Motel Acacia adalah film horor thriller arahan sineas Malaysia, Bradley Liew. Film ini sempat diputar dalam Jogja-Netpac Asian Film Festival (JAFF) akhir tahun lalu dan banyak mendapat apresiasi di beberapa festival internasional. Uniknya, film ini adalah kerja sama internasional dengan dibintangi aktor-aktris dari banyak negara seperti, Filipina, Indonesia, Australia, Belgia, hingga Thailand. Di antaranya, JC Santos, Nicholas Saputra, Jan Bijvoet, Bront Palarae, serta Agot Isidro. Kisah filmnya memang unik dengan mengkombinasi isu imigran ilegal dengan unsur horor.
Di wilayah suatu negara di utara yang bersalju, terdapat satu tempat transit rahasia bernama Motel Acacia yang diperuntukkan para imigran ilegal sebelum memasuki wilayah negara lain. JC, pemuda asal Filipina di ajak ayahnya yang berkulit putih untuk mengelola tempat ini. Satu persatu, imigran pun berdatangan. Tanpa mereka duga, di tempat tersebut ternyata terdapat sebuah entiti kuno yang ingin membunuh mereka semua dan memanfaatkan para perempuan sebagai inangnya untuk berkembang biak.
Absurd dan tak jelas. Hingga akhir, Motel Acacia sulit untuk ditangkap ke mana arah filmnya. Latar belakang para tokohnya yang lemah, membuat sulit untuk berempati. Boro-boro tokohnya, untuk memahami alur plotnya saja sudah sulit karena potongan adegan sering kali tak kontinuiti. Contoh saja, ada satu momen kilas balik setelah CJ kecelakaan dengan sang ayah, entah disengaja atau tidak, namun ini disajikan tanpa ada kejelasan maksud dan motif. Saya bahkan sempat berpikir, mungkin film ini menggunakan plot nonlinier tapi ternyata tidak. Entah ini karena naskah atau kerja editor dan sineas yang kurang trampil, tak bisa dimengerti. Singkatnya, film ini tak mampu berkisah secara jelas dan terstruktur untuk sekadar memberi info secuil pun kepada penonton.
Satu lagi yang sangat mengganggu adalah pengabaian logikanya, tak hanya cerita, namun juga setting cerita. Untuk film selevel ini tentu fatal sekali. Di awal cerita, sang tokoh masuk ke dalam satu kabin kecil, namun di dalamnya mendadak ruangan bisa seluas dan sebesar itu. Jika memang posisi lantai tersebut ada di rubanah, setidaknya digambarkan jika sang tokoh turun menuruni tangga / elevator atau semacamnya. Ini jelas penting untuk menggambarkan setting kisah filmnya. Hal semacam Ini sudah umum disajikan di film produksi mana pun. Lalu, bicara logika cerita? Wuih, mungkin terlampau banyak bahkan sejak menit-menit awal. Cukup poinnya saja, jika otoritas (pemerintah) menghendaki para imigran tersebut tewas, mengapa harus susah payah menggunakan entiti tersebut dan memerangkap korbannya? Apa motifnya? Ini tentu tak masuk akal.
Motel Acacia mampu menampilkan setting unik serta visual yang mengesankan, namun sayangnya tidak sepadan dengan naskah absurd, pengabaian logika, serta pesan yang tak jelas. Naskah yang lemah diperburuk pula dengan dialog-dialognya yang teramat kaku, padahal penampilan kastingnya sama sekali tak buruk. Aktor kita, Nicholas Saputra sama sekali tidak bermain buruk. Tampak jelas, jika film ini memiliki pesan tersembunyi, entah bicara soal politik, isu imigran, isu lingkungan, atau bisa jadi tidak sama sekali? Jika ingin menyajikan film thriller macam Alien, mengapa tidak membuatnya lebih sederhana dan setting pun telah mendukung. Isu imigran dan politik masih bisa ada di sana dengan sang alien sebagai simbol “penguasa otoriter”. Saya hanya tak bisa memahami hubungan antara isu imigran dengan pohon mistik di awal film. Mungkin saja saya yang tak mampu menangkapnya dengan baik.
Stay safe and Healthy!
https://www.youtube.com/watch?v=-SLcYXkPsSY