Sergio (2020)
118 min|Biography, Drama, History|17 Apr 2020
6.2Rating: 6.2 / 10 from 11,098 usersMetascore: 55
A sweeping drama set in the chaotic aftermath of the US invasion of Iraq, where the life of top UN diplomat Sergio Vieira de Mello hangs in the balance during the most treacherous mission of his career.

Sergio adalah film drama biografi kehidupan salah satu tokoh diplomat PBB paling berpengaruh, Sergio Vieira de Mello. Film ini diarahkan oleh Greg Barker, yang sebelumnya juga telah memproduksi film dokumenter biografi sosok yang sama dengan titel yang sama pula. Sergio dimainkan oleh beberapa bintang internasional, Wagner Moura, Ana de Armas, Garret Dillahunt, Bryan F, O’Byrne, serta Will Dalton. Dengan berbekal kuat pengalaman sang sineas terhadap sang tokoh, apakah ia mampu membuat film fiksi yang menarik dan berkualitas?

Kisah filmnya dituturkan secara unik melalui teknik kilas balik. Momen yang menjadi fokus cerita terkini adalah saat sang tokoh harus bertahan hidup ketika kantor sementara PBB di Baghdad, dibom teroris. Dalam kesakitan dan penderitaannya, di bawah reruntuhan gedung, kisahnya mulai bergerak ke belakang, di mana ia pertama kalinya bertemu dengan pujaan hatinya, Carolina (Armas) di sela-sela perjuangannya untuk kemerdekaan Timor Leste, lalu di Kamboja, New York, hingga kehidupan keluarganya di Brazil.

Usaha penuturan kisahnnya melalui segmen kilas-balik memang menarik. Namun, eksekusinya tidak seperti yang diharapkan. Ada sesuatu yang hilang di sini. Perjuangan yang dilakukan sang tokoh nyaris tak ada greget dan justru kalah pamor dengan kisah asmaranya. Apa yang dilakukan sang protagonis seolah hanya tempelan untuk kisah percintaannya. Satu segmen kilas balik di Brazil tak banyak membantu penokohan sang tokoh, semata hanya menggambarkan bagaimana ia menomorduakan keluarganya sendiri yang butuh pula perhatiannya, tanpa ada emosi. Tak ada sesuatu yang menginspirasi di kisahnya serta tak mampu membawa empati kita ke sosok Sergio.

Baca Juga  Cloudy with a Chance of Meatballs

Bagi penonton Indonesia, tentu banyak hal menarik dalam kisahnya. Khususnya karena lokasi cerita mengambil momen menjelang kemerdekaan Timor Leste. Beberapa tokoh besar muncul di film ini, seperti Xanana Gusmao hingga Presiden Gus Dur. Setting-nya juga memang sangat bernuansa Indonesia, walau entah mengambil lokasi di tempat lain. Saya tentu tak bisa banyak berkomentar soal politik, namun dalam film ini, seolah bangsa kita memang dipojokkan menjadi bangsa penindas. Orang awam tentu tak tahu persis bagaimana pertemuan Sergio dan Gus Dur, apakah seperti yang digambarkan di adegannya dalam filmnya? Namun, seperti dikutip berita, faktanya,Gus Dur, atas nama seluruh rakyat Indonesia, telah meminta maaf atas represi militer yang dilakukan pemerintah sebelumnya selama 25 tahun yang telah memakan banyak korban. Ini menarik untuk dibuat artikelnya, tentu saja ditulis oleh penulis yang tahu benar peristiwa ini.

Sergio mencoba menawarkan kisah heroik sang protagonis dengan dominasi alur plot kilas balik tanpa mampu menyajikan kisah yang menarik dan menginspirasi. Semua negarawan pasti tahu sosok Sergio, sosok heroik yang selalu memperjuangkan hak rakyat tertindas di banyak konflik internasional di berbagai negara. Sayangnya, film ini tak mampu menggambarkan sosok ini dengan sepatutnya. Semua pahlawan pasti memiliki banyak pengorbanan dan usaha luar biasa yang tidak bisa dilakukan banyak orang, ini yang tak terlihat di filmnya.

Stay Safe and Healthy!

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
40 %
Artikel SebelumnyaFilm tentang Wabah: The Happening
Artikel BerikutnyaWendy
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.