Persuasion adalah satu lagi adaptasi novelis legendaris, Jane Austen setelah belasan karyanya diangkat ke medium film yang telah puluhan jumlahnya. Persuasion digarap oleh sutradara teater asal Inggris, Carrie Cracknell yang dibintangi oleh Dakota Johnson, Cosmo Jarvis, dan Henry Golding. Mampukah adaptasi rilisan Netflix ini bersaing dengan adaptasi Austen sebelumnya yang dianggap masterpiece?

Gadis muda cerdas dan mandiri, Anne Eliot (Johnson) rupanya masih belum bisa move-on, setelah putus selama delapan tahun dengan Frederick Wentworth (Jarvis). Pertemuannya kembali dengan pujaan hatinya membuat harapannya kembali hadir. Perasaan yang terpendam, semakin terkunci rapat ketika sepupu dekatnya, Louisa terpikat pada Frederick. Sementara seorang bangsawan muda menawan, William Elliot (Golding) memikat Anne dengan ketampanannya. Mantan dua sejoli ini semakin jauh dari mimpi mereka, sekalipun di lubuk hati mereka tidak pernah melupakan satu sama lain.

Dari semua adaptasi Jane Austen, satu yang paling mengesankan secara estetik adalah Pride & Prejudice (2005). Bicara kisah adaptasinya, banyak penikmat tentu tak lepas dari dua hal, loyal atau lepas dari adaptasi aslinya. Medium film memiliki gaya estetiknya yang tentu berbeda dengan literatur, tinggal bagaimana kemasan kisahnya disajikan secara filmis. Pride & Prejudice (2005) adalah juaranya, walau Sense of Sensibilities, Emma hingga Clueless juga bisa dibilang punya kualitas. Lalu Persuasion? Bisa jadi bukan salah satu yang terbaik, namun punya charm-nya tersendiri melalui penampilan bintang dan gaya bertuturnya.

Tak dipungkiri, Dakota Johnson adalah salah satu kekuatan film ini. Aktris asal AS ini tampil prima sebagai gadis modern Inggris pada masanya. Walau bukan kapasitas saya untuk menilai aksen Inggrisnya, namun gesture dan ekspresinya sudah lebih dari cukup untuk melihat betapa briliannya aktris ini. Satu teknik yang mendukung aktingnya adalah pelanggaran tembok keempat, di mana ia seringkali berkomunikasi langsung dengan penonton. Dengan hanya lirikan mata saja sudah membuat penampilannya amat menggemaskan. Para kasting lainnya terlampau jauh jika disandingkan dengan penampilan Johnson.

Baca Juga  The Croods: A New Age

Walau tak sesuperior adaptasi Jane Austin, Pride & Prejudice (2005), penampilan memikat Dakota Johnson sudah cukup untuk membuat film ini layak ditonton penikmat genrenya. Rasanya ini adalah salah satu penampilan terbaiknya. Untuk adaptasinya, para penggemar sejati sang novelis bisa jadi kecewa karena alur kisahnya. Secara estetik pun tidak banyak yang ditawarkan, dan gaya kamera handheld, juga bukan solusi yang brilian untuk mendampingi kisahnya. Jika kamu penggemar Austen ini jelas adalah tontonan wajib, dan bagi penggemar roman, Persuasion lebih dari cukup untuk menjadi tontonan menghibur. Masih kita tunggu, karya brilian adaptasi Jane Austen lainnya.

 

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
75 %
Artikel SebelumnyaValley of the Dead
Artikel BerikutnyaDecision to Leave
Hobinya menonton film sejak kecil dan mendalami teori dan sejarah film secara otodidak setelah lulus dari studi arsitektur. Ia mulai menulis artikel dan mengulas film sejak tahun 2006. Karena pengalamannya, penulis ditarik menjadi staf pengajar di Akademi Televisi dan Film swasta di Yogyakarta untuk mengajar Sejarah Film, Pengantar Seni Film, dan Teori Film sejak tahun 2003 hingga tahun 2019. Buku film debutnya adalah Memahami Film (2008) yang memilah seni film sebagai naratif dan sinematik. Buku edisi kedua Memahami Film terbit pada tahun 2018. Buku ini menjadi referensi favorit bagi para akademisi film dan komunikasi di seluruh Indonesia. Ia juga terlibat dalam penulisan Buku Kompilasi Buletin Film Montase Vol. 1-3 serta 30 Film Indonesia Terlaris 2012-2018. Ia juga menulis Buku Film Horor: Dari Caligari ke Hereditary (2023) serta Film Horor Indonesia: Bangkit Dari Kubur (2023). Hingga kini, ia masih menulis ulasan film-film terbaru di montasefilm.com dan terlibat dalam semua produksi film di Komunitas Film Montase. Film- film pendek arahannya banyak mendapat apresiasi tinggi di banyak festival, baik lokal maupun internasional. Baru lalu, tulisannya masuk dalam shortlist (15 besar) Kritik Film Terbaik dalam Festival Film Indonesia 2022. Sejak tahun 2022 hingga kini, ia juga menjadi pengajar praktisi untuk Mata Kuliah Kritik Film dan Teori Film di Institut Seni Indonesia Yogyakarta dalam Program Praktisi Mandiri.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.