tokoh masuk ke dalam satu kabin kecil, namun di dalamnya mendadak ruangan bisa seluas dan sebesar itu. Jika memang posisi lantai tersebut ada di rubanah, setidaknya digambarkan jika sang tokoh turun menuruni tangga / elevator atau semacamnya. Ini jelas penting untuk menggambarkan setting kisah filmnya. Hal semacam Ini sudah umum disajikan di film produksi mana pun. Lalu, bicara logika cerita? Wuih, mungkin terlampau banyak bahkan sejak menit-menit awal. Cukup poinnya saja, jika otoritas (pemerintah) menghendaki para imigran tersebut tewas, mengapa harus susah payah menggunakan entiti tersebut dan memerangkap korbannya? Apa motifnya? Ini tentu tak masuk akal.

Motel Acacia mampu menampilkan setting unik serta visual yang mengesankan, namun sayangnya tidak sepadan dengan naskah absurd, pengabaian logika, serta pesan yang tak jelas. Naskah yang lemah diperburuk pula dengan dialog-dialognya yang teramat kaku, padahal penampilan kastingnya sama sekali tak buruk. Aktor kita, Nicholas Saputra sama sekali tidak bermain buruk. Tampak jelas, jika film ini memiliki pesan tersembunyi, entah bicara soal politik, isu imigran, isu lingkungan, atau bisa jadi tidak sama sekali? Jika ingin menyajikan film thriller macam Alien, mengapa tidak membuatnya lebih sederhana dan setting pun telah mendukung. Isu imigran dan politik masih bisa ada di sana dengan sang alien sebagai simbol “penguasa otoriter”. Saya hanya tak bisa memahami hubungan antara isu imigran dengan pohon mistik di awal film. Mungkin saja saya yang tak mampu menangkapnya dengan baik.

Stay safe and Healthy!

https://www.youtube.com/watch?v=-SLcYXkPsSY

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
40 %
Artikel SebelumnyaThe Postcard Killing
Artikel BerikutnyaThe Occupant
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.