The Batman (2022)
176 min|Action, Crime, Drama|04 Mar 2022
7.8Rating: 7.8 / 10 from 855,531 usersMetascore: 72
When a sadistic serial killer begins murdering key political figures in Gotham, the Batman is forced to investigate the city's hidden corruption and question his family's involvement.

Sosok ikonik ini adalah superhero paling populer dalam medium film, tercatat telah beberapa kali dibuat ulang oleh beberapa sineas besar. The Batman tercatat adalah remake (atau reboot?) yang kelima kalinya dan lepas dari semesta cerita, DC extended universe (DCEU). Ini sebuah manuver studio yang kelewat berani yang dijamin bakal membingungkan fans DCEU. Jika menonton pun, dijamin sebagian besar penonton akan semakin kebingungan, mengapa?

The Batman diarahkan, diproduseri, dan ditulis oleh sineas berbakat Matt Reeves yang sebelumnya menyutradarai Cloverfield dan dua seri Planet of the Apes. Bermain sebagai ksatria malam kali ini adalah aktor kenamaan, Robert Pattinson, bersama Zoë Kravitz, Paul Dano, Jeffrey Wright, John Turturro, Peter Sarsgaard, Andy Serkis, dan Colin Farrell. Film ini seharusnya dirilis pertengahan tahun lalu yang tertunda akibat pandemi berkepanjangan. Apa yang kita harapkan dari film ini setelah lusinan adaptasi Batman sebelumnya? Sang sineas kali ini rupanya memiliki pendekatan yang sama sekali berbeda.

Dua tahun setelah kemunculannya, Batman (Pattinson) kali ini dihadapkan pada kasus pembunuhan berantai yang dilakukan oleh sosok misterius, The Riddler. Dalam investigasinya, Batman bekerjasama dengan Letnan Gordon (Wright) dan pihak kepolisian. Korban yang diincar adalah orang-orang berpengaruh di Kota Gotham. Batman kali ini bersinggungan dengan Selina Kyle alias Catwoman yang menjadi rival maupun partner. Semakin ke dalam, kasus ini menjadi semakin personal bagi sosok Bruce Wayne, karena bersinggungan dengan masa lalunya.

Untuk meringkas kisah The Batman bukan hal yang mudah karena kompleksitas plotnya. Dijamin 100%, ini adalah bukan film Batman yang diharapkan banyak penonton. The Batman adalah bukan film aksi menghibur, namun adalah film investigasi pembunuhan. Batman sejatinya (komik) adalah sosok detektif ulung dan bukan semata diukur oleh kemampuan fisik seperti yang kita kenal di sebagian besar filmnya. Jika kamu pernah menonton Se7en, plot The Batman adalah mirip cerita film ini dengan tokoh utama adalah sang jagoan dan Letnan Gordon.

Jika kamu sudah akrab dengan film animasinya (home video), maka tak sulit untuk mengenali sosok Batman ini. Plot The Batman memiliki banyak kemiripan dengan film animasi Batman:The Long Halloween yang terbagi dua, yakni Part 1 dan Part 2. Entah, apa film ini merupakan adaptasi lepas The Long Halloween, saya tidak tahu persis. Satu hal yang pasti, bangunan plotnya nyaris sama, pembunuhan berantai, sisi investigasi, kolaborasi Batman dengan Gordon dan Catwoman, relasi masa silam Bruce dan Selina, rivalitas Maroni dan Falconi, serta banyak lainnya. Jika kamu sudah menonton The Long Halloween dijamin plot The Batman tak terasa asing. Jika belum, nama Maroni atau bahkan Falconi saja dijamin sudah membuat kamu bingung, bukan begitu?

Baca Juga  Paradise Highway

Dalam banyak ulasan film animasi DC, berulangkali saya memberi pernyataan, bagaimana mungkin film animasi home video-nya jauh lebih superior dari film-film live action-nya? Ini tak masuk akal. Ibarat plot DCEU, contoh saja Justice League (JL), terlampau jauh kualitasnya dibandingkan film-film JL versi animasinya. Jauh sekali. Coba tonton sekali saja. Jika kita bicara Batman: The Long Halloween, ini adalah salah satu adaptasi Batman terbaik yang pernah ada. Saat menonton The Batman dan terlihat gelagat “adaptasi” kisah Halloween, sebagai fans Batman (animasi), rasanya saya ingin melompat dari bangku! Ini adalah film Batman yang ingin saya lihat, dan The Batman menyajikan seluruhnya, walau tak bisa dibilang sempurna.

The Batman secara cerita adalah diluar kelaziman film-film adaptasi sebelumnya, bahkan milik Nolan sekalipun. Amat berani, jika saya boleh bilang. Batman kali ini tidak bekerja sendirian. Ia bahkan beberapa kali terlihat melakukan investigasi bersama polisi lainnya dalam satu ruang TKP, yang ini membuat saya tersenyum geli. “Hei, dia bisa merusak bukti?” ujar seorang polisi, dan Gordon menyahut, “dia memakai sarung tangan”. Ini adalah satu banyolan remeh yang tak pernah ada dalam film-film sebelumnya. Sosok Batman kali ini juga terlihat lebih manusiawi melalui chemistry-nya dengan Alfred, Gordon, serta Selina. Sosok Bruce terlihat sebagai seorang bocah tangguh yang traumatik. Satu lagi sisi cerita yang bakal tak membuat nyaman adalah kerumitan plotnya. Ini adalah plot Batman terberat yang pernah ada, untuk orang dewasa sekalipun, apalagi anak-anak. Tak perlu repot-repot membawa putra-putri kalian ke bioskop.

Sosok Batman tentu saja terikat dengan aksi. Walau adegan investigasi teramat dominan dalam plotnya, namun aksinya jauh dari kata buruk. Bahkan satu adegan car-chase, saya boleh bilang adalah yang salah satu sekuen aksi terbaik dalam medium film. Untuk adegan perkelahian dan aksi lainnya, rasanya lebih pas jika disebut lebih estetik dari sebelumnya. Elemen noir terasa begitu dominan. Pemainan cahaya, gelap terang, sinematografi, juga tentu musik yang amat mendukung adegannya. Bicara musik, theme Batman-nya, hingga beberapa jam setelah menonton masih terngiang-ngiang di kuping saya karena saking kuatnya. Nuansa musik rock era 1990-an begitu terasa, yakni lantunan satu nomor dari Nirvana, “Something in the Way”, dan juga, kuping saya terasa akrab dengan melodi pembuka “Nothing Else Matters” (Metallica).

Bisa jadi bukan yang diharapkan kebanyakan penonton, namun The Batman adalah film adaptasi komik Batman terbaik yang ada sejauh ini. Film ini bukanlah film sempurna dan masih memiliki sisi lemah, di luar kisahnya yang luar biasa kompleks dan durasinya yang kelewat panjang. Sisi kasting juga tidak bisa dibilang brilian. Pattinson secara fisik tidak banyak terlihat wajahnya dan lebih sering tertutup topeng. Aktor ini terasa terlalu “ramping” untuk sosok Batman. Lalu beberapa peran, seperti Alfred dan Falconi juga terasa kurang menggigit. Sementara pilihan aktor dan aktris kulit hitam bagi sosok Selina dan Gordon adalah sempurna. Bagi kamu fans sejati sang ksatria malam, ini adalah filmmu!

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
90 %
Artikel SebelumnyaThe Burning Sea
Artikel BerikutnyaDrive My Car
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.