Apa arti kata “sahabat” menurutmu? Sementara kita mempertanyakan sejenak soal itu, film Persahabatan Bagai Kepompong pun dibuat. Melalui arahan Sentot Sahid, cerita film ini didasarkan pada serial televisi berjudul Kepompong, yang tayang pada tahun 2008-2009 sebanyak 290-an episode. Sang sutradara sendiri telah mengantongi Piala Citra, yang malah berasal dari kategori Best Editing melalui Night Bus (Best Film FFI 2017) dan Bumi Manusia (Best Film FFI 2019). Alim Sudio selaku penggarap skenario film ini, terhitung kerap menangani skenario film-film drama roman, baik dewasa maupun remaja. Keduanya pun beberapa kali terlibat dalam satu produksi. Sejumlah pemeran dalam film drama perhabatan remaja SMA produksi Frame Ritz Pictures dan Max Pictures ini, acapkali terlihat mengisi panggung genre tersebut. Seperti Bio One, Cut Beby Tsabina, serta Lulu Tobing, dengan tambahan wajah-wajah baru, yakni Yasmin Napper, Shanice Margaretha, Thalita Putri Riantani, dan Jihan Safira. Mengingat kepopuleran Kepompong pada lebih dari satu dekade lalu, apa yang membedakan film ini dengan sinetron tersebut?

Kepindahan tak terhindarkan Ayah Ben (Gunawan Sudrajat) karena urusan pekerjaan, menempatkan Ben (Ben Sarjono) dalam lingkungan pergaulan remaja SMA yang baru. Mau tak mau, Ben pun harus belajar beradaptasi. Terutama dengan sepupunya sendiri, Isabel (Yasmin Napper) dan ketiga sahabat satu gengnya, Kepompong. Dalam perjalanan adaptasi inilah beragam perubahan terjadi, baik terhadap Ben sendiri, sepupu beserta gengnya, maupun seorang siswi yang paling populer di sekolah, Paula (Cut Beby Tsabina). Tentu saja masa-masa awal kehadiran Ben di sekolah barunya tidaklah baik-baik saja. Salah satu yang ia terima, jelas, adalah perundungan. Meski begitu, keberadaan support system seperti Tante Indah (Lulu Tobing) sedikit-banyak membantu pundaknya terbebas dari beban masalah, sehingga ia pun memengaruhi lingkungan di sekitarnya juga ikut berubah ke arah yang lebih baik.

Visual Persahabatan Bagai Kepompong secara garis besar terbagi menjadi dua, keceriaan khas remaja SMA yang tampak cerah dan beban batin yang tersembunyi di baliknya. Selalu ada dua wajah yang ditunjukkan oleh para tokohnya. Lain di sekolah lain pula di rumah. Lalu di sanalah visual film ini menempatkan diri melalui peran shot dan editing-nya.

Nah, berbicara mengenai unsur editing, Persahabatan Bagai Kepompong menampilkan gaya pemotongan gambar yang erat dengan suasana atau segmentasi anak muda. Pada bagian inilah elemen keceriaan hidup masa remaja SMA mengisi film. Selain itu, pantas saja bila aspek editing dalam film ini sangat terasa menonjol, karena Sentot Sahid yang menyutradarainya telah malang-melintang sebagai editor.

Baca Juga  Negeri 5 Menara

Sang wajah kedua, yakni masalah yang tersembunyi hadir melalui cara pengambilan gambar. Shot-shot close up dan pergerakan kameralah yang rupanya bertugas mempertajam emosi kesedihan dari beberapa tokoh sentral. Meski secara keseluruhan terbilang biasa saja. Namun, pergerakan kamera yang tak terlalu ingin neko-neko tampaknya malah seirama dengan dasar atau inti cerita film yang memang cukup simpel.

“Kesederhanaan” dasar atau inti cerita Persahabatan Bagai Kepompong sepertinya berpengaruh besar terhadap kemudahan penonton menebak beberapa bagian dalam alur film ini. Apalagi pada bagian ending yang memunculkan para tokoh “spesial” sebagai cameo. Kendati demikian, kondisi film ini masih sangat tertolong oleh kedalaman emosi yang ditampilkan para pemerannya. Akting yang menjadi poin plus cukup besar melebihi aspek filmis lain dari film ini. Bahkan tak cuma ekspresi, tokoh-tokoh sentralnya mampu membuat beberapa penggal kalimat dialog terasa lebih bernyawa.

