Sebelum Iblis Menjemput: Ayat 2

0

Sebelum Iblis Menjemput: Ayat 2, film horor thriller besutan sutradara Timo Tjahjanto ini adalah produksi studio Frointier Pictures, Legacy Pictures, Rapi Films, dan Screenplay Films. Film ini adalah sekuel dari Sebelum Iblis Menjemput yang rilis tahun 2018. Sebelumnya, sang juga telah memproduksi film aksi thriller berjudul Killers (2014). Timo seringkali berkolaborasi bersama koleganya Kimo Stamboel, yang dikenal dengan sebutan Mo Brothers. Mereka telah memproduksi film Takut: Faces of Fear (2008), Rumah Dara (2010), dan Headshot (2016). Melihat perolehan film perdananya yang mampu mencapai angka 1 juta lebih penonton, film ini tampaknya juga akan mengulang suksesnya, melihat animo masyarakat di hari pertama dan beberapa bioskop di Jogja pun full penonton, sampai jumlah layar pun ditambah di beberapa bioskop.

Film ini melanjutkan kisah Alfie (Chelsea Islan) dan Nara (Hadijah Shahab) yang selamat dari peristiwa mengerikan di rumah tua milik ayah mereka. Kini mereka tinggal berdua di sebuah rusunawa sederhana. Alfie ternyata masih dihantui sosok-sosok gaib dan hidupnya selalu terjaga. Suatu ketika, Alfie kembali terjebak dalam situasi yang sama. Ada pihak memaksanya untuk membantu menyelesaikan persoalan berhubungan dengan hal mistik yang mereka hadapi. Alfie dan Nara pun mau tak mau harus kembali berhadapan dengan hal gaib yang pernah menimpan mereka dulu.

Plot film intinya hanya mengulang film pertamanya. Keterlibatan Alfie dalam kisah ini teramat sangat dipaksakan dan lemah motifnya. Sebelum Iblis Menjemput (2018) lebih memiliki background cerita serta motif yang kuat, yakni konflik Alfie dengan sang ayah, ibu, dan saudara tirinya. Teror yang mereka hadapi menjadi masuk akal karena latar belakang ayah mereka yang berurusan dengan hal gaib. Sementara sekuelnya, keterlibatan Alfie sangat terkesan dicari-cari. Akan lebih menarik jika mengeksplor sisi kelam personal Alfie dengan masa lalunya daripada mencari cerita baru yang bermotif lemah. Toh, faktanya Alfie juga masih mengalami trauma atas peristiwa teror sebelumnya.

Baca Juga  NamaMu Kata Pertamaku

Tak berhenti di sini. Cara pembuat film memasukkan sosok Alfie dalam konflik pun, penuh dengan kejanggalan dan tak masuk akal. Mengapa harus Alfie? Mengapa tak mencari orang yang paham betul  ilmu gaib untuk menyelesaikan masalah mereka? Mereka begitu yakin dan percaya bahwa Alfie bisa membantu mereka. Dari sudut pandang Alfie pun, setidaknya ada penolakan keras dari dirinya. Logikanya, ia pernah mengalami teror sedemikian hebat, pastinya ia tak mau terlibat lagi dalam kasus yang sama. Setidaknya, cari argumen yang lebih kuat dan tak memaksa.

Beberapa faktor di atas membuat kita amat sulit untuk bisa masuk dan larut dalam filmnya. Segmen horor yang terjadi hanya dalam satu malam ini pun terasa hambar. Aksi-aksi brutal dan sadisnya seringkali terasa melelahkan. Mau bagaimana lagi, sang sineas memang suka bermain-main dengan adegan aksi teror yang ekstrim. Pun dalam aksi terornya tak lepas dari kejanggalan. Sosok Nara yang tak berdosa, harus diteror habis-habisan oleh sosok gaib tersebut. Apa urusannya dengan Nara? Katanya hanya ingin balas dendam. Capek. Namun di luar itu, kelemahan konsep naskahnya tak mampu mengimbangi kualitas teknis filmnya yang terbilang mapan, seperti pengadeganan, setting, dan pencahayaan.

PENILAIAN KAMI
Overall
30 %
Artikel SebelumnyaThe Invisible Man
Artikel BerikutnyaTop End Wedding
Agustinus Dwi Nugroho lahir di Temanggung pada 27 Agustus 1990. Ia menempuh pendidikan Program Studi Film sejak tahun 2008 di sebuah akademi komunikasi di Yogyakarta. Di sinilah, ia mulai mengenal lebih dalam soal film, baik dari sisi kajian maupun produksi. Semasa kuliah aktif dalam produksi film pendek baik dokumenter maupun fiksi. Ia juga lulus dengan predikat cum laude serta menjadi lulusan terbaik. Ia mulai masuk Komunitas Film Montase pada tahun 2008, yang kala itu masih fokus pada bidang apresiasi film melalui Buletin Montase, yang saat ini telah berganti menjadi website montasefilm.com. Sejak saat itu, ia mulai aktif menulis ulasan dan artikel film hingga kini. Setelah lulus, ia melanjutkan program sarjana di Jurusan Ilmu Komunikasi di salah satu perguruan tinggi swasta di Jogja. Penelitian tugas akhirnya mengambil tema tentang Sinema Neorealisme dan membandingkan film produksi lokal yang bertema sejenis. Tahun 2017, Ia menyelesaikan studi magisternya di Program Pascasarjana Jurusan Pengkajian Seni di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta dengan minat utama film. Penelitian tesisnya terkait dengan kajian narasi dan plot sebuah film. Saat ini, ia tercatat sebagai salah satu staf pengajar di Program Studi Film dan Televisi, ISI Yogyakarta mengampu mata kuliah teori, sejarah, serta kajian film. Ia juga aktif memberikan pelatihan, kuliah umum, seminar di beberapa kampus, serta menjadi pemakalah dalam konferensi Internasional. Biodata lengkap bisa dilihat dalam situs montase.org. Prestasi besar terakhirnya adalah menjadi nominator Festival Film Indonesia 2021 untuk kategori Kritikus Film Terbaik melalui artikel "Asih, Cermin Horor Indonesia Kontemporer" bersama rekan penulisnya, Miftachul Arifin.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.