Sebagai seorang wartawan dengan rasa penasarannya terhadap kasus pasti akan bereaksi ketika dihadapkan sebuah misteri besar. Begitulah, Noviandra Santosa selaku sutradara menempatkan Aura Kasih (Aya) dalam Pintu Merah. Film bergenre horor yang diproduksi oleh Kanta Indah, dibintangi pula oleh Miller Khan (Alex),  Monica Oemardi (Andini), serta Cornelio Sunny yang dikemas dalam durasi 77 menit.

Pintu Merah merupakan kisah investigasi seorang jurnalis bernama Aya terhadap kasus misteri pembunuhan berantai di sebuah rumah sakit yang hingga kini belum terpecahkan. Kasus ini melibatkan para karyawan RS sebagai korbannya. Aya memulai investigasinya dengan bertemu seorang jurnalis bernama Andini yang dulu meliput kasus tersebut. Tanpa alasan jelas, Andini justru melarang Aya untuk melanjutkan investigasinya. Ketegangan mulai mengintai saat Aya nekad masuk ke dalam bangunan rumah sakit dan menemukan satu ruangan yang memiliki pintu berwarna merah. Misteri dan keanehan pun berlanjut ketika ia mulai memasuki ruang di balik pintu tersebut.

Walau berdurasi relatif singkat, film ini justru mengawalinya dengan alur kisah yang lambat. Kisahnya sendiri terbilang sederhana dan tak sulit untuk kita terka ke mana arah filmnya. Jika ada satu tokoh melarang sesuatu maka ke sanalah arah cerita akan bergerak. Benar saja, tak lama sang tokoh pun terjebak dalam ruang “supernatural” dan kisah pun bermula di sini. Tempo kisah mulai cepat dan ketegangan demi ketegangan pun mulai tersaji, namun sedikit terasa membuang waktu karena banyak melakukan pengulangan sekalipun situasinya berbeda. Sedikit kejutan setelahnya, juga tak berefek banyak karena plot semacam ini sudah terlalu umum untuk genrenya.

Kisah film horor sejenis sudah banyak kita temui sebelumnya, di mana sang tokoh utama terjebak dalam alam “arwah” dan mencoba mencari jalan keluar. Ide film ini sebenarnya menarik, namun sayangnya pengembangan kisahnya sudah terlalu familiar. Entah mengapa, para arwah jahat (dalam banyak film horor) selalu mengincar orang-orang yang sebenarnya tidak memiliki urusan dengan mereka. Mengapa tidak mengincar atau membalaskan dendam pada orang yang bertanggung jawab menjadikan mereka seperti ini? Arwah-arwah gentayangan ini pun, akhirnya bisa kembali ke alamnya setelah jasad mereka dikebumikan dengan layak tapi apa yang terjadi berikutnya justru mementahkan semuanya. Ini sudah terlalu jamak.

Baca Juga  Wa’alaikumussalam Paris

Naskah yang sudah terlalu familiar juga tidak mampu diangkat oleh para pemainnya. Sang bintang, Aura Kasih tidak mampu menampilkan ekspresi yang semestinya dalam situasi yang genting. Demikian pula lawan mainnya. Hal ini tentu membuat sulit untuk berempati dengan karakternya. Setting bangunan RS dan atmosfir horor yang sudah demikian baik pun, tidak banyak mampu mengangkat kisahnya. Sisipan segmen topeng yang “absurd” di hutan justru memberi sentuhan menarik dalam filmnya.

Pintu Merah secara keseluruhan tidak banyak memberikan warna baru untuk genrenya dengan kisah yang sudah terlalu familiar. Judul filmnya seolah menggiring kita untuk memberikan pemaknaan lain, namun rupanya tidak demikian. Merah rupanya hanya sebatas dendam semata. Filmnya juga tidak mencoba memberikan satu pesan yang lebih. “Alam arwah” sebenarnya bisa dimanfaatkan sebagai medium pelajaran bagi sang tokoh utama, misal saja trauma batin atau lainnya yang bisa dieksplorasi lebih jauh. Sayangnya, film ini tidak mengarah ke sana.

Miftachul Arifin

Mahasiswa Magang

PENILAIAN KAMI
Overall
60 %
Artikel SebelumnyaThe Wandering Earth
Artikel BerikutnyaStuber
Miftachul Arifin lahir di Kediri pada 9 November 1996. Pernah aktif mengikuti organisasi tingkat institut, yaitu Lembaga Pers Mahasiswa Pressisi (2015-2021) di Institut Seni Indonesia Yogyakarta, juga turut andil menjadi salah satu penulis dan editor dalam media cetak Majalah Art Effect, Buletin Kontemporer, dan Zine K-Louder, serta media daring lpmpressisi.com. Pernah pula menjadi kontributor terpilih kategori cerpen lomba Sayembara Goresan Pena oleh Jendela Sastra Indonesia (2017), Juara Harapan 1 lomba Kepenulisan Cerita Pendek oleh Ikatan Penulis Mahasiswa Al Khoziny (2018), Penulis Terpilih lomba Cipta Puisi 2018 Tingkat Nasional oleh Sualla Media (2018), dan menjadi Juara Utama lomba Short Story And Photography Contest oleh Kamadhis UGM (2018). Memiliki buku novel bergenre fantasi dengan judul Mansheviora: Semesta Alterna􀆟f yang diterbitkan secara selfpublishing. Selain itu, juga menjadi salah seorang penulis top tier dalam situs web populer bertema umum serta teknologi, yakni selasar.com dan lockhartlondon.com, yang telah berjalan selama lebih-kurang satu tahun (2020-2021). Latar belakangnya dari bidang film dan minatnya dalam bidang kepenulisan, menjadi motivasi dan alasannya untuk bergabung dengan Komunitas Film Montase sejak tahun 2019. Semenjak menjadi bagian Komunitas Film Montase, telah aktif menulis hingga puluhan ulasan Film Indonesia dalam situs web montasefilm.com. Prestasi besar terakhirnya adalah menjadi nominator Festival Film Indonesia 2021 untuk kategori Kritikus Film Terbaik melalui artikel "Asih, Cermin Horor Indonesia Kontemporer" bersama rekan penulisnya, Agustinus Dwi Nugroho.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.