Pengemasan film ini sendiri sedikit-banyak mengubah sejumlah hal dari serial televisinya. Pada akhirnya film ini hanya mengambil esensi “persahabatan” dari cerita tentang “Persahabatan Bagai Kepompong”. Tak seperti Keluarga Cemara misalnya, yang mengompres cerita dari serial televisinya menjadi satu film utuh dengan tetap mempertahankan identitas dan karakteristik dari para tokohnya. Persahabatan Bagai Kepompong seperti berdiri sendiri sebagai cerita kedua tentang kehidupan persahabatan anak remaja SMA. Bagaimanapun, mengolah cerita yang didasarkan pada judul yang jauh-jauh hari sudah lebih dulu terkenal memang tak bisa dipungkiri cukup menjamin jumlah penontonnya. Setidaknya, kisaran angka penonton ini dapat lebih mudah terbaca karena judul tersebut telah mempunyai penggemarnya terlebih dulu.

Persahabatan Bagai Kepompong tak mungkin dikesampingkan sebagai oasis di tengah gurun genre drama remaja, dengan pengemasan dan cara penyampaian yang itu-itu saja. Film ini boleh jadi memang tak sepenuhnya baru karena pada dasarnya berasal dari serial televisi yang sudah pernah ada. Apalagi dengan adanya celah dalam alur ceritanya, karena beberapa part yang mudah ditebak kelanjutannya. Namun, kehadirannya tetap memberi warna tersendiri. Lagipula, kesederhanaan ceritanya yang mudah ditebak itu dapat terobati dengan baik oleh kekuatan akting para tokoh beserta problematika yang melingkupi mereka.

PENILAIAN KAMI
Overall
75 %
Artikel SebelumnyaThe Secret 2: Mystery of Villa 666
Artikel BerikutnyaGodzilla vs. Kong
Miftachul Arifin lahir di Kediri pada 9 November 1996. Pernah aktif mengikuti organisasi tingkat institut, yaitu Lembaga Pers Mahasiswa Pressisi (2015-2021) di Institut Seni Indonesia Yogyakarta, juga turut andil menjadi salah satu penulis dan editor dalam media cetak Majalah Art Effect, Buletin Kontemporer, dan Zine K-Louder, serta media daring lpmpressisi.com. Pernah pula menjadi kontributor terpilih kategori cerpen lomba Sayembara Goresan Pena oleh Jendela Sastra Indonesia (2017), Juara Harapan 1 lomba Kepenulisan Cerita Pendek oleh Ikatan Penulis Mahasiswa Al Khoziny (2018), Penulis Terpilih lomba Cipta Puisi 2018 Tingkat Nasional oleh Sualla Media (2018), dan menjadi Juara Utama lomba Short Story And Photography Contest oleh Kamadhis UGM (2018). Memiliki buku novel bergenre fantasi dengan judul Mansheviora: Semesta Alterna􀆟f yang diterbitkan secara selfpublishing. Selain itu, juga menjadi salah seorang penulis top tier dalam situs web populer bertema umum serta teknologi, yakni selasar.com dan lockhartlondon.com, yang telah berjalan selama lebih-kurang satu tahun (2020-2021). Latar belakangnya dari bidang film dan minatnya dalam bidang kepenulisan, menjadi motivasi dan alasannya untuk bergabung dengan Komunitas Film Montase sejak tahun 2019. Semenjak menjadi bagian Komunitas Film Montase, telah aktif menulis hingga puluhan ulasan Film Indonesia dalam situs web montasefilm.com. Prestasi besar terakhirnya adalah menjadi nominator Festival Film Indonesia 2021 untuk kategori Kritikus Film Terbaik melalui artikel "Asih, Cermin Horor Indonesia Kontemporer" bersama rekan penulisnya, Agustinus Dwi Nugroho.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.