Mulan

0
751
Mulan (2020)
115 min|Action, Adventure, Drama|04 Sep 2020
5.8Rating: 5.8 / 10 from 155,157 usersMetascore: 66
To keep her ailing father from serving in the Imperial Army, a fearless young woman disguises herself as a man and battles northern invaders in China.

Tak terasa hingga bulan September, sejak Februari awal tahun ini, penonton film tak lagi bisa pergi ke bioskop karena pandemi yang tak kunjung berlalu. Industri film adalah salah satu yang terkena dampaknya paling hebat. Platform online menjadi sarana paling laris untuk menonton hingga berimbas pada film-film besar yang seharusnya tayang di bioskop. Seperti tak bisa menahan, Disney pun akhirnya merilis Mulan yang seharusnya tayang Maret lalu, melalui platform online-nya, Disney +.

Mulan diarahkan oleh Niki Caro yang kita kenal dengan film masterpiece-nya, The Whale Rider (2002). Dengan berbekal bujet US$ 200 juta, film ini dibintangi oleh bintang-bintang mandarin legendaris, macam Donnie Yen, Gong Li, hingga Jet Li, serta didukung aktris muda top Liu Yifei, Jason Scott Lee, hingga Tzi Ma. Seperti halnya Jungle Book, Beauty and the Beast, The Lion King, hingga Alladin, Mulan (2020) diadaptasi dari film animasi laris, Mulan (1998). Akankah film ini bakal selaris film-film remake animasi lainnya? Rasanya mustahil di tengah situasi seperti ini.

Kisahnya pun kurang lebih sama seperti film animasinya dengan hanya sedikit penambahan dan pengurangan di sana-sini sebagai tuntutan transisi versi live-action-nya. Apakah lebih baik? Jauh dari aslinya. Seperti halnya The Lion King dan Alladin, film ini kehilangan nuansa magis kisah aslinya. Polah sosok naga kecil Mu-shu, si jangkrik, dan sosok kuda di film animasinya, mampu menjadi penyeimbang kisah dramanya yang serius. Minus sisi humor, versi live-action-nya kini menjadi tak ubahnya film drama aksi yang tak mampu menggugah.

Baca Juga  Yesterday

Kisahnya pun, dalam beberapa adegan terasa seperti melompat dan tak lengkap. Entah karena secara tak sadar mengalami komparasi dengan kisah aslinya, yang jelas film ini kehilangan “chi”dan soul-nya. Satu contoh saja, adegan ketika sang ayah harus menerima panggilan militer dan berjalan tanpa tongkat untuk mengambil titah kaisar. Sisi dramatik yang diharapkan tak muncul dan ini banyak terjadi di adegan lainnya. Adegan aksi klimaksnya pun terasa sepi dan tak megah.

Namun, harus diakui sisi sinematografi serta production value-nya memang menampakkan bujet filmnya yang amat besar. Lalu bagaimana aksi perkelahiannya? Jika kamu pengagum Jet Li atau Donnie Yen, jangan berharap aksi perkelahian yang cepat, dinamis, dan “real” seperti di film-film mereka. Teknik slow-motion banyak dominan digunakan dan kadang terlihat para pemain mudanya masih terlalu kaku gerakannya. Bagi saya ini amat mengecewakan karena apa yang saya harapkan adalah film ini memiliki kelebihan di sisi koreografi aksinya. Walaupun, satu adegan pengejaran dengan kuda melalui aksi panahnya mampu ditampilkan mengagumkan.

Mulan, seperti halnya The Lion King dan Aladdin, kehilangan daya magis film animasinya dengan hanya menawarkan setting dan sinematografi menawan. Untuk bujet sebesar ini, Mulan jelas sangat mengecewakan. Saya juga berharap sekali, film ini menggunakan bahasa aslinya. Walaupun film ini boleh dibilang menjadi tonggak sejarah baru karena untuk pertama kalinya, sebuah film mega bujet Hollywood, dibintangi seluruhnya oleh para pemain Asia. Tentu ini adalah sebuah kebanggaan tersendiri bagi kita. Kita tunggu saja, apakah pencapaian Little Mermaid akan lebih baik dari ini?

Stay safe and Healthy!

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
60 %
Artikel SebelumnyaMudik
Artikel BerikutnyaKekuatan Perempuan dalam Mulan
Hobinya menonton film sejak kecil dan mendalami teori dan sejarah film secara otodidak setelah lulus dari studi arsitektur. Ia mulai menulis artikel dan mengulas film sejak tahun 2006. Karena pengalamannya, penulis ditarik menjadi staf pengajar di Akademi Televisi dan Film swasta di Yogyakarta untuk mengajar Sejarah Film, Pengantar Seni Film, dan Teori Film sejak tahun 2003 hingga tahun 2019. Buku film debutnya adalah Memahami Film (2008) yang memilah seni film sebagai naratif dan sinematik. Buku edisi kedua Memahami Film terbit pada tahun 2018. Buku ini menjadi referensi favorit bagi para akademisi film dan komunikasi di seluruh Indonesia. Ia juga terlibat dalam penulisan Buku Kompilasi Buletin Film Montase Vol. 1-3 serta 30 Film Indonesia Terlaris 2012-2018. Ia juga menulis Buku Film Horor: Dari Caligari ke Hereditary (2023) serta Film Horor Indonesia: Bangkit Dari Kubur (2023). Hingga kini, ia masih menulis ulasan film-film terbaru di montasefilm.com dan terlibat dalam semua produksi film di Komunitas Film Montase. Film- film pendek arahannya banyak mendapat apresiasi tinggi di banyak festival, baik lokal maupun internasional. Baru lalu, tulisannya masuk dalam shortlist (15 besar) Kritik Film Terbaik dalam Festival Film Indonesia 2022. Sejak tahun 2022 hingga kini, ia juga menjadi pengajar praktisi untuk Mata Kuliah Kritik Film dan Teori Film di Institut Seni Indonesia Yogyakarta dalam Program Praktisi Mandiri.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.