Film tentang jutawan yang jatuh miskin adalah sebuah kisah klasik, namun di era sekarang tak banyak lagi ditemui kisah yang menarik. Spoiled Brats adalah film drama komedi satir produksi Perancis yang diarahkan oleh Nicolas Cuche. Film ini dibintangi oleh aktor aktris lokal, Gerard Jugnot, Camille Loe, Louka Meliava, dan Artus. Film ini telah dirilis bulan September tahun lalu, namun kini tengah tren kembali di platform streaming Netflix.

Francis Bartek (Jugnot) adalah salah seorang pebisnis kaya raya di Monaco. Ketiga anaknya, Stella (Loe), Alexandre (Meliava), dan Phillippe (Artus) hidup dalam gelimang harta sang ayah dengan kehidupan yang glamor tanpa mau berusaha untuk mencari uang sendiri. Muak dengan polah ketiganya, Francis pun membuat skenario kecil untuk membuat mereka jera, yakni hartanya dibekukan karena sebuah kasus sehingga ia kini tidak memiliki uang sepeser pun. Sang ayah pun mengajak ketiga anaknya ke Marseille untuk bersembunyi dari pihak berwenang. Mereka pun tinggal di rumah tua yang rusak milik sang ayah, dan mau tak mau harus bekerja untuk bisa sekadar makan.

Premis klise namun menarik ini, kini memang jarang ditemui, kecuali pada film komedi romantis. Plotnya yang membenturkan kehidupan kaya raya hingga mendadak jatuh miskin tentu yang menjadikan ceritanya menarik untuk diikuti. Kisah yang menjanjikan sebuah plot yang menghibur ternyata hanya mampu bertahan hingga separuh durasi, yang ini pun hanya terfokus pada sosok Stella dan Phillippe. Stella yang terpaksa bekerja sebagai pramusaji restoran dan Phillipe yang bekerja sebagai tukang becak, mau tak mau harus merasakan pahit getirnya hidup. Namun tidak untuk sosok Alexandre, yang rasanya tidak mendapat banyak pelajaran dari situasi ini.

Baca Juga  Argylle

Alur plot yang berubah arah menjelang babak ketiga, membuat segala yang penuh kesan menjadi hilang. Alur cerita menjadi tak konsisten bahkan terkesan melompat karena fokus setelahnya justru pada sang ayah. Momen-momen menyentuh yang dialami Stella dan Phillippe menjadi hilang, padahal ini yang kita tunggu. Proses pendewasaan mereka seperti dibuang begitu saja tanpa ada sebuah perubahan berarti. Alangkah manisnya, jika tersaji momen keduanya yang merindukan apa yang telah mereka lakukan. Ending-nya pun bisa ditebak siapa saja dan sudah tanpa greget.

Spoiled Brats adalah sebuah drama komedi satir dengan beberapa momen menyentuh dan menghibur di paruh momen awal, sebelum kedodoran menjelang akhir. Akting yang bagus dari para kasting plus lokasi yang eksotis sangat mendukung kisahnya, walau tak mampu menambal kelemahan kisahnya. Secara keseluruhan, Spoiled Brats terasa sebagai film yang tanggung dengan tidak mampu memberi tamparan yang berarti untuk menyampaikan pesannya yang mulia. Uang memang bisa membeli kebahagiaan atau menjauhkan penderitaan dalam hidup, namun adalah proses perjuangan untuk mencapai kebahagiaan dengan orang-orang yang kita kasihi dan peduli yang membuat hidup ini lebih punya makna.

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
60 %
Artikel SebelumnyaBrut Force
Artikel BerikutnyaSilverton Siege
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). A lifelong cinephile, he developed a profound passion for film from an early age. After completing his studies in architecture, he embarked on an independent journey exploring film theory and history. His enthusiasm for cinema took tangible form in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience eventually led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched students’ understanding through courses such as Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended well beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, Understanding Film, an in-depth examination of the essential elements of cinema, both narrative and visual. The book’s enduring significance is reflected in its second edition, released in 2018, which has since become a cornerstone reference for film and communication scholars across Indonesia. His contributions to the field also encompass collaborative and editorial efforts. He participated in the compilation of Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1–3 and 30 Best-Selling Indonesian Films 2012–2018. Further establishing his authority, he authored Horror Film Book: From Caligari to Hereditary (2023) and Indonesian Horror Film: Rising from the Grave (2023). His passion for cinema remains as vibrant as ever. He continues to offer insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com while actively engaging in film production with the Montase Film Community. His short films have received critical acclaim at numerous festivals, both nationally and internationally. In recognition of his outstanding contribution to film criticism, his writing was shortlisted for years in a row for Best Film Criticism at the 2021-2024 Indonesian Film Festival. His dedication to the discipline endures, as he currently serves as a practitioner-lecturer in Film Criticism and Film Theory at the Indonesian Institute of the Arts Yogyakarta, under the Independent Practitioner Program from 2022-2024.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses