Sergio adalah film drama biografi kehidupan salah satu tokoh diplomat PBB paling berpengaruh, Sergio Vieira de Mello. Film ini diarahkan oleh Greg Barker, yang sebelumnya juga telah memproduksi film dokumenter biografi sosok yang sama dengan titel yang sama pula. Sergio dimainkan oleh beberapa bintang internasional, Wagner Moura, Ana de Armas, Garret Dillahunt, Bryan F, O’Byrne, serta Will Dalton. Dengan berbekal kuat pengalaman sang sineas terhadap sang tokoh, apakah ia mampu membuat film fiksi yang menarik dan berkualitas?
Kisah filmnya dituturkan secara unik melalui teknik kilas balik. Momen yang menjadi fokus cerita terkini adalah saat sang tokoh harus bertahan hidup ketika kantor sementara PBB di Baghdad, dibom teroris. Dalam kesakitan dan penderitaannya, di bawah reruntuhan gedung, kisahnya mulai bergerak ke belakang, di mana ia pertama kalinya bertemu dengan pujaan hatinya, Carolina (Armas) di sela-sela perjuangannya untuk kemerdekaan Timor Leste, lalu di Kamboja, New York, hingga kehidupan keluarganya di Brazil.
Usaha penuturan kisahnnya melalui segmen kilas-balik memang menarik. Namun, eksekusinya tidak seperti yang diharapkan. Ada sesuatu yang hilang di sini. Perjuangan yang dilakukan sang tokoh nyaris tak ada greget dan justru kalah pamor dengan kisah asmaranya. Apa yang dilakukan sang protagonis seolah hanya tempelan untuk kisah percintaannya. Satu segmen kilas balik di Brazil tak banyak membantu penokohan sang tokoh, semata hanya menggambarkan bagaimana ia menomorduakan keluarganya sendiri yang butuh pula perhatiannya, tanpa ada emosi. Tak ada sesuatu yang menginspirasi di kisahnya serta tak mampu membawa empati kita ke sosok Sergio.
Bagi penonton Indonesia, tentu banyak hal menarik dalam kisahnya. Khususnya karena lokasi cerita mengambil momen menjelang kemerdekaan Timor Leste. Beberapa tokoh besar muncul di film ini, seperti Xanana Gusmao hingga Presiden Gus Dur. Setting-nya juga memang sangat bernuansa Indonesia, walau entah mengambil lokasi di tempat lain. Saya tentu tak bisa banyak berkomentar soal politik, namun dalam film ini, seolah bangsa kita memang dipojokkan menjadi bangsa penindas. Orang awam tentu tak tahu persis bagaimana pertemuan Sergio dan Gus Dur, apakah seperti yang digambarkan di adegannya dalam filmnya? Namun, seperti dikutip berita, faktanya,Gus Dur, atas nama seluruh rakyat Indonesia, telah meminta maaf atas represi militer yang dilakukan pemerintah sebelumnya selama 25 tahun yang telah memakan banyak korban. Ini menarik untuk dibuat artikelnya, tentu saja ditulis oleh penulis yang tahu benar peristiwa ini.
Sergio mencoba menawarkan kisah heroik sang protagonis dengan dominasi alur plot kilas balik tanpa mampu menyajikan kisah yang menarik dan menginspirasi. Semua negarawan pasti tahu sosok Sergio, sosok heroik yang selalu memperjuangkan hak rakyat tertindas di banyak konflik internasional di berbagai negara. Sayangnya, film ini tak mampu menggambarkan sosok ini dengan sepatutnya. Semua pahlawan pasti memiliki banyak pengorbanan dan usaha luar biasa yang tidak bisa dilakukan banyak orang, ini yang tak terlihat di filmnya.
Stay Safe and Healthy!